Berikut format dialog antara Wahabi dengan Mantan Wahabi perihal sikap Mufti Wahabi ‘MALU-MALU KUCING’ mengakui adanya bidah hasanah.Entah
apa maksudnya Syech Bazz berfatwa mengandung jelas sekali muatan bidah
hasanah namun secara bersamaan dia dan juga kaumnya menolak keras apa
yang namanya bidah hasanah tersebut.Welehhhhh…welehhhhhhh…,dari pada
ikut-ikutan ling-lung seperti Bazz (ulama wahabi) mending langsung
disimak aj format dialog sederhana ini bro… :)
W (Wahabi): “Tadi malam, Anda mengatakan bahwa ulama wahabi
secara diam-diam melegalkan bid’ah hasanah. Padahal secara tegas mereka
sangat keras menolak bid’ah hasanah. Coba Ente jelaskan bro.”
MW (Mantan Wahabi): “Memang secara eksplisit ulama wahabi
sangat keras menolak bid’ah hasanah. Tapi secara implicit mereka
menerima bid’ah hasanah dan menganjurkan atau melegalkna, Cuma mereka
tidak mau menyebutnya bid’ah hasanah.”
W: “Ente ngawur bro. Di mana ulama wahabi melegalkan amalan bid’ah hasanah?”
MW: “Coba ente perhatikan bro, bagaimana ulama wahabi
melegalkan acara tahunan yang disebut dengan Usbu’ al-Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab (Pekan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab), tanpa ada
dalil secara khusus. Kalau kami kaum Ahlussunnah menamakan hal semacam
ini termasuk bid’ah hasanah bro.”
W: “Apa ente pernah membaca fatwa Syaikh Ibnu Baz yang secara implicit melegalkan bid’ah hasanah bro?”
MW: “Ya banyak bro, fatwa-fatwa beliau yang membolehkan
sesuatu karena sudah melekat dengan tradisi kaum wahabi di Najd, tanpa
ada dalil secara khusus.”
W: “Contohnya bro?”
Lalu MW mengambilkan juz 13 dari Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah,
kitab setebal 30 jilid, yang berisi himpunan fatwa-fatwa Syaikh Ibnu
Baz, yang dihimpun oleh muridnya Dr Muhammad bin Sa’ad al-Syuwai’ir.
Lalu MW membuka halaman 25, tentang ucapan selamat hari raya.
MW: “Coba baca ini bro”
W membaca dengan bagus dan cepat, karena ia pernah sama-sama
di LIPIA, lembaga pendidikan ajaran Islam Wahabi di Jakarta. Kemudian W menerjemahkannya: “UCAPAN
SELAMAT HARI RAYATIDAK ADA LARANGAN SEORANG MUSLIM BERKATA KEPADA
SAUDARANYA PADA WAKTU HARI RAYA ATAU LAINNYA, “SEMOGA ALLAH MENERIMA
AMAL SHALEH DARI KAMI DAN DARI ANDA”. AKU TIDAK MENGETAHI SESUATU YANG
DITETAPKAN BERDASARKAN NASH MENGENAI HAL INI. SEORANG MUKMIN HANYALAH
MENDOAKAN SAUDAANYA DENGAN DOA-DOA YANG BAIK, KARENA DALIL-DALIL YANG
BANYAK YANG DATANG MENGENAI HAL TERSEBUT.”
Bro, menurut ente, apanya yang bid’ah hasanah? Syaikh tidak menjelaskan hal ini bid’ah hasanah.”
MW: “Coba ente perhatikan bro, Syaikh Ibnu Baz membolehkan doa ucapan selamat hari raya dengan kalimat “semoga Allah menerima amal shaleh dari kami dan dari Anda”.
Padahal kata beliau, beliau tidak mengetahui ada dalil nash mengenai
hal tersebut. Cuma karena isinya doa-doa baik untuk sesama mukmin,
Syaikh Ibnu Baz membolehkan berdasarkan ijtihad beliau. Kalau tidak ada
dalil nash, lalu menganggap baik, bukankah ini berarti bid’ah hasanah
dalam istilah kami Ahlussunnah Wal-Jama’ah, meskipun kalian enggan
menerima istilah tersebut?”
W: “Iya juga ya. Padahal saudara-saudara kami kaum Wahabi
sering mengejek warga nahdliyyin karena mengikuti pendapat ulama, tanpa
ada dalil nash secara khusus. Ternyata Syaikh Ibnu Baz juga berfatwa
tanpa ada dalil nash secara khusus, kecuali dalil-dalil umum, yang
kekuatannya sama dengan dalil-dalil tahlilan. Aneh juga ya bro.”
MW: “Begitulah para ulama wahabi bro. Mereka mudah memvonis
bid’ah amaliah orang lain yang tidak menjadi tradisi mereka. Tetapi
mereka mudah sekali mencari pembenaran amalan mereka yang tidak memiliki
dalil nash secara khusus, seperti acara Usbu’ al-Syaikh Muhammad bin
Abdil Wahhab dan acara hari nasional berdirinya kerajaan Saudi Arabia.
Para ulama wahabi mencari-cari dalil untuk membenarkan hal tersebut.”
W: “Ada nggak bro, contoh lain bid’ah hasanah secara implicit dalam fatwa Syaikh Ibnu Baz?”
MW: “Baca sendiri aja kitab itu. Ente sendiri kan punya juga kitabnya.”
W: “Malas bro yang mau baca.”
MW: “Coba ente buka kitab itu juz 13 halaman 340 tentang doa bersama di kuburan.”
W: “Ana baca bro: HUKUM
DOA BERSAMA DI KUBURANTIDAK ADA DALIL YANG MELARANG DOA BERSAMA DI
KUBURAN. APABILA SESEORANG BERDOA, LALU ORANG-ORANG YANG MENDENGARNYA
MEMBACA AMIN, MAKA HUKUMNYA BOLEH, APABILA HAL ITU TIDAK DIRENCANAKAN.
MEREKA HANYA MENDENGAR SEBAGIAN BERDOA, LALU MEREKA MENGAMINI. HAL
SEPERTI INI TIDAK DINAMAKAN DOA BERSAMA KARENA TIDAK DIRENCANAKAN.”
Bro apanya yang bid’ah hasanah di sini?”
MW: “Coba ente pikir bro, Syaikh Ibnu Baz membolehkan dia
bersama di kuburan, alasannya karena tidak ada dalil yang melarang.
Alasan seperti ini kan bisa digunakan oleh kami, boleh tahlilan, dzikir
bersama, Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan lain-lain karena
tidak ada dalil yang melarang. Bukankah seperti ini yang kami namakan
bid’ah hasanah bro?”
W: “Bro, masalah ini berbeda dengan amalan-amalan kaum ente
seperti tahlilan, haul, maulidan dan lain-lain. Syaikh Ibnu Baz kan
sudah menjelaskan, doa seperti di atas boleh apabila tidak
direncanakan.”
MW: “Loh, justru ini yang menjadi pertanyaan kami. Kalau acara
doa bersama di kuburan direncanakan, ada nggak dalil khusus yang
melarangnya? Kan tidak ada juga. Kalau tidak ada larangan, kenapa Syaikh
Ibnu Baz melarangnya? Bukankah berarti Syaikh Ibnu Baz mengada-ada
dalam memberikan batasan boleh tidak nya suatu amalan. Apakah ini bukan
bid’ah yang tercela bro?”
W; “Betul juga bro. Jadi bingung dengan fatwa Syaikh Ibnu Baz ini.
Ust.Idrus Ramli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar