IMAM AS-SYATIBI PAKAR BID’AH YANG DI TUDUH AHLI BID’AH KARENA BERAQIDAH ASY’ARIAH
Seorang tokoh disebut sebagai ahli tafsir biasanya karena ilmunya sangat banyak tentang tafsir. Dan seseorang disebut sebagai ahli hadits, biasanya karena memang keseharian hidupnya berbakti kepada hadits.
Sebagaimana juga al-Imam Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi al-Gharnathi, atau yang terkenal dengan nama Imam Syathibi (w. 790 H). Sepertinya beliau pantas disebut ahli bid’ah, dalam artian sebagai ulama’ yang concern dan ahli dalam berbicara tentang bid’ah, dalam kitabnya al-I’tisham.
Kitab al-I’tisham adalah kitab panduan dalam mengupas bid’ah. Terlebih bagi mereka yang menolak pembagian bid’ah menjadi lima hukum.
Imam Syathibi termasuk di antara mereka yang tidak sependapat dengan pembagian itu, beliau membantah pembagian bid’ah Imam as-Syafi’i (w. 204 H) dan Imam Izzuddin bin Abdussalam (w. 660 H)[1].
Pujian Ulama Terhadap Kitab al-I’tisham
Ulama’ yang saya maksudkan disini adalah para ulama’ yang tidak sependapat dengan adanya pembagian bid’ah Imam as-Syafi’i (w. 204 H). Mereka yang bisa dibilang getol memerangi bid’ah dan para pelakunya.
Syeikh Alawi bin Abdul Qadir as-Saqqaf menulis dalam muqaddimah kitabnya; Mukhtashar kitab al-I’tisham[2],
Dr. Said bin Nashir al-Ghamidi; seorang dosen Aqidah dan Madzhab modern Universitas King Khalid di Abha Arab Saudi memuji kitab al-I’tisham dalam kitabnya; Haqiqat al-Bid’ah wa Ahkamuha[3]:
Syeikh Abu Ishaq al-Huwaini; salah seorang ulama’ salafy Mesir, murid pertama Syeikh Nasiruddin al-Albani (w. 1420 H) berkata:
Para asatidz Nusantara Indonesia raya, tak sedikit juga yang menukil kitab al-I’tisham ini, karena kitab al-I’tisham inilah panduan mengenal bid’ah yang dianggap cocok dengan mereka, diantaranya penolakan terhadap pembagian bid’ah.
Bid’ah Menurut Ibnu Taimiyyah (w. 728 H)
Jika bid’ah menurut as-Syatibi[5] adalah:
Maka pengertian bid’ah menurut Ibnu Taymiyyah (w. 728 H) adalah:
Ibnu Taymiyyah (w. 728 H) menegaskan bahwa bid’ah masuk dalam i’tiqad/aqidah dan ibadat.
Bagaimana dengan Aqidah as-Syathibi?
Pada awalnya saya menyangka Imam as-Syatibi (w. 790 H), secara aqidah memang seperti para masyayikh yang saya sebutkan diatas. Ternyata anggapan saya keliru.
Setelah akhirnya saya mengetahui kitab berjudul cukup spektakuler cetar membahana: “al-I’lam bi Mukhalafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham” pemberitahuan tentang penyelewangan kitab al-Muwafaqat dan al-I’tisham.
Kitab ini ditulis oleh Syeikh Nasir bin Hamd al-Fahd, seorang ulama’ kelahiran Riyadh tahun 1388 H, lulusan Universitas al-Imam dan termasuk murid dari Syeikh Abdul Aziz ar-Rajihi dan Syeikh Abdul Aziz Alu Syeikh.
Diawal memang Syeikh Nasir bin Hamd memuji kitab as-Syatibi, baik al-Muwafaqat atau al-I’tisham. As-Syathibi dianggap orang pertama yang menjelaskan Maqashid Syari’ah dalam kitab al-Muwafaqat, dan orang pertama yang menformulasikan kaidah bid’ah dalam kitabnya al-I’tisham[7].
Tapi, akhirnya beliau tau bahwa:
Masih di halaman yang sama, Syeikh Nasir bin Hamd melanjutkan:
Bid’ah Sebagaimana Pengertian Ibnu Taymiyyah (w. 728 H)
Jika kita memakai pengertian Ibnu Taimiyyah, bahwa bid’ah masuk dalam ranah ibadah dan i’tiqad maka sepertinya Imam as-Syathibi (w. 790 H) tergolong ahli bid’ah menurut versi ‘mereka’.
Benar saja, Syeikh Nasir bin Hamd menuliskan tentang alasan menulis kitabnya:
Jadi memang, Aqidah Imam as-Syathibi (w. 790 H) dianggap menyimpang dari Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah dan termasuk pelaku bi’dah juga. Bahkan bid’ahnya tak hanya dalam ibadah, tapi dalam ranah Aqidah.
Pakar Bid’ah yang dianggap Ahli Bid’ah
Imam Syathibi dianggap menyimpang dari Aqidah Ahlu as-Sunnah dalam beberapa hal, sebagaimana ditulis oleh Syeikh Nasir bin Hamd;
Pertama, penyelewengan dalam Tauhid, baik dalam tauhid rububiyyah dan asma’ wa sifat. Kedua, penyelewengan dalam bab Iman dan Qadar Ketiga, penyelewengan yang lain; meliputi terpengaruh pemikiran Ahli kalam dan tasawwuf.
Tak usah saya jelaskan panjang lebar tentang penyelewengan itu, toh isinya ya itu-itu saja. Intinya Imam as-Syatibi (w. 790 H) menyelisihi Ahlu as-Sunnah wa al-Jamaah dan termasuk Ahli Bid’ah dalam Aqidah, menurut ‘mereka’.
Selain Imam as-Syathibi (w. 790 H) yang dianggap melenceng dalam Aqidah dan telah berbuat bid’ah I’tiqadiy, ternyata ada beberapa ulama’ pakar bid’ah lain yang dianggap telah berbuat bid’ah juga; gara-gara beraqidah Asy’ari.
Dialah Abu Syamah Abu al-Qasim Syihabuddin Abdurrahman bin Isma’il bin Ibrahim al-Maqdisi (w. 665 H), beliau mengarang kitab dengan judul: al-Ba’its ‘ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits. Juga at-Thurtusi Muhammad bin Walid bin Muhammad bin Khalaf al-Andalusi al-Maliky (w. 520 H), beliau menulis kitab al-Hawadits wa al-Bida’. Kedua ulama’ itu dianggap menyimpang juga oleh Syeikh Nasir bin Hamd, karena beraqidah Asy’ari[10].
As-Syathibi (w. 790 H) termasuk ulama’ yang keras dalam membicarakan hukuman pelaku bid’ah. Nah, gimana ceritanya kalo Imam Syathibi sendiri malah dianggap bid’ah.
Tak taulah!
WaAllahu a’lam.
[1] As-Syathibi Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi (w. 790 H), al-I’tisham, (Riyadh: Dar Ibn Affan, 1412 H), h. 241-270
[2] Alawi bin Abdul Qadir as-Saqqaf, Mukhtashar Kitab al-I’tisham, (Dar al-Hijrah, 1418 H), h.6. Beliau adalah pemilik situs http://www.dorar.net.
[3] Said bin Nashir al-Ghamidi, Haqiqat al-Bid’ah wa Ahkamuha, (Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, t.t), juz 1, h. 215. Kitab ini ditulis dalam rangka tugas tesis di Jami’ah al-Imam Muhammad bin Saud Riyadh, Jurusan Syariah dan Ushuluddin konsentrasi Aqidah dan Madzhab, lulus tahun 1410 H
[4] Durus dari Syeikh Abu Ishaq al-Huwaini dengan judul: al-Bid’ah wa Atsaruha fi Mihnati al-Muslim, dipublikasikan di situs: www. Islamweb.net [5] As-Syathibi Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi (w. 790 H), al-I’tisham, h. 51
[6] Ibnu Taimiyyah Taqiyuddin Abu al-Abbas (w. 728 H), Majmu’ Fatawa, (Riyadh: Majma’ al-Malik Fahd, 1416 H), juz 18, h. 346
[7] Nasir bin Hamd al-Fahd, al-I’lam bi Mukhlafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham, (Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, 1420 H), h. 5
[8] Nasir bin Hamd al-Fahd, al-I’lam bi Mukhlafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham, h. 5
[9] Nasir bin Hamd al-Fahd, al-I’lam bi Mukhlafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham, h. 7
[10] Nasir bin Hamd al-Fahd, al-I’lam bi Mukhlafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham, h. 6 Untuk downlad kitab al-I’lam bi Mukhalafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham, klik: [http://www.waqfeya.com/book.php?bid=1842]
Source: www.rumahfiqih.com
Seorang tokoh disebut sebagai ahli tafsir biasanya karena ilmunya sangat banyak tentang tafsir. Dan seseorang disebut sebagai ahli hadits, biasanya karena memang keseharian hidupnya berbakti kepada hadits.
Sebagaimana juga al-Imam Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi al-Gharnathi, atau yang terkenal dengan nama Imam Syathibi (w. 790 H). Sepertinya beliau pantas disebut ahli bid’ah, dalam artian sebagai ulama’ yang concern dan ahli dalam berbicara tentang bid’ah, dalam kitabnya al-I’tisham.
Kitab al-I’tisham adalah kitab panduan dalam mengupas bid’ah. Terlebih bagi mereka yang menolak pembagian bid’ah menjadi lima hukum.
Imam Syathibi termasuk di antara mereka yang tidak sependapat dengan pembagian itu, beliau membantah pembagian bid’ah Imam as-Syafi’i (w. 204 H) dan Imam Izzuddin bin Abdussalam (w. 660 H)[1].
Pujian Ulama Terhadap Kitab al-I’tisham
Ulama’ yang saya maksudkan disini adalah para ulama’ yang tidak sependapat dengan adanya pembagian bid’ah Imam as-Syafi’i (w. 204 H). Mereka yang bisa dibilang getol memerangi bid’ah dan para pelakunya.
Syeikh Alawi bin Abdul Qadir as-Saqqaf menulis dalam muqaddimah kitabnya; Mukhtashar kitab al-I’tisham[2],
فإنَّ كتاب ((الاعتصام)) للإمام أبي إسحاق الشاطبي يُعَدُّ من أفضل ما أُلِّف في معنى البدعة وحَدِّها وذمِّ البدع وسوء منقلب أهلها، وأنواعها وأحكامها والفرق بينها وبين المصالح المرسلة وغير ذلك من مسائل تتعلق بالبدعة وأهلها..
Kitab I’tisham karya Imam Abu Ishaq as-Syathibi adalah kitab terbaik yang menjelaskan tentang bid’ah, tercelanya bid’ah, macam-macamnya, hukumnya, perbedaannya dengan mashalih mursalah.Dr. Said bin Nashir al-Ghamidi; seorang dosen Aqidah dan Madzhab modern Universitas King Khalid di Abha Arab Saudi memuji kitab al-I’tisham dalam kitabnya; Haqiqat al-Bid’ah wa Ahkamuha[3]:
أما كتاب الاعتصام للشاطبي: فهو العمدة في هذا الباب, والمورد لكل من تكلم في البدعة بعده….
Kitab I’tihsam karya as-Syatibi (w. 790 H) merupakan kitab pegangan dalam bab ini [pent: bid’ah], dan tempat kembali bagi siapa saja yang berbicara mengenai bid’ah…Syeikh Abu Ishaq al-Huwaini; salah seorang ulama’ salafy Mesir, murid pertama Syeikh Nasiruddin al-Albani (w. 1420 H) berkata:
وأنا أنصح بمطالعة كتاب: الاعتصام للإمام الشاطبي، وهذا الكتاب أولى أن يدرس في المساجد وأن يبسط..
Saya menyarankan mengaji kitab al-I’tisham karya Imam Syatibi (w. 790 H), kitab ini harusnya dikaji di masjid-masjid..[4]Para asatidz Nusantara Indonesia raya, tak sedikit juga yang menukil kitab al-I’tisham ini, karena kitab al-I’tisham inilah panduan mengenal bid’ah yang dianggap cocok dengan mereka, diantaranya penolakan terhadap pembagian bid’ah.
Bid’ah Menurut Ibnu Taimiyyah (w. 728 H)
Jika bid’ah menurut as-Syatibi[5] adalah:
طريقة في الدين مخترعة، تضاهي الشرعية، يقصد بالسلوك عليها ما يقصد بالطريقة الشرعية
Sebuah jalan/ metode yang dibuat-buat ysng disandarkan kepada agama, sehingga menyerupai syariah, yang dikerjakan dengan maksud untuk menjadikannya tata-agama.Maka pengertian bid’ah menurut Ibnu Taymiyyah (w. 728 H) adalah:
والبدعة: ما خالفت الكتاب والسنة أو إجماع سلف الأمة من الاعتقادات والعبادات
Bid’ah adalah sesuatu yang menyelisihi al-Quran, as-Sunnah dan Ijma para Salaf; baik dalam i’tiqad maupun ibadah[6].Ibnu Taymiyyah (w. 728 H) menegaskan bahwa bid’ah masuk dalam i’tiqad/aqidah dan ibadat.
Bagaimana dengan Aqidah as-Syathibi?
Pada awalnya saya menyangka Imam as-Syatibi (w. 790 H), secara aqidah memang seperti para masyayikh yang saya sebutkan diatas. Ternyata anggapan saya keliru.
Setelah akhirnya saya mengetahui kitab berjudul cukup spektakuler cetar membahana: “al-I’lam bi Mukhalafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham” pemberitahuan tentang penyelewangan kitab al-Muwafaqat dan al-I’tisham.
Kitab ini ditulis oleh Syeikh Nasir bin Hamd al-Fahd, seorang ulama’ kelahiran Riyadh tahun 1388 H, lulusan Universitas al-Imam dan termasuk murid dari Syeikh Abdul Aziz ar-Rajihi dan Syeikh Abdul Aziz Alu Syeikh.
Diawal memang Syeikh Nasir bin Hamd memuji kitab as-Syatibi, baik al-Muwafaqat atau al-I’tisham. As-Syathibi dianggap orang pertama yang menjelaskan Maqashid Syari’ah dalam kitab al-Muwafaqat, dan orang pertama yang menformulasikan kaidah bid’ah dalam kitabnya al-I’tisham[7].
Tapi, akhirnya beliau tau bahwa:
والحقيقة التي تظهر لكل من يقرأ كتابيه هذين أنه أشعري المعتقد في باب الصفات والقدر والإيمان وغيرها، ومرجعه في أبواب الاعتقاد هي كتب الأشاعرة
Ternyata setelah membaca dua kitab as-Syathibi [al-Muwafaqat dan al-I’tisham], dapat disumpulkan bahwa beliau beri’tiqad Asy’ari dalam bab asma’ dan sifat, bab qadar, iman dan lain sebagainya. Kebanyakan rujukannya dalam bab aqidah adalah kitab-kitab Asyairah[8].Masih di halaman yang sama, Syeikh Nasir bin Hamd melanjutkan:
ولكنه مع ذلك وقع في بدع الأشاعرة والمتكلمين الاعتقادية في الصفات والقدر وغيرها
Sikap as-Syathibi dalam bid’ah amaliyyah memang bagus. Tapi, sayangnya beliau terjatuh dalam BID’AH Asya’irah; dalam asma’ sifat, qadar dan lainnya. Nah loo!Bid’ah Sebagaimana Pengertian Ibnu Taymiyyah (w. 728 H)
Jika kita memakai pengertian Ibnu Taimiyyah, bahwa bid’ah masuk dalam ranah ibadah dan i’tiqad maka sepertinya Imam as-Syathibi (w. 790 H) tergolong ahli bid’ah menurut versi ‘mereka’.
Benar saja, Syeikh Nasir bin Hamd menuliskan tentang alasan menulis kitabnya:
قمت بتقييد مخالفاته لمعتقد أهل السنة والجماعة ورأيت أن أخرجها نصيحة للأمة،وإتماماً للمنفعة
Saya ingin menunjukkan penyimpangannya [as-Syathibi: pent] terhadap AQIDAH AHLU AS-SUNNAH WA AL-JAMA’AH sebagai nasehat kepada ummat[9].Jadi memang, Aqidah Imam as-Syathibi (w. 790 H) dianggap menyimpang dari Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah dan termasuk pelaku bi’dah juga. Bahkan bid’ahnya tak hanya dalam ibadah, tapi dalam ranah Aqidah.
Pakar Bid’ah yang dianggap Ahli Bid’ah
Imam Syathibi dianggap menyimpang dari Aqidah Ahlu as-Sunnah dalam beberapa hal, sebagaimana ditulis oleh Syeikh Nasir bin Hamd;
Pertama, penyelewengan dalam Tauhid, baik dalam tauhid rububiyyah dan asma’ wa sifat. Kedua, penyelewengan dalam bab Iman dan Qadar Ketiga, penyelewengan yang lain; meliputi terpengaruh pemikiran Ahli kalam dan tasawwuf.
Tak usah saya jelaskan panjang lebar tentang penyelewengan itu, toh isinya ya itu-itu saja. Intinya Imam as-Syatibi (w. 790 H) menyelisihi Ahlu as-Sunnah wa al-Jamaah dan termasuk Ahli Bid’ah dalam Aqidah, menurut ‘mereka’.
Selain Imam as-Syathibi (w. 790 H) yang dianggap melenceng dalam Aqidah dan telah berbuat bid’ah I’tiqadiy, ternyata ada beberapa ulama’ pakar bid’ah lain yang dianggap telah berbuat bid’ah juga; gara-gara beraqidah Asy’ari.
Dialah Abu Syamah Abu al-Qasim Syihabuddin Abdurrahman bin Isma’il bin Ibrahim al-Maqdisi (w. 665 H), beliau mengarang kitab dengan judul: al-Ba’its ‘ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits. Juga at-Thurtusi Muhammad bin Walid bin Muhammad bin Khalaf al-Andalusi al-Maliky (w. 520 H), beliau menulis kitab al-Hawadits wa al-Bida’. Kedua ulama’ itu dianggap menyimpang juga oleh Syeikh Nasir bin Hamd, karena beraqidah Asy’ari[10].
As-Syathibi (w. 790 H) termasuk ulama’ yang keras dalam membicarakan hukuman pelaku bid’ah. Nah, gimana ceritanya kalo Imam Syathibi sendiri malah dianggap bid’ah.
Tak taulah!
WaAllahu a’lam.
[1] As-Syathibi Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi (w. 790 H), al-I’tisham, (Riyadh: Dar Ibn Affan, 1412 H), h. 241-270
[2] Alawi bin Abdul Qadir as-Saqqaf, Mukhtashar Kitab al-I’tisham, (Dar al-Hijrah, 1418 H), h.6. Beliau adalah pemilik situs http://www.dorar.net.
[3] Said bin Nashir al-Ghamidi, Haqiqat al-Bid’ah wa Ahkamuha, (Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, t.t), juz 1, h. 215. Kitab ini ditulis dalam rangka tugas tesis di Jami’ah al-Imam Muhammad bin Saud Riyadh, Jurusan Syariah dan Ushuluddin konsentrasi Aqidah dan Madzhab, lulus tahun 1410 H
[4] Durus dari Syeikh Abu Ishaq al-Huwaini dengan judul: al-Bid’ah wa Atsaruha fi Mihnati al-Muslim, dipublikasikan di situs: www. Islamweb.net [5] As-Syathibi Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi (w. 790 H), al-I’tisham, h. 51
[6] Ibnu Taimiyyah Taqiyuddin Abu al-Abbas (w. 728 H), Majmu’ Fatawa, (Riyadh: Majma’ al-Malik Fahd, 1416 H), juz 18, h. 346
[7] Nasir bin Hamd al-Fahd, al-I’lam bi Mukhlafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham, (Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, 1420 H), h. 5
[8] Nasir bin Hamd al-Fahd, al-I’lam bi Mukhlafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham, h. 5
[9] Nasir bin Hamd al-Fahd, al-I’lam bi Mukhlafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham, h. 7
[10] Nasir bin Hamd al-Fahd, al-I’lam bi Mukhlafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham, h. 6 Untuk downlad kitab al-I’lam bi Mukhalafat al-Muwafaqat wa al-I’tisham, klik: [http://www.waqfeya.com/book.php?bid=1842]
Source: www.rumahfiqih.com
قاعدةُ
بياناتٍ لمكتبة ضخمة تحوي آلافَ الكتُب تمَّ تصنيفها موضوعيًّا، يمكن
البحثُ فيها من خلال محرِّك بحث سريع بعنوان الكتاب، أو المؤلِّف، أو
التصنيف الموضوعي، وتشمل نتيجةُ...
dorar.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar