Al-mathalib al-aliyah (1/9) المطالب العالية بزوائد المسانيد الثمانية
Yg mula mula mengumpulkan dirumah duka adalah sahabat Umar r.a dgn TUJUAN SEDEKAH UNTUK SI MAYIT !
Ahmad bin Mani’ meriwayatkan:
ﺍﻟْﺄَﺣْﻨَﻒِ ﻋَﻦِ ﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ ﺃَﺳْﻤَﻊُ ﻛُﻨْﺖُ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﻴْﺲٍ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻻَ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﻋﻨﻪ ﻳَﺪْﺧُﻞُ ﻗُﺮَﻳْﺶٍ ﻓِﻲْ ﻣِﻦْ ﺃَﺣَﺪٌ ﺑَﺎﺏٍ ﺇِﻟَّﺎ ﺩَﺧَﻞَ ﻣَﻌَﻪُ ﻧَﺎﺱٌ ﻓَﻼَ ﻣَﺎ ﺃَﺩْﺭِﻱْ ﺗَﺄْﻭِﻳْﻞُ ﻗَﻮْﻟِﻪِ ﺣَﺘَّﻰ ﻃُﻌِﻦَ ﻋُﻤَﺮُ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺻُﻬَﻴْﺒًﺎ ﻓَﺄَﻣَﺮَ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺃَﻥْ ﻳُﺼَﻠِّﻲَ ﻭَﺃَﻣَﺮَ ﺑِﻻﻨَّﺎﺱِ ﺃَﻥْ ﺛَﻼَﺛًﺎ ﻳُﺠْﻌَﻞَ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻃَﻌَﺎﻣﺎً ﺭَﺟَﻌُﻮْﺍ ﺍﻟْﺠَﻨَﺎﺯَﺓِ ﻣِﻦَ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﻭَﻗَﺪْ ﺟَﺎﺅُﻭْﺍ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺍﻟْﻤَﻮَﺍﺋِﺪُ ﻭُﺿِﻌَﺖِ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﻓَﺄَﻣْﺴَﻚَ ﻓَﺠَﺎﺀَ ﻫُﻢْ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻟِﻠْﺤُﺰْﻥِ ﺑْﻦُ ﻓِﻴْﻪِ. ﺍﻟْﻌَﺒَّﺎﺱُ ﺍﻟْﻤُﻄَّﻠِﺐِ ﻗَﺎﻝَ ﻋَﺒْﺪِ ﺃَﻳُّﻬَﺎ : ﻗَﺪْ ﻣَﺎﺕَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝ ﺍﻟﻠَّﻪ ﺻﻠﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﻓَﺄَﻛَﻠْﻨَﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻭَﺷَﺮِﺑْﻨَﺎ، ﺃَﺑُﻮ ﻭَﻣَﺎﺕَ ﻓَﺄَﻛَﻠْﻨَﺎ ﺑَﻜْﺮٍ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻭَﺷَﺮِﺑْﻨَﺎ، ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻫَﺬَﺍ ﻛُﻠُﻮﺍ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻄَّﻌَﺎﻡِ، ﻳَﺪَﻩُ ﻓَﻤَﺪَّ ﻭَﻣَﺪَّ ﺍﻟﻨَّﺎﺱ ﺃَﻳْﺪِﻳَﻬُﻢ ﻓَﺄَﻛَﻠُﻮﺍ ، ﻓَﻌَﺮَﻓْﺖُ ﺗَﺄَﻭﻳﻞ ﻗَﻮا ، رواه أحمد بن مانئ
“Dari Ahnaf bin Qais, berkata: “Aku mendengar Umar berkata:
“Seseorang dari kaum Quraisy tdk memasuki satu pintu, kecuali orang- orang akan masuk bersamanya.
” Aku tdk mengerti maksud perkataan beliau, sampai akhirnya Umar ditusuk, lalu memerintahkan Shuhaib menjadi Imam sholat selama tiga hari dan memerintahkan menyediakan makanan bagi manusia.
Setelah mrk pulang dari jenazah Umar, mrk datang, sedangkan hidangan makanan telah disiapkan.
Lalu mrk tdk jadi makan, karena duka cita yg menyelimuti.
Lalu Abbas bin Abdul Mutthalib datang dan berkata:
“Wahai manusia, dulu Rasulullah saw meninggal, lalu kita makan dan minum sesudah itu.
Lalu Abu Bakar meninggal, kita makan dan minum sesudahnya.
Wahai manusia, makanlah dari makanan ini.
”Lalu Abbas menjamah makanan itu, dan orang-orang pun menjamahnya utk dimakan.
Aku baru mengerti maksud pernyataan Umar tsb.
(”Hadits tsb diriwayatkan oleh Ibnu Mani’ dlm al- Musnad, dan dikutip oleh al-Hafizh Ibnu Hajar, dlm al-Mathalib al-’Aliyah, juz : 5~ hal- 328. dan al-Hafizh al- Bushiri, dlm Ithaf al-Khiyarah al- Maharah, juz : 3 ~hal -289).
“Seseorang dari kaum Quraisy tdk memasuki satu pintu, kecuali orang- orang akan masuk bersamanya.
” Aku tdk mengerti maksud perkataan beliau, sampai akhirnya Umar ditusuk, lalu memerintahkan Shuhaib menjadi Imam sholat selama tiga hari dan memerintahkan menyediakan makanan bagi manusia.
Setelah mrk pulang dari jenazah Umar, mrk datang, sedangkan hidangan makanan telah disiapkan.
Lalu mrk tdk jadi makan, karena duka cita yg menyelimuti.
Lalu Abbas bin Abdul Mutthalib datang dan berkata:
“Wahai manusia, dulu Rasulullah saw meninggal, lalu kita makan dan minum sesudah itu.
Lalu Abu Bakar meninggal, kita makan dan minum sesudahnya.
Wahai manusia, makanlah dari makanan ini.
”Lalu Abbas menjamah makanan itu, dan orang-orang pun menjamahnya utk dimakan.
Aku baru mengerti maksud pernyataan Umar tsb.
(”Hadits tsb diriwayatkan oleh Ibnu Mani’ dlm al- Musnad, dan dikutip oleh al-Hafizh Ibnu Hajar, dlm al-Mathalib al-’Aliyah, juz : 5~ hal- 328. dan al-Hafizh al- Bushiri, dlm Ithaf al-Khiyarah al- Maharah, juz : 3 ~hal -289).
Hukum Makanan Tahlilan
Ada dua pendapat di kalangan ulama berkaitan dengan hukum menyuguhkan makanan dari pihak keluarga si mayit kepada para jamaah tahlilan maupun orang-orang yang datang bertakziyah.
a. Pendapat yang menyatakan makruh. Hal ini didasarkan pada dua hadits:
Pertama, hadits Jarir bin Abdullah al-Bajali yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibn Majah dengan sanad yang shahih. Jarir bin Abdullah berkata: "Kami menganggap berkumpul pada keluarga mayit dan penyuguhan makanan dari pihak keluarga mayit bagi mereka (yang berkumpul) termasuk niyahah (ratapan)." Berdasarkan hadits ini, para ulama madzhab Hanafi berpendapat makruh memberikan makanan pada hari pertama, kedua, ketiga dan setelah tujuh hari kepada pentakziyah sebagaimana ditegaskan oleh al-Imam Ibn Abidin dalam Hasyiyah Radd al-Muhtar juz 2 hlm. 240.
Kedua, Hadits riwayat al-Tirmidzi, al-Hakim dan lain-lainnya, bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Buatkan makanan bagi keluarga Ja'far, karena mereka sekarang sibuk mendengar kematian Ja'far." Para ulama berpendapat, bahwa yang disunnatkan sebenarnya adalah tetangga keluarga mayit atau kerabat-kerabat mereka yang jauh membuatkan makanan bagi keluarga mayit yang sedang berduka, yang cukup bagi kebutuhan mereka dalam waktu selama sehari semalam. Pendapat ini diikuti oleh mayoritas fuqaha, dan mayoritas ulama madzahib al-arba'ah. Dan ini juga merupakan praktek warga Nahdliyin, saat ada tetangga meninggal, maka para tetangga takziyah dengan membawa beras, uang serta membantu memasak untuk keluarga musibah dan memasak bagi yang bertakziah yang mana makanan itu berasal dari tetangga2 sekitar dan sama sekali tidak mengambil harta dari keluarga musibah.
b. Ulama yang lain berpendapat bolehnya menyuguhkan makanan dari pihak keluarga mayit bagi para jamaah tahlilan maupun para pentakziyah, meskipun pada masa-masa tiga hari hari pertama pra meninggalnya si mayit. Hal ini didasarkan pada beberapa dalil antara lain:
Pertama, Ahmad bin Mani' meriwayatkan dalam Musnad-nya dari jalur al-Ahnaf bin Qais yang berkata: "Setelah Khalifah Umar bin al-Khaththab ditikam, maka beliau menginstruksikan agar Shuhaib yang bertindak sebagai imam shalat selama tiga hari dan memerintahkan menyuguhkan makanan bagi orang-orang yang datang bertakziyah." Menurut al-Hafizh Ibn Hajar, sanad hadits ini bernilai hasan. (Lihat al-Hafizh Ibn Hajar, al-Mathalib al-'Aliyah fi Zawaid al-Masanid al-Tsamaniyah, juz 1, hlm. 199, hadits no. 709).
Kedua, al-Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam kitab al-Zuhd dari al-Imam Thawus (ulama salaf dari generasi tabi'in), yang berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang meninggal dunia itu diuji oleh di dalam kubur mereka selama tujuh hari. Mereka (para generasi salaf) menganjurkan mengeluarkan sedekah makanan untuk mereka selama tujuh hari tersebut." Menurut al-Hafizh Ibn Hajar, sanad hadits ini kuat (shahih). (Lihat, al-Hafizh Ibn Hajar, al-Mathalib al-'Aliyah, juz 1, hlm. 199, hadits no. 710).
Ketiga, “Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pada sebuah jenazah, maka aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam berada diatas kubur berpesan kepada penggali kubur : “perluaskanlah olehmu dari bagian kakinya, dan juga luaskanlah pada bagian kepalanya”, Maka tatkala telah kembali dari kubur, seorang wanita (istri mayyit, red) mengundang (mengajak) Rasulullah, maka Rasulullah datang seraya didatangkan (disuguhkan) makanan yang diletakkan dihadapan Rasulullah, kemudian diletakkan juga pada sebuah perkumpulan (qaum/sahabat), kemudian dimakanlah oleh mereka. Maka ayah-ayah kami melihat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam makan dengan suapan, dan bersabda:
“aku mendapati daging kambing yang diambil tanpa izin pemiliknya”.
Kemudian wanita itu berkata : “wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah mengutus ke Baqi’ untuk membeli kambing untukku, namun tidak menemukannya, maka aku mengutus kepada tetanggaku untuk membeli kambingnya kemudian agar di kirim kepadaku, namun ia tidak ada, maka aku mengutus kepada istinya (untuk membelinya) dan ia kirim kambing itu kepadaku, maka Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “berikanlah makanan ini untuk tawanan”.
(Sunan Abi Daud no. 3332 ; As-Sunanul Kubrra lil-Baihaqi no. 10825 ; hadits ini shahih ; Misykaatul Mafatih [5942] At-Tabrizi dan Mirqatul Mafatih syarh Misykah al-Mashabih [5942] karangan al-Mulla ‘Alial-Qari, hadits tersebut dikomentari shahih. Lebih jauh lagi, didalam kitab tersebut disebutkan dengan lafadz berikut :
(استقبله داعي امرأته) ، أي: زوجة المتوفى
“Rasulullah menerima ajakan wanitanya, yakni istri dari yang wafat”.)Sumber kitab :
https://archive.org/details/mataleb_aalea
SHOW ALL
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar