"أو يكون تعالى في جهة للجرم بأن يكون عن يمينه أو شماله أوفوقه أو تحته أو أمامه أو خلفه، أو يكون له تعالى جهة بأن يكون له يمين أو شمال أوفوق أو تحت أو خلف أو أمام، أو يتقيد بمكان بأن يحل فيه بأن يكون فوق العرش"
“Contohnya, mustahil adanya Allah pada suatu arah dari suatu benda, seperti berada di samping kanan benda tersebut, atau di samping kirinya, atau diatasnya, atau di bawahnya, atau di depannya, dan atau di belakangnya. Demikian pula mustahil Allah berada pada arah, seperti arah kanan, arah kiri, arah atas,arah bawah, arah belakang, atau arah depan. Demikian pula mustahil Allah terliputi oleh tempat, atau menyatu di dalam tempat tersebut, seperti keyakinan adanya Allah bertempat di atas arsy”[1].Dalam kitab karya beliauyang lainnya berjudul Nûr azh-Zhalâm, asy-Syaikh Nawawi al-Jawi menuliskan:
"وكل ما خطر ببالك من صفات الحوادث لا تصدق أن في الله شيئامن ذلك، وليس له مكان أصلاً فليس داخلاّ في الدنيا ولا خارجا عنها"
“Segala sesuatu yang terlintas di dalam benakmu dari segala sifat-sifat benda maka jangan sekali-kali engkau berkeyakinan bahwa Allah bersifat walaupun dalam satu segi dari sifat-sifat tersebut. Allah sama sekali tidak bertempat,maka Dia bukan berada di dalam alam dunia ini, juga buka berada di luarnya”[2].Dalam kitab karya beliau lainnya berjudul Kâsyifah as-Sajâ Syarh Safînah an-Najâ, asy-Syaikh Nawawi menuliskan sebagai berikut:
من ترك أربع كلمات كمل إيمانه أين ووكيف ومتى وكم،فإن قال لك قائل أين الله؟ فجوابه ليس في مكان ولا يمر عليه زمان، وإن قال لك كيف الله؟فقل ليس كمثله شيئ، وإن قال لك متى الله؟ فقل له أول بلا ابتداء وءاخر بلا انتهاء،وإن قال لك قائل كم الله؟ فقل له واحد لا من قلة قل هو الله أحد
“Faedah: Barangsiapa meninggalkan empat kalimat ini (artinya tidak mempertanyakankalimat tersebut kepada Allah) maka sempurnalah keimanannya, yaitu; di mana,bagaimana, kapan, dan berapa. Jika seseorang berkata kepada anda: Di manaAllah? Maka jawablah: Dia ada tanpa tempat dan tidak terikat oleh waktu. Jika ia berkata: Bagaimana Allah? Maka jawablah: Dia tidak menyerupai suatu apapundari makhluk-Nya. Jika ia berkata: Kapan Allah ada? Maka jawablah: Dia Allah al-Awwal;ada tanpa permulaan dan Dia al-Âkhir; ada tanpa penghabisan. Jika iaberkata: Berapa Allah? Maka jawablah: Dia Allah maha esa tidak ada sekutubagi-Nya, Dia maha esa bukan dari segi hitungan yang berarti sedikit. -Tetapidari segi bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya dan tidak ada yang menyerupai-Nya”[3].Dalam kitab tafsirkaryanya berjudul at-Tafsîr al-Munîr Li Ma’âlim at-Tanzîl, Syaikh Nawawial-Bantani dalam menafsirkan QS. Al-A’raf:54 pada firman Allah “Tsumma Istawâ ‘Ala al-‘Arsy” menuliskan sebagai berikut:
"وَالْوَاجِبُ عَلَيْنَا أَنْ نَقْطَعَ بِكَوْنِهِ تَعَالَى مُنَزَّهًاعَنِ الْمَكَانِ وَالْجِهَةِ..."
“Wajib bagi kita menetapkan keyakinan bahwa Allah maha suci dari tempat danarah”[4].[1] ats-Tsimâral-Yâni’ah Fî ar-Riyâdl al-Badî’ah, h. 5
[2] Nûrazh-Zhalâm Syarh ‘Aqîdah al-‘Awâm, h. 37
[3] Kâsyifah as-Sajâ Bi SyarhSafînah an-Najâ, h. 9
[4] at-Tafsîral-Munîr, j. 1, h. 282
Tidak ada komentar:
Posting Komentar