Surat Terbuka Denny Siregar Kepada Amien Rais
GAGAL MANING, PAK AMIEN, bapak bilang bahwa
pertarungan Jokowi dan Prabowo adalah perang badar ?
Bapak kembali
memanas2i situasi supaya terjadi bentrokan, dan untung Tuhan kembali
menyelamatkan negeri tercinta ini dari orang2 seperti bapakApa kabar, pak Amien Rais ? Sehat-sehat saja, kan pak, semoga begitu adanya.
Ketika membaca Gus Dur diberi penghargaan
sebagai pahlawan nasional, tiba2 teringat bapak. Saya dulu sempat
mengagumi bapak, apalagi pasca reformasi dimana tidak banyak tokoh yang
bersuara frontal menembus kebekuan suasana feodal yg di wariskan pak
Harto.
Saya ingat sekali waktu saya sering ke
Gramedia, kebiasaan baca komik gratis sampe rela berdiri berjam-jam,
saya melihat ada komik berwarna dengan judul “Amien Rais, sang lokomotif
reformasi”. Gambarnya, kalau gak salah, pak amien berdiri di depan
lokomotif. Itu mungkin komik politik pertama yg saya baca.
Pendidikan bapak yang sampai meraih gelar
doktor di Amerika, makin menambah kekaguman saya. “Ini orang pintar”
begitu kekaguman saya sambil tersenyum kepada seorg spg gramedia yang
melirik judes karena sering melihat saya baca buku disana tanpa pernah
membeli apa-apa.
Saya dulu berfikir bapak yang akan jadi
Presiden negeri ini, sesudah pak Habibie tidak lagi menjabat. Tapi
nyatanya bapak mundur tidak ikut pilpres yang waktu itu pemilihannya
masih melalui dewan. Ah, ternyata karena kursi PAN waktu itu sangat
sedikit, sehingga bapak tidak berani mencalonkan diri.
Kerasnya pertarungan di dewan yang kursinya di monopoli PDI-P waktu itu, membuat pak Amien seperti striker yg bergerak kesana kemari mencoba menggagalkan Megawati menjadi Presiden, dan bapak berhasil, Gus Dur yang menjadi Presiden. Saya jadi inget guyonan Gus Dur masalah ini, “saya tidak pernah mengeluarkan uang milyaran untuk menjadi Presiden, saya modal dengkul. Itupun dengkul Amien Rais..”
Tapi alih2 mendukung orang yang bapak
pilih, bapak pula yang menjatuhkannya dengan gaya yg sama saat menjegal
Mega. Disini saya mulai curiga, bahwa bapak “ada apanya”. Apa bapak
tidak tahu bahwa itu situasi yg sangat berbahaya untuk NKRI ini ? Bapak
membawa negeri ini pada stuasi yg lebih mengerikan drpd jatuhnya
Soeharto, yaitu perang saudara. Banyak pendukung Gus Dur yg tidak terima
dgn cara bapak, sehingga menganggap Muhammadiyah adalah musuh besar. Di
daerah2 begitu terasa ketegangannya, sampai mereka bertekad utk
menyerbu Jakarta.
Beruntung Gus dur legawa, sehingga ia
harus turun untuk menyelamatkan situasi ini. Seandainya Gus Dur
bersikeras entah apa yg terjadi, apalagi kepolisian sudah terbelah dua.
Bisa pecah negeri ini atas nama konstitusi.
Apa itu yang bapak mau ? Memecah Indonesia sehingga negeri ini bukan lagi menjadi Republik tetapi Serikat, seperti negara dimana bapak menghabiskan banyak waktunya disana ? Apa harga itu layak dengan potensi jatuhnya korban jiwa dimana2 akibat perang saudara yg tidak berkesudahan ? Betapa beraninya bapak mengambil tanggung-jawab besar seperti itu.
Tapi untunglah semua itu tidak terjadi
karena Gus dur menahan tangannya, sesuatu yg mungkin bapak tidak
prediksi. Indonesia selamat karena beliau tidak rakus jabatan.
Mungkin buat bapak, “Its just politic, nothing personal.” Tetapi di tangan bapak, politik menjadi sungguh mengerikan dan membawa negara ini di ujung tanduk keruntuhan. Dan pada akhirnya di tahun 2004, bapak mencalonkan diri jadi Presiden saat pemilihan langsung, sungguh saya termasuk yg memeletkan lidah dengan senang saat bapak hanya mendapat 14 persen suara. Pencitraan bapak dengan langkah2 mengangkat dan menjatuhkan, ternyata tidak mendapat apresiasi yang positif, malah bapak mendapat julukan sengkuni, si penikam dari belakang.
Mungkin kalau tidak ada penganugerahan
pahlawan nasional kepada Gus dur, saya tidak ingat bapak. Saya bahkan
tidak melihat sediktpun hal positif yg bapak lakukan, selain jumpalitan
dalam sirkus politik seperti halnya para senator di negara paman Sam.
Orang yang bapak coba hancurkan, sudah pernah menjadi Presiden dan sekarang mendapat gelar Pahlawan Nasional. Sedangkan bapak masih asik jumpalitan seperti pemain trampoline mencari panggung yang cocok dan tempat dimana bapak ingin mencatatkan diri dalam sejarah kebangsaan. Ingat waktu pilpres 2014 bapak bilang bahwa pertarungan Jokowi dan Prabowo adalah perang badar? Bapak kembali memanas2i situasi supaya terjadi bentrokan, dan untung Tuhan kembali menyelamatkan negeri tercinta ini dari orang2 seperti bapak.
Saya sudahi dulu ya pak, semoga bapak
bisa merenung di hari tua dan berfikir, “apa yang bisa kulakukan buat
bangsa ini supaya namaku harum dikenang ?” Semoga ada, supaya di hari
tua tidak jumpalitan terus. Capek kan, pak..
Saya jadi ketawa sendiri membayangkan
almarhum Gus dur terkekeh2 di surga melihat gerak gerik bapak, guyonan
dengan malaikat sambil menunjuk ke bumi, “Sonnn.. Gagal maning, gagal
maning son..” (ARN/MM)
Sumber: Denny Siregar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar