Meski Beda Pendapat, Imam Ahmad Doakan Syafi’i 40 Tahun
Walau terjadi perselisihan dalam beberapa masalah, Imam Ahmad tetap bersikap tawadhu’, bahkan banyak memuji Syafi’I dan mendoakannya selama 40 tahun
Meski Beda Pendapat, Imam Ahmad Doakan Syafi’i 40 Tahun
IMAM Ahmad Bin Hambal (164-241 H), salah satu ulama madzhab 4, berasal dari Bagdad, karya beliau antara lain, Musnad Ahmad, Ar Radd ilal Jahmiyah Waz Zanadiqah, dll. Beliau dikenal amat tegas terhadap hukum, akan tetapi amat tawadhu’ terhadap sesama ulama Ahlu Sunnah, berikut ini beberapa nukilan yang menunjukkan kearifan Ahmad bin Hambal terhadap mereka yang berbeda pendapat dengannya.
Dalam Siyar ‘Alam An Nubala’, dalam tarjamah, Ishaq bin Rahuyah, berkata Ahmad bin Hafsh As Sa’di, Syeikh Ibnu ‘Adi: “Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata: Tidak ada seorang pun yang pernah pergi ke Khurasan menyerupai Ishaq (kelebihannya), walaui dia telah menyelisihi kita dalam beberapa hal, sesungguhnya manusia masih berselisih satu sama lain.” (Siyar ‘Alam An Nubala’ hal. 16, vol. 10).
Juga diriwayatkan oleh Al Hafidz Abu ‘Umar bin ‘Abdul Barr, dalam Jami’ Bayan Al ‘Ilmi, dalam bab Itsbat Al Munadharah Wal Mujadalah Wa Iqamati Al Hujjah, dari Muhamad Bin ‘Attab bin Al Murba’, dia berka, aku mendengar Al ‘Abbas bin Abdi Al Al Adzim Al Ambari mengabarkan kepadaku: “Aku bersama Ahmad bin Hambal dan datanglah ‘Ali bin Madini dengan mengandarai tunggangan, lalu keduanya berdebat dalam masalah syahadah, hingga meninggi suara keduanya, sampai aku takut terjadi apa-apa di antara keduanya. Ahmad berpendapat adanya syahadah sedangakan ‘Ali menolak dan menyanggah, akan tetapi ketika Ali hendak meninggalkan tempat tersebut Ahmad bangkit dan menaiki kendaraan bersamanya.” (Jami’ Bayan Al ‘Ilmi hal. 968, vol.2).
Juga diriwayatkan bahwa Ahmad bin Hambal juga pernah berdebat dengan guru beliau Imam Syaf’i dalam masalah hukum meninggalkan shalat, maka berkata kepada dia Imam Syafi’i: “Wahai Ahmad, apakah engkau mengatakan dia (yang meninggalkan shalat) kafir?” Ahmad menjawab: “Iya.” Imam Syafi’i lantas bertanya: ”Jika sudah kafir bagaimana cara untuk berislam?” Imam Ahmad menjawab: “Dengan mengatakan La ilaha ila Allah.” Dijawab Syafi’I; “Dia masih memegang kata itu dan tidak meninggalkannya (syahadat).”Ahmad berkata lagi: “Dengan menyerahkan diri untuk mau mengerjakan shalat.” Syafi’i menjawab; “Shalat orang kafir tidak sah, dan tidak dihukumi sebagai Muslim dengan hanya shalat.” Maka Ahmad berhenti berbicara dan diam.” (Thabaqat As Syafi’iyah, hal. 61, vol.2).
Walau terjadi perselisihan dalam beberapa masalah, Imam Ahmad tetap bersikap tawadhu’, bahkan banyak memuji untuk Imam Syafi’i.
Berkata Ishaq bin Rahuyah: “Aku bersama Ahmad di Makkah, dia berkata: “Kemarilah! Aku tunjukkan kepadamu seorang lelaki yang kamu belum pernah melihat orang seperti dia!” Ternyata laki-laki tersebut adalah Imam Syafi’i. (Shifatu As Shofwah, hal. 142, vol. 2)
Tidak sedikit perbedaan pendapat terjadi antara Imam Ahmad dengan Imam Syafi’i. Namun keduanya mengajarkan kita semua akan akhlak yang mulia. Di antaranya, Imam Ahmad selalu mendokan Imam Syafi’I hingga 40 tahun lamanya.
Berkata Ahmad bin Al Laits: “Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata: “Aku akan benar-benar mendo’akan Syafi’i dalam shalatku selama 40 tahun, aku berdoa: ”Ya Allah, ampunilah diriku dan orang tuaku, dan Muhammad bin Idris Asyafi’i.” (Manaqib As Syafi’i lil Baihaqi, hal. 254, vol. 2).
DOA kebaikan dari para murid terhadap guru merupakan hal yang lazim dalam tradisi ulama terdahulu. Meski dalam kenyataannya terkadang ada perbedaan pendapat antara mereka, namun doa kebaikan selalu dipanjatkan para murid terhadap guru mereka.
Imam Ahmad yang merupakan murid dari Imam As Syafi’i menyampaikan,”6 orang yang aku doakan untuknya pada waktu akhir malam, salah satunya adalah Asy Syafi’i.” (Siyar A’lam An Nubala’, 10/45)
Suatu saat Abdullah, putra Imam Ahmad bertanya,”Seperti apakah As Syafi’i? Sesungguhnya aku melihat engkau banyak berdoa untuknya?” Imam Ahmad pun menjawab,”Ia wahai anakku, ia seperti matahari untuk bumi dan kesehatan untuk badan. Untuk kedua hal itu, apakah ada gantinya?” (Siyar A’lam An Nubala’, 10/45)
Berkata Ahmad bin Al Laits: “Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata,’aku akan benar-benar mendo’akan Syafi’i dalam shalatku selama 40 tahun, aku berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah diriku dan orang tuaku, dan Muhammad bin Idris Asy Syafi’i.’” (Manaqib As Syafi’i lil Baihaqi, 2/ 254)
Abdurrahman bin Al Mahdi adalah ulama yang lebih tua dari Imam As Syafi’I, namun ia mengambil ilmu dari Imam As Syafi’i dimana ia meminta Imam As Syafi’i menulis kitab untuknya mengenai ilmu ushul fiqih, maka Imam As Syafi’i menulis Ar Risalah.
Abdurrahman bin Al Mahdi pun pernah menyampaikan,”Aku tidak melaksanakan satu shalat pun kecuali aku berdoa di dalamnya untuk As Syafi’i.” (Siyar A’lam An Nubala’, 10/44)
Ulama lain yang merasa memperoleh manfaat dari ilmu Imam As Syafi’i seperti Yahya bin Al Qaththan juga menyatakan,”Aku berdo’a untuk As Syafi’i dan aku khususkan untuknya.” (Siyar A’lam An Nubala’, 10/20)
Demikian juga apa yang dilakukan Abu Bakr bin Al Khallad, diaman ia pun menyatakan,”Aku berdo’a kepada Allah di setiap selesai shalatku untuk As Syafi’i.” (Siyar A’lam An Nubala’, 10/20)
Demikianlah para ulama berdoa untuk guru mereka dan yang berjasa terhadap mereka dalam bidang ilmu. Semoga kita bisa mengambil teladan dari perbuatan mulia mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar