DETIK DETIK SAKAROTUL MAUT
Hal hal yang sunah dilakukan terhadap orang yang sakit parah (muhtadhor);
1. Mengahdapkannya ke arah kiblat
Hal ini bisa dilakukan dengan cara membaringkannya
pada lambung sebelah kanan (kepal di utara), jika tidak mampu maka
dengan membaringkan pada lambung kirinya (kepala di selatan), dan bila
hal ini tidak mampu maka dengan posisi diterlentangkan (mlumah) dan member sejenis bantal dikepalanya agar bisa menghadap kiblat
2. Membacakan surat yasin dengan keras dan surat Ar-Ra’du dengan lirih,
Jika keduanya mungkin di baca, namun
jika hanya mungkin membaca salah satunya, maka dibacakan surat yasin
untuk mengingatkannya pada urusan akhirat. Jika
muhtadhlor (orang yang sudah sekarat) sudah tidak mempunyai perasaan
maka yang lebih utama di bacakan surat Ar-Ra’du, untuk mempermudah
keluarnya ruh.[4]
3. Mentalkin (menuntun untuk membaca لا اله الاالله)
Nabi bersabda : « مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ »(رواه الحاكم)“barangs iapa yang akhir hayatnya membaca لا اله الاالله maka ia akan masuk surga”
Menurut qaul sahih penalkinan
dilakukan satu kali (tidak perlu diulangi), kecuali apabila muhtadlor
setelah ditalkin berbicara sekalipun masalaj ukhrawi, maka talkin sunah
untuk diulangi lagi. Menurut imam As Shamiri talkin tidak sunat
diulangi selama muhtadlor tidak membicarakan urusan duniawi. Talkin
untuk orang muslim tidak memakai lafadz tasbih dan ashadu, kedua lafadz
tersebut digunakan untuk mentalkin orang kafir yang diharapkan masuk
islam.
Orang yang melakukan talkin
disunahkan bukan ahli waris, bukan musuhnya atau orang yang hasud/iri
kepadanya, hal ini bertujuan untuk menghindari dugaan bahwa mereka
mengharapkan kematian muhtadlor.[5]
Jika yang ada hanya ahli waris maka hendaknya yang metalkin adalah ahli waris yang paling saying kepadanya.[6]
4. Memberi minum kepada Muhtadlor (orang yang sakit parah)
Hal tersebut disunnahkan, terutama
apabila ada tanda bahwa ia meminta minum, sebab pada waktu itu syetan
menawarkan minum yang akan ditukar dengan keimanan.
Tanda baik dan buruknya mayyit :
Tanda-tanda mayyit yang baik :
1. Keningnya berkeringat
2. Kedua matanya mengeluarkan air mata
3. Janur hidungnya mengembang
4. Wajahnya ceria
Tanda- tanda mayit jelek :
1. Wajahnya kelihatan sedih dan takut.
2. Ruhnya sulit keluar, bahkan sampai seminggu
3. Kedua sudut bibirnya berbusa.
Tanda-tanda diatas bisa kelihatan semua, atau hanya sebagiannya saja.[7]
Keterangan
Apabila ada tanda yang baik maka
sunnah untuk disiarkan kecuali jika mayyit dhohirnya ahli maksiat atau
orang fasik, maka tidak boleh di siarkan, agar perilaku jeleknya tidak
ditiru orang lain.
Bila ada tanda yang jelek maka wajib
dirahasiakan, kecuali dhohirnya mayit adalah orang yang ahli maksiat
atau orang fasik, maka boleh untuk diberitahukan orang lain agar
perilaku jeleknya tidak diikuti orang lain
Kesunnahan Setelah Ruh Dicabut
1. Memejamkan kedua matanya dengan mengusap wajahnya sambil membaca :
بسم الله وعلى ملة رسول الله صلى الله عليه وسلم
bila belum berhasil maka tariklah kedua lengan dan ibu jari kakinya secara bersamaan.
2. Kedua rahangnya hingga kepala bagian atas diikat dengan kain yang lebar agar mulut tidak terbuka.
3. Sendi-sendi tulang dilemaskan
dengan cara melekukkan tangan pada lengan, betis pada paha, paha pada
perut agar mudah didalam memandikan dan mengkafaninya
4. Pakaian mayit dilepas dengan
pelan, lalu mayit ditutupi dengan kain yang tipis, ujungnya diselipkan
dibawah kepala dan kedua kaki.
Keterangan;
a. Untuk mayit laki-laki yang dalam keadaan ihrom maka kepalanya harus terbuka (tidak boleh ditutupi)
b. Untuk mayit perempuan yang sedang ihrom maka wajahnya tidak boleh ditutupi.
5. Mayit diletakkan ditempat yang
agak tinggi, sekira tidak menyentuh tanah, seperti di atas dipan
(amben), agar tanah yang basah tidak mengenainya (supaya tidak segera
membusuk)
6. Membakar dupa atau menaburkan wewangian disekitar mayit, agar bau yang tak sedap menjadi hilang
7. Meletakkan sesuatu (selain
mushaf) yang agak berat di perut mayit, dengan cara benda tersebut di
bujurkan dan diikat agar perutnya tidak mengembang. Untuk beratnya
kira-kira 54,3 gram atau 0,5 ons
8. Segera melunasi hutang dan melaksanakan wasiatnya
[4] Al mahalli juz 1 hal; 321
[5] Nihayatuz zain 147
[6] Qulyubi juz 1 hal;321
[7] Nihayatuz zain hal; 147
TAJHIZUL MAYYIT
Tajhizul mayit artinya merawat atau
mengurus seseorang yang telah meninggal. Hukum tajhiz adalah fardlu
kifayah bagi setiap orang mukallaf yang mengetahui atau menyangka atas
kematian seseorang.
STATUS MAYIT YANG AKAN DIRAWAT DIPERINCI SEBAGAI BERIKUT;
1. Muslim Ghoiru Syahid Wa Ghoiru Siqti
Yaitu mayit muslim dewasa serta bukan mati syahid
Kewajiban yang harus dilakukan terhadap mayit ini adalah :
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menshalati
4. Memakamkan
2.Mayit Muslim Al Syahid (Syahid Dunia Dan Akhirat)
Yaitu mayit yang mati waktu perang dengan non muslim (orang kafir)
Hal-hal yang harus dilakukan kaum muslimin terhadap mayit seperti ini adalah :
1. Mengkafani dengan pakaian
perangnya. Bila tidak cukup maka ditambah dengan kain kafan lain
sehingga bisa menutupi seluruh badannya
2.Memakamkan.
Untuk mayit syahid dunia akhirat ini haram di sholati dan dimandikan meski ia menanggung hadast besar.
3. Mayit Al-Muslim As-Siqtu (Bayi Prematur)
Yaitu bayi atau janin yang lahir sebelum mencapai usia 6 bulan.
Dalam kitab-kitab salafi menangani bayi ini diperinci sebagai berikut,
Lahir dalam keadaan hidup, yang bisa diketahui dengan jeritan, gerakan atau yang lainnya.
Kewajiban terhadap bayi ini adalah sama seperti mayit muslim dewasa yaitu: memandikan, mengkafani, menyolati, dan menguburkan.
Lahir dalam bentuk bayi sempurna, (sudah berusia 4 bulan), namun tidak diketahui tanda-tanda kehidupan.
Kewajiban terhadap bayi ini adalah : memandikan, mengkafani dan menguburkan. Adapun hukum mensholatinya tidak diperbolehkan.
Belum berbentuk manusia (belum berusia
4 bulan). Bayi yang demikian, tidak ada kewajiban apapun, namun
disunahkan membungkusnya dengan kain dan memakamkannya[1 ].
Keterangan
Bayi yang lahir mencapai usia 6 bulan,
maka menurut pendapat yang kuat, harus ditahjiz seperti orang dewasa
meski tidak ada tanda-tanda kehidupan.[2]
4.Kafir Dzimmi[3]
Yaitu kafir yang tidak memusuhi orang islam.
Kewajiban yang harus dilakukan hanya ada dua macam yaitu;
Mengkafani
Memandikan
Hukum memandikannya boleh (jawaz), namun haram untuk disholati.
_______________ _______________ _________
[1] At-tarmasy juz III hal 453-461
[2] Hasyiyatul jamal juz 2 hal 191 / I’anatut tholibin juz 2 hal;123
[3] At-tarmasi juz 3 hal. 453-461
MEMANDIKAN MAYIT
Batas minimal memandikan mayit adalah :
1. menghilangkan najis yang ada pada tubuh mayyit
2. mengguyurkan air secara merata ke
seluruh tubuh mayit termasuk juga farjinya tsayyib (kemaluan wanita
yang sudah tidak perawan) yang tampak ketika duduk atau bagian dalam
alat kelamin laki-laki yang belum dikhitan (kulup)[1]
Keterangan:
Kusus mengenai anak laki-laki yang
belum dikhitan (berkelopak kulit) jika air tidak bisa sampai
kebawahnya maka hukumnya diperinci sebagai berikut :
a.Jika di bawah kelopak kulitnya suci, maka sebagai ganti membasuh adalah di tayammumi
b.Jika dibawah kelopak kulitnya najis yang tidak bisa dihilangkan kecuali dipotong. Maka haram memotongnya.
Mengenai penanganan laki-laki ini terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama’ :
Menurut imam romli : cukup dikafani dan dikubur tanpa disholati
Menurut imam ibnu hajar : ditayammumi
kemudian disholati dan dikubur. Pendapat ibnu hajar ini mendapat
dukungan dari syeikh al fadani, sebab mengubur mayit dengan tanpa
disholati menandakan kurang adanya penghormatan.[2 ]
Sedangkan cara mentayammumi mayit yang praktis sebagai berikut :
Kedua tangan orang yang tayammum diletakkan pada debu
Tangan kanannya diusapkan pada wajah mayit,
seraya niat : نويت التيمم عن تحت القلفة هذاالميت لله
Tangan kiri diusapkan pada tangan kanan mayit
Tangan kanan diletakkan pada debu lagi untuk diusapkan pada tangan kiri mayit.
Cara memandikan yang lebih sempurna, sebagai berikut :
tempat memandikan sepi, tertutup dan tidak ada orang masuk kecuali orang yang bertugas.
Ditaburi wewangian, semisal dengan
membakar dupa, yang berguna untuk mencegah bau yang keluar dari tubuh
mayit, selain juga karena ada ulama yang berpendapat supaya malaikat
turun memberikan rahmatnya (mahfudz at-tarmasi juz 3 hal. 399-402)
Mayit dibaringkan dan diletakkan di
tempat yang agak tinggi, seperti di atas dipan atau dipangku oleh tiga
atau empat orang. Hal ini dilakukan guna mencegah mayit supaya tidak
terkena percikan air
Mayit dimandikan dalam keadaan
tertutup semua anggota tubuhnya, jika tidak memungkinkan atau mengalami
kesulitan, maka cukup auratnya saja yang ditutup yaitu antara pusar
sampai lutu
Orang yang memandikan wajib memakai
alas tangan ketika menyentuh auratnya (antara pusar sampai lutut). Dan
sunah beralas tangan ketika menyentuh bagian tubuh selain aurat.
Perut mayit diurut dengan tangan kiri
secara perlahan oleh orang yang memandikan secara berulang-ulang agar
kotoran yang ada di perut mayit dapat keluar.
Membersihkan dua lobang kemaluan dengan menggunakan tangan kiri yang wajib dibungkus dengan kain.
Membersihkan gigi mayit dan kedua
lubang hidungnya dengan jari telunjuk tangan kiri yang beralaskan kain
basah dan jika terkena kotoran maka harus disucikan terlebih dahulu.
Mewudhukan mayyit persis seperti
wudlunya orang yang hidup, baik rukun maupun sunnahnya, niatnya
mewudlukan mayyit adalah : نويت الوضوء لهذا الميت “saya niat mewudlukan
pada mayit ini”
Membasuh mayyit mulai kepala hingga telapak kaki dengan air sabun, sampo atau daun bidara dengan cara :
@Mengguyurkan air ke kepala mayyit
@ Mengguyur sebelah kanan bagian depan anggota tubuh mayit dimulai dari leher sampai telapak kaki mayit
@ Mengguyur sebelah kanan bagian
belakang anggota tubuh mayit dengan agak memiringkan posisinya, mulai
leher sampai kaki. Kemudian sebelah kiri juga dimulai dari bagian leher
sampai kaki.
Keterangan :
@Untuk basuhan nomer 8 ini, belum
dihitung basuhan yang wajib dalam memandikan mayit, sebab air yang
digunakan bukan air yang thohir muthohir.
Mengguyur seluruh tubuh mayit mulai
kepala sampai kaki dengan air yang murni (tidak tercampur dengan sabun
atau daun widara) untuk membilas sisa-sisa daun bidara, sabun atau
sesuatu yang ada pada tubuh mayit, dengan posisi mayit dimiringkan.
Keterangan :
Basuhan ini juga tidak bisa dihukumi
basuhan yang wajib sebab air tersebut (meski air murni) namun akhirnya
akan berubah (thahir goiru muthohir) sebab terkena bekas sabun, sampo,
daun bidara yang berada pada tubuh mayit
Mengguyur seluruh tubuh mayit yang
ketiga kalinya dengan memakai air yang dicampur sedikit kapur barus,
yang tidak sampai merubah kemutlakan air atau bisa dengan cara diguyur
dengan air bersih murni (tanpa kapur barus) sampai rata keseluruh tubuh
mayit, lalu tubuh mayit diperciki dengan air kapur barus
Keterangan :
Basuhan ini merupakan basuhan yang wajib dalam memandikan mayit. Pada saat basuhan terakhir ini disunahkan untuk membaca niat :
نويت الغسل لاستباحة الصلاة عليه نويت الغسل عن هذه الميت
“saya niat memandikan mayyyit ini / saya niat memandikan untuk memperbolehkan menyolatinya”
Menyisir rambut dan jenggot mayit yang
tebal dengan perlahan (jika rambutnya acak acakan) memakai sisir yang
longgar agar tidak ada rambut yang rontok. Jika ada rambut yang rontok
maka harus diambil dan dikembalikan, namun kesunnahannya dibungkus
dengan kain kafan kemudian dikebumikan bersama mayit.
Hal ini jika mughtasil (orang yang
memandikan) menghendaki membasuh sebanyak tiga kali, apabila
menghendaki yang lebih sempurna lagi maka mayit bisa dimandikan dengan
5/7 basuhan.
@untuk lima kalli basuhan maka dengan urutan sebagai berikut :
1.Air sabun/daun widara
2.Air pembilas (muzilah)
3. Basuhan ke 3,4 dan 5 memakai air bersih yang di campur sedikit kapur barus atau sejenisnya
@ untuk 7 kali basuhan maka dengan urutan sebagai berikut :
1. Air sabun/daun widara
2. Air pembilas (muzilah)
3. Air sabun/daun widara
4. Air pembilas (muzilah)
5. Basuhan ke 5,6 dan 7 air bersih yang dicampur sedikit kapur barus dan sejenisnya
Tambahan :
Paling sempurna memandikan mayit
adalah Sembilan basuhan, berbeda dengan pendapat al-muksyi yang
mengatakan bahwa tujuh basuhan adalah batas maksimal kesempurnaan
memandikan mayit, lebih dari itu hukumnya makruh karena termasuk
Isrof(berlebiha n)
Haram menelungkupkan mayit pada saat memandikan sebab hal tersebut menandakan penghinaan kepada mayit.
SYARAT ORANG YANG MEMANDIKAN
Harus sejenis atau ada hubungan mahrom
atau ada ikatan suami istri, atau mayit adalah seorang anak kecil yang
belum menimbulkan potensi syahwat. Jika tidak di temukan, maka mayit
cukup ditayammumi dengan ditutupi semua anggota badannya selain anggota
tayammum. Dan orang yang menayammumi harus beralas tangan (Ibrahim
al-bajuri juz 1 hal. 246)
Memiliki keahlian dalam memandikan mayit
Orang yang memandikan dan orang yang
membantunya harus memiliki sifat amanah (dapat di percaya), dalam
artian : seandainya dia memberitahukan suatu kondisi menggemvirakan
yang Nampak dari mayit, maka beritanya dapat dipercayai kebenarannya.
Sebaliknya, jika melihat hal-hal yang tidak menggembirakan, maka ia mampu untuk merahasiakannya (Ibrahim al-bajuri juz 1 hal. 246)
PERINGATAN :
Harom melihat aurotnya mayit, kecuali
untuk kesempurnaan memandikan, seperti untuk memastikan bahwa air yang
digunakan sudah merata atau untuk menghilangkan kotoran yang dapat
mencegah sampainya air pada kulit mayit
Disunahkan pula memakai air dingin,
karena lebih menguatkan daya tahan tubuh mayit. Kecuali di saat cuaca
dingin maka disunahkan memakai air hangat
_______________ _______________ __________
[1] At-turmusi juz 3 hal; 399-402
[2] Nihayah zain hal. 151 / kasifatus saja hal;101
TATA CARA PEMAKAMAN
Mengubur jenazah di pekuburan lebih
utama daripada di tempat khusus. Dalam membawa jenazah ke pekuburan
disunnahkan menaruh posisi kepala di arah depan walaupun bukan arah
kiblat.[1]
Sedangkan lubang kubur, minimal harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya:
1. Bisa menutupi dari bau busuknya
mayit dan bisa melindungi mayit dari binatang buas (tidak bisa digali
dan dimakan binatang buas)
2. Berupa galian, tidak cukup jika berupa bangunan di atas tanah sekalipun bisa melindungi dari binatang buas.
Sedangkan yang paling utama yaitu
membuat galian yang luas dan dalam setinggi orang normal berdiri dengan
mengangkat tangannya ke atas atau sekitar 4 ½ dzira’ atau 2,25 M
Galian ini bisa berbentuk dua macam yaitu :
Lahd, yaitu melubangi bagian bawah
dari lubang kubur pada sisi arah kiblat setelah menggali sedalam 2,25
M. Ini lebih utama (afdol) di daerah dengan struktur tanah yang keras.
Syaq, yaitu membuat galian di
tengah-tengah lubang kubur seperti galian sungai. Ini lebih
utama(afdol) di daerah dengan struktur tanah yang gembur dan lunak.
Tata cara penguburan mayit yang paling sempurna dan sesuai dengan kesunahan adalah sebagai berikut :
Meletakkan jenazah sebelum dimasukkan ke liang kubur di posisi kaki kubur (sebelah selatan liang lahat).
Mengangkat jenazah, lalu diturunkan ke liang kubur dengan posisi kaki terlebih dahulu.
Dikubur tanpa memakai alas, bantal
atau peti. Hukum menggunakan ini semua makruh kecuali dalam keadaan
darurat seperti ketika lahatnya berair.
Orang yang masuk ke dalam liang lahat disunnahkan ganjil, afdolnya tiga orang.
Menutup liang kubur dengan kain ketika prosesi pemakaman supaya tidak terlihat aurat mayit jika terbuka.
Mayit diletakkan berbaring miring dan
sisi tubuh bagian kanan (lempeng kanan) menempel di tanah, makruh bila
menggunakan sisi tubuh bagian kiri. Adapun menghadapkan ke kiblat
hukumnya wajib.
Sunnah bagi yang menguburkan mengucapkan :
“بسم الله وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وآله وسلم “
Melepas ikatan kafan mayit pada kepala mayit dan membuka kafan yang menutupi pipi mayit lalu menempelkannya ke tanah.
Meletakkan bantalan dari tanah
(biasanya berbentuk bulat) pada bagian belakang tubuh mayit seperti
belakang kepala dan punggung, kemudian menekuk sedikit bagian tubuh
mayit ke arah depan supaya tidak mudah untuk terbalik atau menjadi
terlentang.
Adzan dan iqomah dengan lirih, lalu
menutup liang dengan papan sebelum ditutup dengan tanah dengan
menaikkan sedikit urukan tanah setinggi jengkal.
Setelah proses penguburan selesai, berdiam sebentar untuk dibacakan talqin serta memperbanyak istighfar bagi mayit.
REFRENSI
.[1] حواشي الشرواني – (ج 3 / ص 130)
قوله: (إلى تنكيس رأس الميت) يؤخذ منه
أن السنة في وضع رأس الميت في حال السير أن يكون إلى جهة الطريق سواء
القبلة وغيرها كما قاله السيد عمر بصري
التقريرات السديدة ص387
رابعا :دفن الميت
أحكام الدفن ثلاثة :
1. واجب للمسلم والكافر الذمي غير السِّقط الذي لم يظهر فيه مبدأ خلق آدمي .
2. مندوب : للسّقط الذي لم يظهر فيه مبدأ خلق آدمي .
3. مباح : للكافر الحربي، إلا إذا تأذّى الناس برائحته، فيجب .
أقل الدفن ( الواجب ) : حفرة تكتم رائحته وتحرسه من السباع حتى لا تنبشه وتأكله، ولا يكفي البنأ مع إمكان الحفر .
كيفيات الدفن : له كيفيتان، لحد وشَقّ :
اللحد : هو أن يحفر ما يسع الميت في
أسفل جانب القبر من جهة القبلة بعد أن يحفر – بعمق – قدر قامة وبسْطة : ”
أربعة أذرع ونصف “، وهي أفضل من الشق إن صلبت الأرض كالمدينة المنورة.
الشق : هو أن يحفر في وسط القبر كالنهر، ويكون أفضل إذا كانت الأرض رَُخْوة كمكة المكرمة
TALQIN MAYIT
Telah umum dalam masyarakat kita,
selesai jenazah dimakamkan salah seorang dari pihak keluarga mayit
duduk disamping makam lalu mulai melafadzkan bacaan talqin[i] bagi
mayit. Namun dewasa ini, ada satu kelompok yang mengklaim dirinya
paling mengikuti al-Qur’an dan sunnah dengan pemahaman para sahabat
dan tabi’in menyatakan bahwa talqin mayit adalah bid’ah karena tidak
memiliki landasan dalam syari’at serta tidak bermanfaat bagi si mayit.
Permasalahan semacam ini telah menjadi polemik dalam masyarakat,
benarkah talqin mayit tidak memiliki landasan syari’at padahal telah
dilakukan oleh para ulama’ pendahulu kita ?.
Oleh karena itu, kami akan membahas
tentang dalil-dalil yang menjadi landasan talqin mayit agar bisa
memberikan kejelasan pada masyarakat.
Dasar hukum talqin mayit
Salah satu dasar hukum mengenai talqin adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, imam Abi Dawud, dan imam An Nasai :
لقنوا موتاكم لا إله إلا الله
“Talqinilah orang-orang mati kalian dengan لا إله إلا الله “
Memang mayoritas ulama mengatakan
bahwa yang dimaksud lafadz موتاكم dalam hadits diatas orang-orang yang
hampir mati bukan orang-orang yang telah mati, sehingga hadits
tersebut menggunakan arti majas (arti kiasan) bukan arti aslinya.
Akan tetapi, tidak salah juga jika
kita artikan lafadz tersebut dengan arti aslinya yaitu orang yang telah
mati. karena menurut kaidah bahasa arab, untuk mengarahkan suatu
lafadz kepada makna majasnya diperlukan adanya qorinah (indikasi) baik
berupa kata atau keadaan yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan
perkataan tersebut adalah makna majasnya bukan makna aslinya. Sebagai
contoh jika kita katakan “talqinillah mayit kalian sebelum matinya”
maka kata-kata “sebelum matinya” merupakan qorinah yang mengindikasikan
bahwa yang dimaksud dengan kata mayit dalam kalimat ini bukan makna
aslinya (yaitu orang yang telah mati) tapi makna majasnya (orang yang
hampir mati).
Sedangkan dalam hadits tersebut tidak
diketemukan Qorinah untuk mengarahkan lafadz موتاكم kepada makna
majasnya, maka sah saja jika kita mengartikannya dengan makna aslinya
yaitu orang-orang yang telah mati bukan makna majasnya. Pendapat inilah
yang dipilih oleh sebagian ulama seperti Imam Ath Thobary, Ibnul
Humam, Asy Syaukany, dan Ulama lainya.
Selain hadits di atas, masih ada hadits lain yang menunjukkan kesunahan mentalqini mayit setelah dikuburkan, yaitu :
إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ،
فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى
رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ
يَسْمَعُهُ وَلا يُجِيبُ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ،
فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ،
فَإِنَّهُ يَقُولُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللَّهُ، وَلَكِنْ لا
تَشْعُرُونَ، فَلْيَقُلْ: اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا
شَهَادَةَ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالإِسْلامِ دِينًا،
وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، فَإِنَّ مُنْكَرًا
وَنَكِيرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمْا بِيَدِ صَاحِبِهِ، وَيَقُولُ:
انْطَلِقْ بنا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ،
فَيَكُونُ اللَّهُ حَجِيجَهُ دُونَهُمَا”، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ؟ قَالَ:”فَيَنْسُ بُهُ إِلَى حَوَّاءَ، يَا فُلانَ بن حَوَّاءَ. رواه الطبراني
“Jika salah satu diantara kalian
mati, maka ratakanlah tanah pada kuburnya (kuburkanlah). Hendaklah
salah satu dari kalian berdiri di pinggir kuburnya dan hendaklah
berkata : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak
fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab dia bisa
mendengarnya tapi tidak bisa menjawabnya. Kemudian berkata lagi :
“wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah
(sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab dia akan duduk. Kemudian
berkata lagi : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak
fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab dia akan berkata :
“berilah kami petunjuk –semoga Allah merahmatimu-“ dan kalian tidak
akan merasakannya. Kemudian hendaklah berkata : “ sebutlah sesuatu
yang kamu bawa keluar dari dunia, yaitu persaksian bahwa tiada Tuhan
kecuali Allah SWT, Muhammad hamba dan utusan Nya, dan sesungguhnya kamu
ridlo Allah menjadi Tuhanmu, Muhammad menjadi Nabimu, dan Al Quran
menjadi imammu”, sebab Mungkar dan Nakir saling berpegangan tangan dan
berkata : “mari kita pergi. Kita tidak akan duduk (menanyakan) di sisi
orang yang telah ditalqini (dituntun) hujjahnya (jawabannya), maka Allah
menjadi hajiij (yang mengalahkan dengan menampakkan hujjah) baginya
bukan Mungkar dan Nakir”. Kemudian seorang sahabat laki-laki bertanya :
wahai Rasulullah ! Jika dia tidak tahu ibu si mayit ?Maka Rasulullah
menjawab : nisbatkan kepada Hawa, wahai fulan bin Hawa”(H.R. Thabrani)
(2).
Berdasarkan hadits ini ulama
Syafi`iyah, sebagian besar ulama Hanbaliyah, dan sebagian ulama
Hanafiyah serta Malikiyah menyatakan bahwa mentalqini mayit adalah
mustahab (sunah)(3).
Hadits ini memang termasuk hadist
yang dhaif (lemah), akan tetapi ulama sepakat bahwa hadits dhaifmasih
bisa dijadikan pegangan untuk menjelaskan mengenai fadloilul a`mal dan
anjuran untuk beramal, selama tidak bertentangan dengan hadits yang
lebih kuat (hadits shohih dan hadits hasan lidzatih) dan juga tidak
termasuk hadits yang matruk (ditinggalkan)( 4). Jadi tidak mengapa kita mengamalkannya.
Selain itu, hadist ini juga diperkuat oleh hadist-hadits shohih seperti :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ
وَقَالَ : اسْتَغْفِرُوا ؛ لِأَخِيكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ ،
فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ . رَوَاهُ أَبُو دَاوُد ، وَصَحَّحَهُ
الْحَاكِمُ .
“Apabila Rasulullah SAW selesai
menguburkan mayit, beliau berdiri di dekat kuburan dan berkata :
mintalah kalian ampunan untuk saudara kalian dan mintalah untuknya
keteguhan (dalam menjawab pertanyaan Mungkar dan Nakir) karena
sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya” (H.R. Abu Daud dan
dishahihkan oleh Hakim)(5).
Juga hadits yang diriwayatkan Imam Muslim r.a :
وعن عمرو بن العاص – رضي الله عنه – ،
قَالَ : إِذَا دَفَنْتُمُونِي ، فَأقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا
تُنْحَرُ جَزُورٌ ، وَيُقَسَّمُ لَحمُهَا حَتَّى أَسْتَأنِسَ بِكُمْ ،
وَأعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي . رواه مسلم
Diriwayatkan dari `Amr bin Al `Ash,
beliau berkata : Apabila kalian menguburkanku, maka hendaklah kalian
menetap di sekeliling kuburanku seukuran disembelihnya unta dan dibagi
dagingnya sampai aku merasa terhibur dengan kalian dan saya mengetahui
apa yang akan saya jawab apabila ditanya Mungkar dan Nakir(6).
Semua hadits ini menunjukkan bahwa
talqin mayit memiliki dasar yang kuat. Juga menunjukkan bahwa mayit
bisa mendengar apa yang dikatakan pentalqin dan merasa terhibur
dengannya.
Salah satu ayat yang mendukung hadits di atas adalah firman Allah SWT :
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ [الذاريات/55]
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. “
Ayat ini memerintah kita untuk memberi
peringatan secara mutlak tanpa mengkhususkan orang yang masih hidup.
Karena mayit bisa mendengar perkataan pentalqin, maka talqin bisa juga
dikatakan peringatan bagi mayit, sebab salah satu tujuannya adalah
mengingatkan mayit kepada Allah agar bisa menjawab pertanyaan malaikat
kubur dan memang mayit di dalam kuburnya sangat membutuhkan peringatan
tersebut(7). Jadi ucapan pentalqin bukanlah ucapan sia-sia karena semua
bentuk peringatan pasti bermanfaat bagi orang-orang mukmin.
Referensi
(1)شرح النووي على صحيح مسلم – (6 / 219(
(2)المعجم الكبير للطبراني – (ج 7 / ص 286(
المقاصد الحسنة للسخاوي ج 1 ص 167
(3)الأذكار ج 1 ص 162
الجوهرة النيرة ص2 ج2
فتاوى ابن حجر الهيثمي ج 5 ص 226
مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج ج 1 ص 447
سبل السلام – (ج 3 / ص 155(
(4)أضواء البيان ج 6 ص 225
المجموع شرح المهذب ج 5 ص 226
(5)سبل السلام – (ج 3 / ص 151)
(6)رياض الصالحين – (ج 1 / ص 477)
(7)التاج والإكليل لمختصر خليل ج 3 ص 3
لسان العرب
تفسير تنوير الأذهان ص 125 ج 3.
أنوار المسالك شرح عمدة السالك ص135
_______________ _______________ __________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar