Selasa, 16 Juni 2015

Kitab Bihar al-Anwar - ini kitab Syi'ah

Buat pengetahuan saja.... ingat ini kitab orang syi'ah

bihar
Cover kitab Bihar al-Anwar
Dalam rubrik Liputan berjudul ‘Bedah Ilmiah Bercita Rasa Takfiri‘, disebutkan bahwa dua narasumber menyebut-nyebut kitab Biharul Anwar sebagai dalil kesesatan Syiah.
Sebenarnya apakah kitab Biharul Anwar itu? Dalam kesempatan ini kami salin tulisan dari cendekiawan muslim asal Sumut, Candiki Repantu.
—-
Mengenal Biharul Anwar
Imam Muhammad al-Baqir berkata : Rasulullah saaw bersabda kepada Amirul Mukminin Ali as, ‘catatlah apa-apa yang kukatakan kepadamu’. Dan Imam Ali sendiri mengatakan “ikatlah ilmu” (dengan menuliskannya), yang diulangnya sampai dua kali (al-Baghdadi,Taqyid al-Ilmi, 1974: 89). Sedangkan Imam Hasan putera Ali as memberikan nasehat : “…Pelajarilah ilmu! dan siapapun di antara kamu yang tak sanggup menghapal ilmu (yaitu hadis), catatlah dan peliharalah hadis itu di rumahmu”. Berikutnya, Imam Ja’far Shadiq as berkata :”Tulis dan sebarkan ilmumu di antara saudaramu. Jika kamu mati, maka anak–anakmu akan mewarisi kitab–kitabmu. Kelak, akan tiba suatu masa yang di dalamnya terjadi kekacuan dan orang-orang tidak lagi memiliki sahabat yang melindungi dan tak ada penolong kecuali buku-buku.” Beliau juga menyatakan: “peliharalah buku–bukumu,karena suatu saat kalian akan membutuhkannya” (Al-Majlisi, Bihar Al-Anwar jilid 2, 1983: 152). Riwayat-riwayat ini menunjukkan perhatian yang luar biasa dari Nabi saaw, Imam Ali as dan keturunannya untuk menjaga hadis-hadis mereka dalam bentuk kitab-kitab dan tulisan, bukan sekedar menghapalnya.
Allamah Syaikh al-Islam Muhammad Baqir bin Muhammad Taqi al-Majlisi (1027-1110 H) menyambut seruan Nabi dan Imamnya tersebut, yakni menulis dan mengikat ilmu menjadi kitab yang berharga serta menjaganya. Untuk itu ia berusaha keras selama mengumpulkan khazanah keilmuan Ahlul Bait yang tersampaikan melalui pesan-pesan manusia suci yang kemudian beliau tulis dengan tekun selama bertahun-tahun sehingga menghasilkan suatu tumpukan kitab yang sangat tebal yang diberi judul Bihar al-Anwar al-Jami’atu li Durari Akhbar al-Aimmati al-Athhar, yang biasa disingkat dengan nama Bihar al-Anwar.
Sebagaimana judulnya, Bihar al-Anwar, maka kitab ini menjadi lautan ilmu para pencarinya yang disusun dan dikumpulkan berdasarkan riwayat-riwayat para maksumin. Perlu diketahui bahwa makna hadist dalam terminologi syiah secara umum adalah segala sesuatu, baik perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik dan kepribadian, atau sirah, yang dinisbatkan kepada 14 manusia maksum tersebut yakni Nabi Muhammad saaw, Sayidah Fatimah Zahra as dan dua belas imam syiah (yang dikenal juga dengan sebutan ahlul bait Nabi saaw).
Seperti disebutkan di dalam Muqaddimah  kitab tersebut bahwa Allamah Al-Majlisi melakukan kerja keras untuk menyusun kitab ini karena dimotivasi untuk menghidupkan peninggalan khazanah keilmuan ahlul bait agar dapat diwarisi oleh umat manusia sepanjang zaman. Beliau menjelaskan bahwa dimasanya banyak terdapat buku-buku para ulama syiah yang sangat berharga, dan beliau merasa khawatir serta prihatin dengan karya-karya agung ulama syiah tersebut akan hilang karena berbagai sebab, maka beliau pun bertekad mengumpulkan berbagai karya-karya ulama syiah dan menjaga transkrip-transkripnya serta menggandakannya.
Setelah terkumpul cukup banyak, maka beliau mulai berpikir untuk mempermudah pencarian hadis-hadis tersebut, beliau berkeinginan menyusun indeks tentang hadis-hadis tersebut, sehingga para pengkaji dan peneliti mendapatkan hikmah yang luar biasa dari karya-karya tersebut. Maka mulailah beliau menyusun indeks kitab-kitab hadis yang terkenal sampai sepuluh jilid. Tapi kemudian beliau menyadari bahwa penulisan indeks tidak bermanfaat tanpa memiliki karya-karya secara lengkap yang dibuat indeksnya tersebut. Karena setiap orang yang hendak menggunakan indeks tersebut, ia harus seperti beliau dalam menyiapkan sebuah transkrip dari kitab-kitab syiah dengan rangkaian nomor bab-bab dan hadis-hadisnya untuk dapat mengambil manfaat dari indeks tersebut. Selain itu, muncul kekhawatiran di benak beliau, bisa saja setelah masanya, kitab-kitab karya agung ulama-ulama syiah tersebut yang telah dikumpulkannya akan lenyap, terbakar, atau musnah karena berbagai hal. Untuk itu, beliau pun berpikir untuk menyusun sebuah kitab yang menghimpun secara utuh isi dan riwayat-riwayat dari karya-karya ulama syiah tersebut.
Berdasarkan pemikiran itu, akhirnya beliau memutuskan untuk menyusun sebuah kitab ensiklopedi (jami’) dengan nama Bihar al-Anwar sebagai ganti dari penulisan indeks dan penomoran hadis. Dalam kitabnya ini beliau menyusun tema-tema besar disertai bab-bab yang di dalamnya tercantum hadis-hadis yang berkenaan dengan tema tersebut yang diambil dari berbagai karya-karya ulama syiah tersebut. Diantara kitab-kitab yang dikumpulkannya dan dijadikan rujukan oleh beliau adalah kitab-kitab karya Syaikh Shaduq seperti Uyun Akhbar al-Ridha, Ilal as-Sara’iy, Ikmaluddin wa Itmam an-Ni’mah, at-Tauhid, al-Khisal, al-Amali, Tsawab al-A’mal, Ma’ani al-Akhbar, al-Hidayah, Risalah al-Aqaid, Shifat as-Syiah, Fadhail as-Syiah.
Begitu juga beliau merujuk kitab-kitab Syaikh Mufid seperti al-Irsyad, al-Majalis, an-Nushush, al-Ikhtishash, al-Muqni’ah, al-Uyun wa al-Mahasin, Ajwibah al-Masail as-Sarwiyah al-Akbariyah, Syarah Aqaid as-Shaduq. Beliau juga merujuk pada karya-karya Syaikh Thusi diantaranya al-Ghaibah, al-Majalis atau al-Amali, al-Mishbah al-Kabir, al-Misbah as-Shaghir, al-Khilaf, al-Mabsuth, an-Nihayah, al-Fihrist, al-Rijal, Tafsir at-Tibyan, Talkhis as-Syafi, al-Idah fi ushul Fiqh, al-Iqtishad.
Selain itu beliau juga merujuk kitab karya-karya ulama  besar syiah lainnya seperti Kitab al-Imamah wa at-Tabshirah karya Syaikh Ali bin Hasain Babawaih al-Qummi, Kitab Bashair ad-Darajat karya Muhammad bin Hasan as-Shaffar, Kitab Kamil az-Ziarah karya al-Qawlawih, Kitab al-Mahasin wa al-Adab karya Ahmad al-Barqi, Kitab Tafsir Iyyasi, Kitab Tafsir al-Qummi, Tafsir Imam Hasan Askari, Kitab al-Raudhah al-Waidzin karya Syaikh Muhammad bin Ali al-Farisi, Tafsir Majma al-Bayan karya at-Thabarsyi, Kitab al-Manaqib, kitab Ma’alim Ulama, Bayan wa Tanzil, dan Risalah Mutasyabah al-Quran semuanya karya  Ali bin Syahr Asyub, Kitab Tuhaf al-Uqul karya Hasan bin Ali bin Syu’bah, dan puluhan kitab-kitab lainnya karya ulama-ulama syiah yang tidak mungkin disebukan satu persatu di sini (lengkapnya lihat Bihar al-Anwar jilid 1 hal. 6-25).
Meskipun menjadikan karya-karya ulama syiah sebagai standar penulisan, bukan berarti Allamah Al-Majlisi tidak merujuk kepada karya-karya selainnya. Pada bagian sejarah kita bisa saksikan bagaimana Al-Majlisi membawakan hadis-hadis yang diambil dari kitab-kitab ahlussunnah. Begitu pula, pada bagian i’tiqadat (akidah), khususnya bagian imamah, juga banyak mengutip perkataan-perkataan kelompok non syiah yang menentangnya dan Al-Majlisi pun memberikan tanggapan dan membawakan berbagai jawaban dari para ulama syiah. Selain itu pada bagian al-Sama wa al-‘Alam telah disebutkan perkataan para hukama (filosof) dan para tabib juga aplikasi berbagai pendapat mereka dengan riwayat.
Berdasarkan keterangan Allamah al-Majlisi, Bihar al-Anwar terdiri dari 25 jilid kitab sebagai berikut (lihat Bihar al-Anwar jilid 0 : 41-44 dan jilid 1 : 80) :
  1. Kitab al-Aql wa al-Ilm wa al-Jahl di dalamnya terdapat 40 bab
  2. Kitab Tauhid di dalamnya terdapat 31 bab
  3. Kitab al-Adl wa al-Ma’ad di dalamnya terdapat 59 bab
  4. Kitab al-Ihtijajat wa al-Munazharat wa Jawami’ al-Ulum di dalamnya terdapat 83 bab
  5. Kitab Qashash al-Anbiya 83 bab
  6. Kitab Tarikh Nabiyina wa Ahwalihi saaw di dalamnya terdapat 72 bab
  7. Kitab al-Imamah wa Fihi Jawami’ Ahwalihim as di dalamnya terdapat 150 bab
  8. Kitab al-Fitan wa Fihi Ma Jara Ba’da al-Nabiyi saaw min Ghashb al-Khilafati wa Ghazawati Amir al-Mukminin as di dalamnya terdapat 62 bab
  9. Kitab Tarikh Amir al-Mukminin as wa Fadhailihi wa Ahwalihi 128 bab
  10. Kitab Tarikh Fathimah wa al-Hasan wa al-Husain sa wa Fadhailihim wa Mu’jizatihim di dalamnya terdapat 50 bab
  11. Kitab Tarikh Ali bin al-Husain wa Muhammad ibn Ali al-Baqir wa Ja’far ibn Muhammad al-Shadiq wa Musa ibn Ja’far al-Kadzim sa wa Fadhailihim wa Mu’jizatihim di dalamnya terdapat 46 bab
  12. Kitab Tarikh Ali ibn Musa al-Ridha wa Muhammad ibn Ali al-Jawad wa Ali ibn Muhammad al-Hadi wa al-Hsan ibn Ali al-Askari wa Ahwalihim wa Mu’jizatihim sa di dalamnya terdapat 34 bab
  13. Kitab al-Ghaibah wa Ahwal al-Hujjah al-Qaim sa di dalamnya terdapat 34 bab
  14. Kitab al-Sama’ wa al-‘Alam wa Huwa Yasytamilu ‘ala Ahwal al-‘Arsyi wa al-Kursyi wa al-Aflaki wa al-Anashiri wa al-Mawalidi wa al-Malaikati wa al-Jinni wa al-Insi wa al-Wuhusyi wa al-Thuyuri wa sair al-Hayawanati wa Fihi Abwab al-Shaid wa al-Dzibahah wa Abwab al-Thibb di dalamnya terdapat 210 bab
  15. Kitab al-Imani wa al-Kufri wa al-Makarim al-Akhlak di dalamnya terdapat 180 bab
  16. Kitab al-Adabi wa al-Sunani wa al-Awamiri wa al-Nawahi wa al-Kabairi wa al-Ma’ashi wa Fihi Abwab al-Hudud 107 bab
  17. Kitab al-Rudhati wa Fihi al-Mawaizhu wa al-Hikamu wa al-Khutab di dalamnya terdapat 73 bab
  18. Kitab al-Thaharah wa al-Shalah di dalamnya terdapat 221 bab
  19. Kitab al-Qur’an wa al-Du’a di dalamnya terdapat 261 bab
  20. Kitab al-Zakah wa al-Shaum wa fihi A’mal al-Sanati di dalamnya terdapat 122 bab
  21. Kitab al-Hajj di dalamnya terdapat 84 bab
  22. Kitab al-Mazar di dalamnya terdapat 64 bab
  23. Kitab al-Uqud wa al-Iqa’at di dalamnya terdapat 130 bab
  24. Kitab al-Ahkam di dalamnya terdapat 48 bab
  25. Kitab al-Ijazat.
Sebagaimana terlihat dalam judul bab-bab di atas, maka Bihar al-Anwar mencakup hadis-hadis di bidang ilmu dan agama seperti akidah, tarikh, adab, fikih, tafsir, hikmah, irfan, falsafah, akhlak, zikir, doa, perlindungan, pengobatan, azimat, hiriz, dan wirid-wirid. Pada sebagian jilidnya terdapat penjelasan seputar riwayat-riwayat yang musykil dan mempertemukan hadis-hadis yang kontradiktif. Pada bagian ini terlihat kepiawaian beliau dalam bidang sastra, tafsir, hikmah dan kalam.
Oleh karena itu, perlu diketahui, kitab Bihar al-Anwar bukan kitab hadis semata, sekalipun materi pokoknya adalah hadis dan riwayat. Akan tetapi, sebagaimana yang telah disebutkan, Allamah al-Majlisi, dalam kitab besarnya itu juga mengungkapkan berbagai perkataan ulama di bidang tarikh, kalam, hikmah, kedokteran, dan lainya.
Kitab ini beberapa kali di cetak dan diterbitkan. Dulu diterbitkan dalam 25 jilid besar, tetapi karena terlalu tebal dan besar sehingga tentu saja menyulitkan penyimpanan dan membawanya pada saat ini, maka belakangan kitab ini diterbitkan dengan cetakan lebih kecil dan membagi-baginya sehingga menjadi 110 jilid ditambah dengan jilid 0 (jilid shifr) yang menjelaskan tentang keadaan kitab tersebut. Selain itu, cetakan belakangan ini telah disertai dengan tahkik, muqabalah, tashih, dan taklikat yang sangat bermanfaat oleh sekelompok ulama seperti Sayid Ibrahim Miyanji, Sayid Muhammad Mahdi Musawi Khurasani, Sayid Hidayatullah Mustarhimi, Ali Akbar Ghaffari, dan Muhammad Baqir Bahbudi.
Seperti halnya dalam ahlussunnah, di dalam perspektif syi’ah, hadits juga dibagi menjadi dua jenis, yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad. Hadist mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang atau banyak perawi pada setiap tingkatan yang mana tidak mungkin mereka seluruhnya sengaja berbohong dan salah. Hadist mutawatir merupakan hujjah dan landasan yang kuat dalam ajaran Islam. Sedangkan hadist ahad adalah hadist yang tidak mencapai derajat mutawatir, yang diriwayatkan oleh satu orang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat periwayatan berurutan oleh orang banyak. Syiah menyatakan bahwa selama para perawi khabar wahid adil dan jujur semuanya, maka hadits yang mereka riwayatkan itu dapat digunakan sebagai hujjah. Hal ini telah sesuai dengan al-Quran, sunnah, ijma’ dan akal.
Adapun pembagian hadits berdasarkan pada kualitas perawinya, maka di bagi pada empat bagian.
  1. Shahih, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh seorang penganut syi’ah Imamiah yang telah diakui keadilannya dan dengan jalan yang shahih.
  2. Hasan, yaitu jika rawi yang meriwayatkannya adalah seorang syi’ah Imamiah yang terpuji, tidak ada seorangpun yang jelas mengecamnya atau secara jelas mengakui keadilannya.
  3. Muwatsaq, yaitu jika rawi yang meriwayatkannya adalah bukan syiah, tetapi diakui sebagai orang yang tsiqat dan terpercaya dalam periwayatan.
  4. Dha’if, yaitu hadis yang tidak mempunyai kriteria-kriteria tiga kelompok hadis di atas, seperti misalnya sang rawi tidak menyebutkan seluruh rawi yang meriwayatkan hadist kepadanya. (Ada juga yang menyabutkan lima bagian yaitu shahih, hasan, muwatsaq, qawi (kuat), dan dhaif)
Hadist shahih, hasan, dan muwatsaq dengan syarat-syaratnya adalah hujjah menurut mayoritas kesepakatan ulama syi’ah. Sedangkan hadist dhaif, tidak dapat dijadikan hujjah (al-Ghuraify, Qawa’id al-Hadist, hal. 22-30)
Hal yang perlu dicermati adalah bahwa karena sejak awalnya tujuan Allamah Al-Majlisi dalam menyusun kitab Bihar al-Anwar ini hanyalah untuk mengumpulkan hadis-hadis dan menjaga kitab-kitab karya para ulama syiah dari kepunahan dan untuk mempermudah para pengkaji untuk mencari hadis-hadisnya, maka kitab ini tidak disertai dengan penilaian kualitas hadis. Artinya, Allamah Al-Majlisi dalam hal ini, hanya kembali menuliskan saja apa yang tertulis di kitab-kitab karya ulama syiah tersebut tanpa melakukan penilaian apakah hadis itu shahih, hasan, muwatsaq, atau dhaif. Karena itu bisa dipastikan, di dalam kitab Bihar al-Anwar ini terdapat hadis-hadis yang berkualitas shahih, hasan, muwatsaq dan juga dhaif di berbagai babnya. Jadi, Allamah al-Majlisi sendiri sebagai pengarang kitab tersebut dan ulama-ulama syiah lainnya tidak memandang hadis-hadis di dalam kitab Bihar al-Anwar ini sahih semuanya dan dapat dijadikan hujjah. Ulama-ulama syiah belakangan telah menguji dan mengoreksi hadis-hadisnya, sehingga mereka mengetahui mana yang shahih dan mana yang dhaif, mana yang dapat dijadikan hujjah dan mana yang tidak.
Karena itu, menggunakan kitab Bihar al-Anwar sebagai hujjah haruslah memperhatikan penilaian kualitas hadisnya, sehingga tidak sembarangan digunakan dengan alasan tercatat di kitab tersebut, sebagaimana dilakukan sekelompok orang yang suka menyesatkan atau mengkafirkan syiah (kelompok takfiri) dalam berbagai publikasi tulisan maupun dalam seminar-seminar atau diskusi-diskusi yang mereka lakukan. Dengan serampangan, mereka mudah melontarkan label sesat atau kafir kepada syiah, hanya karena membaca beberapa hadis di dalam kitab Bihar al-Anwar yang mereka anggap berisi ajaran-ajaran sesat tanpa melakukan penelitian yang memadai atas hadis-hadis bahkan tanpa memahami dengan baik maksud dan maknanya. Cara-cara seperti itu adalah cara-cara yang jauh dari sikap ilmiyah dan tentu saja bisa menjadi fitnah karena melakukan penyesatan informasi. Dengan mengetahui hal ini, mudah-mudahan kita tidak terjebak dalam propaganda kaum takfiri yang ingin memecah umat persatuan Islam dengan menggunakan cara-cara yang manipulatif dan disinformatif. Semoga!

بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار

كتاب: بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار
تأليف: العلامة محمد باقر المجلسي
الناشر: احياء الكتب الإسلامية
عدد الصفحات: 222+337+353+720+375+817+751+727+837+838+706+720+640+592+479+311+481+657+553+614+685+648+750+373+460+601+561+558+798+576+238+472+313+136+362=
19,261
الحجم: 901 MB



التحميل (روابط مباشرة) :

(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - المقدمة والفهرس - ج00)

(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ01، العقل والعلم والجهل - ج01،ج02)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ02، التوحيد - ج03،ج04)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ03، العدل والمعاد - ج05-08)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ04، الإحتجاج - ج09،ج10)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ05، قصص الأنبياء - ج11-14)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ06(1)، تأريخ نبينا وأحواله (ص) - ج15-18)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ06(2)، تأريخ نبينا وأحواله (ص) - ج19-22)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ07، الإمامة - ج23-27)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ08(1)، الفتن والمحن - ج28-31)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ08(2)، الفتن والمحن - ج32-34)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ09(1)، تأريخ أميرالمؤمنين (ع) - ج35-38)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ09(2)، تأريخ أميرالمؤمنين (ع) - ج39-42)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ10، تأريخ فاطمة والحسن والحسين (ع) - ج43-45)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ11، تأريخ الإمام السجاد والباقر والصادق والكاظم (ع) - ج46-48)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ12، تأريخ الإمام الرضا والجواد والهادي والعسكري (ع) - ج49-50)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ13، الغيبة وأحوال الحجة (ع) - ج51-53)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ14(1)، السماء والعالم - ج57-60)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ14(2)، السماء والعالم - ج60-63)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ14(3)، السماء والعالم - ج64-66)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ15(1)، الايمان والكفر - ج67-70)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ15(2)، الايمان والكفر - ج70-73)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ16، الأّداب والسنن - ج74،75،76،79)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ17، الروضة - ج77،78)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ18(1)، الطهارة - ج80-82)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ18(2)، الصلاة - ج82-85)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ18(3)، الصلاة - ج85-88)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ18(4)، الصلاة - ج89-91)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ19، القرآن والدعاء - ج92-95)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ20، الزكاة والصوم - ج96-98)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ21، الحج - ج99-100)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ22، المزار - ج100-102)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ23، العقود والايقاعات - ج103،104)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ24، الأحكام - ج104)
(بحار الأنوار، الجامعة لدرر أخبار الأئمة الأطهار - الشيخ محمد باقر المجلسي - كـ25، الاجازات - ج105-110)

جميع الأجزاء بملف مضغوط 

Buat pengetahuan saja ini kitab syi'ah

Muhammad al-Baqir bin Ali bin Husain (676743), (Bahasa Arab: محمد ألباقر إبن علي) adalah imam ke-5 dalam tradisi Islam Syi'ah Imamiyah, sedangkan menurut Ismailiyah, ia merupakan imam ke-4. Dia lahir pada tanggal 1 Rajab 57 Hijriyah, di Madinah. Ayahnya adalah Imam Ali Zainal Abidin dan ibunya adalah Fatimah binti Hasan bin Ali. Dia mendapatkan penghormatan yang tinggi di kalangan Sunni karena pengetahuan agamanya.

Imam Muhammad Al-Baqir as

Nama : Muhammad

Gelar : Al-Baqir

Julukan : Abu Ja'far

Ayah : Ali Zainal Abidin

lbu : Fatimah binti Hasan

Tempat/Tgl Lahir : Madinah, 1 Rajab 57 H.

Hari/Tgl Wafat : Senin, 7 Dzulhijjah 114 H.

Umur : 57 Tahun

Sebab Kematian : Diracun Hisyam bin Abdul Malik

Makam : Baqi’, Madinah

Jumlah Anak : 8 orang; 6 laki-laki dan 2 perempuan

Anak Laki-laki : Ja’far Shodiq, Abdullah, Ibrahi, Ubaidillah, Reza, Ali

Anak Perempuan : Zainab, Ummu Salamah

Riwayat Hidup

    Keimamahan Muhammad Al-Baqir, dimulai sejak terbunuhnya Ali Zainal Abidin a.s. melalui racun yang mematikan. Beliau merupakan orang pertama yang nasabnya bertemu antara Imam Hasan dan Imam Husein yang berarti beliau orang pertama yang bernasab kepada Fatimah Az-Zahra’, sekaligus dan pihak ayah dan ibu.

    Selama 34 Tahun beliau berada dalam perlindungan dan didikan ayahnya, Ali Zainal Abidin a.s. Selama hidupnya beliau tinggal di kota Madinah dan menggunakan sebagian besar waktunya untuk beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah SWT serta membimbing masyarakat ke jalan yang lurus.

    Mengenal keilmuan dan ketaatannya, kita semak kata-kata lbnu Hajar al-Haitami, seorang ulama sunni yang mengatakan: "Imam Muhammad AL-Baqir telah menyingkapkan rahasia-rahasia pengetahuan dan kebijaksanaan, serta membentangkan prinsip-prinsip spiritual dan agama. Tak seorangpun dapat menyangkal keperibadiannya yang mulia, pengetahuan yang diberikan Allah, kearifan yang dikaruniakan oleh Allah dan tanggung jawab serta rasa syukurnya terhadap penyebaran pengetahuan. Beliau adalah seorang yang suci dan pemimpin spiritual yang sangat berbakat. Dan atas dasar inilah beliau terkenal dengan gelar al-baqir yang berarti pengurai ilmu. Beliau baik hati, bersih dalam keperibadian, suci jiwa, dan bersifat mulia. Imam mencurahkan seluruh waktunya dalam ketaatan kepada Allah (dan mempertahankan ajaran-ajaran nabi suci dan keturunannya). Adalah di luar kekuasaan manusia untuk menghitung pengaruh yang mendalam dan ilmu dan bimbingan yang diwariskan oleh Imam pada hati orang-orang beriman. Ucapan-ucapan beliau tentang kesalehan, pengetahuan dan kebijaksanaan, amalan dan ketaatan kepada Allah, begitu banyak sehingga isi buku ini sungguh tidak cukup untuk meliput semuanya itu".

    Beliau menipakan salah seorang imam yang bidup di zaman yang bukan zaman Rasullah s.a.w, namun jauhnya jarak waktu antara beliau dan Rasulullah bukan merupakan atasan untuk merasa jauh dengan beliau s.a.w. Diriwayatkan: "Suatu kali Jabir bin Abdullah al-Anshori bertanya kepada Rasulullah s.a.w: Ya Rasulullah, siapakah imam-imam yang dilahirkan dan Ali bin Abi Thalib? Rasulullah s.a.w menjawab, Al-Hasan dan Al-Husein, junjungan para pemuda ahli surga, kemudian junjungan orang-orang yang sabar pada zamannya, Ali ibn al-Husein, lalu al-Baqir Muhammad bin Alî, yang kelak engkau ketahui kelahirannya, Wahai Jabir. Karena itu, bila engkau nanti bertemu dengannnya, sampaikanlah salamku kepadanya".

    Mengenai situasi pemerintahan yang terjadi di zaman beliau, dua tahun pertama dipimpin oleh Al-Walid bin Abdul Malik yang sangat memusuhi keluarga nabi dan dialah yang memprakarsAl pembunuhan Ali Zainal Abidin a.s. Dua tahun berikutnya beliau juga hidup bersama raja Sulaiman bin Abdul Malik yang sama jahat dan durjananya dengan selainnya, yang seandainya dibandingkan maka dia jauh lebih bejat dari penguasa Bani Umayyah yang sebelumnya. Kemudian tampuk kepemimpinan berpindah ke tangan Umar bin Abdul Aziz, seorang penguasa Bani Umayyah yang bijaksana dan lain dari selainnya. Beliaulah yang menghapus kebiasaan melaknat Imam Ali bin Abi Thalib di setiap mimbar Jum'at, yang diprakarsai oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan telah berjalan kurang lebih 70 tahun. Beliau pula yang mengembalikan tanah Fadak kepada Ahlu Bait Nabi yang pada waktu itu diwakili Imam Muhammad aL-Baqir (AL-Khishal. Jilid 3. Najf Al-Asyraf). Namun sayang beliau tidak berumur panjang dan pemerintahannya hanya berjalan tidak lebih dari dua tahun lima bulan. Pemerintahan kemudian beralih ke tangan seorang pemimpin yang laim yaitu Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan.

    Pemerintahan Hisyam diwarnai dengan kebejatan moral serta pengejaran dan pembunuhan terhadap para pengikut Ahlu Bait. Zaid bin Ali seorang keluarga rasul yang Alim dan syahid gugur di zaman ini. Hisyam kemudian memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan markas-markas Islam yang dipimpin oleh Imam Baqir a.s. Salah seorang murid Imam al-Baqir yang bernama Jabir al-Ja'fi juga tidak luput dari sasaran pembunuhan. Namun, demi keselamatannya Imam Muhammad al-Baqir menyuruhnya agar pura-pura gila. Beliau pun menerima saran dari Imam dan selamat dari ancaman pembunuhan, karena penguasa setempat mengurungkan niatnya setelah yakin bahwa Jabir benar-henar gila.

    Ketika semua makar dan kejahatan yang telah ditempuh untuk menjatuhkan Imam Muhammad AL-Baqir tidak berhasil, sementara orang-orang semakin yakin akan keimamahannya, maka Bani Umayyah tidak punya alternatif lain kecuali pada tanggal 7 Zulhijjah 114 H, ketika Imam Baqir berusia 57 tahun, Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan si penguasa yang zalim, menjadikan imam syahid dengan meracuninya, dan jenazahnya dibaringkan di Jannatul Baqi' Madinah.

    Ahlul Bait Nabi s.a.w berguguran satu demi satu demi mengharap ridha dari Allah SWT. Semoga salam dilimpahkan kepada mereka ketika mereka dilahirkan, di saat mereka berangkat menghadap Tuhannya, dan saat dibangkitkan kelak.

Al-Imam Muhammad Al-Baqir

[Al-Imam Muhammad Al-Baqir – Ali Zainal Abidin – Husain – Fatimah Az-Zahro – Muhammad SAW]

Beliau adalah Al-Imam Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Digelari Al-Baqir (yang membelah bumi) karena kapasitas keilmuan beliau yang begitu mendalam sehingga diibaratkan dapat membelah bumi dan mengeluarkan isinya yang berupa pengetahuan-pengetahuan. Nama panggilan beliau adalah Abu Ja’far.

Al-Imam Ibnu Al-Madiny meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah (semoga Allah meridhoi mereka berdua) bahwasannya Jabir berkata kepada Imam Muhammad Al-Baqir yang pada waktu itu masih kecil, “Rasulullah SAW mengirimkan salam untukmu.” Beliau bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?.” Jabir menjawab, “Pada suatu hari saya sedang duduk bersama Rasulullah SAW, sedangkan Al-Husain (cucu beliau) lagi bermain-main di pangkuan beliau. Kemudian Rasulullah SAW berkata, ‘Pada suatu saat nanti, dia (yaitu Al-Husain) akan mempunyai seorang putra yang bernama Ali (Zainal Abidin). Jika hari kiamat datang, akan terdengar seruan, ‘Berdirilah wahai pemuka para ahli ibadah.’ Maka kemudian putranya (yaitu Ali-Zainal Abidin) itu akan bangun. Kemudian dia (yaitu Ali Zainal Abidin) akan mempunyai seorang putra yang bernama Muhammad. Jika engkau sempat menjumpainya, wahai Jabir, maka sampaikan salam dariku.’ ”

Beliau, Muhammad Al-Baqir, adalah keturunan Rasul SAW dari jalur ayah dan ibu. Beliau adalah seorang yang berilmu luas. Namanya menyebar seantero negeri. Ibu beliau adalah Ummu Abdullah, yaitu Fatimah bintu Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau dilahirkan di kota Madinah pada hari Jum’at, 12 Safar 57 H, atau 3 tahun sebelum gugurnya ayahnya, Al-Imam Al-Husain.

Dari sebagian kalam mutiara beliau adalah,

“Tidaklah hati seseorang dimasuki unsur sifat sombong, kecuali akalnya akan berkurang sebanyak unsur kesombongan yang masuk atau bahkan lebih.”

“Sesungguhnya petir itu dapat menyambar seorang mukmin atau bukan, akan tetapi tak akan menyambar seorang yang berdzikir.”

“Tidak ada ibadah yang lebih utama daripada menjaga perut dan kemaluan.”

“Seburuk-buruknya seorang teman itu adalah seseorang yang hanya menemanimu ketika kamu kaya dan meninggalkanmu ketika kamu miskin.”

“Kenalkanlah rasa kasih-sayang di dalam hati saudaramu dengan cara engkau memperkenalkannya dulu di dalam hatimu.”

Beliau jika tertawa, beliau berkata, “Ya Allah, janganlah Engkau timpakan murka-Mu kepadaku.”

Beliau adalah seorang yang mencintai dua orang yang agung, yaitu Abubakar dan Umar (semoga Allah meridhoi mereka berdua).

Diantara kalam mutiara beliau yang lain, saat beliau berkata kepada putranya, “Wahai putraku, hindarilah sifat malas dan bosan, karena keduanya adalah kunci setiap keburukan. Sesungguhnya engkau jika malas, maka engkau akan banyak tidak melaksanakan kewajiban. Jika engkau bosan, maka engkau tak akan tahan dalam menunaikan kewajiban.”

Di antara kalam mutiara beliau yang lain, “Jika engkau menginginkan suatu kenikmatan itu terus padamu, maka perbanyaklah mensyukurinya. Jika engkau merasa rejeki itu datangnya lambat, maka perbanyaklah istighfar. Jika engkau ditimpa kesedihan, maka perbanyaklah ucapan ‘Laa haula wa laa quwwata illaa billah’. Jika engkau takut pada suatu kaum, ucapkanlah, ‘Hasbunallah wa ni’mal wakiil’. Jika engkau kagum terhadap sesuatu, ucapkanlah, ‘Maa syaa’allah, laa quwwata illaa billah’. Jika engkau dikhianati, ucapkanlah, ‘Wa ufawwidhu amrii ilaallah, innaallaha bashiirun bil ‘ibaad’. Jika engkau ditimpa kesumpekan, ucapkanlah, ‘Laa ilaaha illaa Anta, Subhaanaka innii kuntu minadz dzolimiin.’ ”

Beliau wafat di kota Madinah pada tahun 117 H (dalam riwayat lain 114 H atau 118 H) dan disemayamkan di pekuburan Baqi’, tepatnya di qubah Al-Abbas disamping ayahnya. Beliau berwasiat untuk dikafani dengan qamisnya yang biasa dipakainya shalat. Beliau meninggalkan beberapa orang anak, yaitu Ja’far, Abdullah, Ibrahim, Ali, Zainab dan Ummu Kultsum. Putra beliau yang bernama Ja’far dan Abdullah dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Farwah bintu Qasim bin Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq.

Radhiyallohu anhu wa ardhah…

[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba’alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba’alawy]

Imam Muhammad Al-Baqir
Di Madinah, pada tahun 57 H, lahirlah jabang bayi yang kemudian tumbuh menjadi seorang ulama besar, seorang waliyullah. Ia adalah Habib Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, atau lebih dikenal dengan nama Sayid Muhammad Al – Baqir. Ia putra Sayid Ali Zainal Abidin, ulama besar, sufi dan waliyullah yang sangat terkenal, dan cucu Imam Ali bin Abi Thalib.
Tepatnya ia lahir pada hari jum’at, 12 Safar 57 H / 657 M, sekitar tiga tahun sebelum Imam Husein, cucu Rasulullah saw, gugur dalam tragedy perang saudara di padang Karbala, Iraq. Ia mendapat gelar “Al-Baqir”, yang berarti membelah bumi, karena kapasitas keilmuannya yang luar biasa, sehingga diibaratkan dapat membelah bumi, mengeluarkan segala isinya yang berupa ilmu pengetahuan.
Beliau juga dikenal sebagai ahli hadits, khususnya hadits-hadits yang diriwayatkan dari Imam Hasan, Husein, Aisyah, Ummu Salamah, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Sa’id, Jabir, Samura bin Jundub, Abdullah bin Ja’far, Sa’id bin Musayyab, dan para ulama terkemika lainnya. Tradisi periwayatan hadits ini dilanjutkan oleh putranya, Ja’far Ash Shadiq, juga saudara-saudaranya yang lain.
Nama Al – Baqir cukup mulya, karena Rasulullah saw pernah berpesan kepada salah seorang sahabat, Jabir bin Abdullah Al – Anshari,
“sampaikan salamku kepadanya.”
Ketika Jabir bertemu Al – Baqir, ia pun menyampaikan salam Rasululah saw. Kemudian Al – Baqir bertanya,
“Bagaimana hal itu bisa terjadi?”
Lalu Jabir menceritakan Rasulullah saw kepadanya:

“Wahai Jabir, hampir tiba masa lahirnya putra cucu Husein. Namanya mirip namaku, ia gemar menuntut ilmu. Jika engkau melihatnya, sampaikan salamku kepadanya.”

Sangat dermawan, ramah, dan suka bersilaturrahmi, ia sering berkata, “ Tiada kesenangan dunia, kecuali menyambung tali persaudaraan dan persahabatan.” Bukan hanya itu, ia juga gemar memberi hadiah berupa makanan dan pakaian yang sangat bagus kepada saudara-saudara dan kawan-kawannya, serta orang-orang kurang mampu. Hal itu ia lakukan sejak ia masih kecil.
Kepribadian dan reputasinya yang luar biasa dikenal secara luas, suatu hari Kholifah Hisyam bin Abdul Malik masuk kedalam masjidil Haram, Lalu Salim pengawalnya, menunjuk Al-Baqir sambil berkata kepada sang kholifah, “wahai Amirul Mukminin, lelaki ini adalah Sayid Muhammad Al-Baqir. Banyak penduduk Iraq yang terpesona oleh kepribadiannya.” Maka, kata Amirul Mukminin, “Tanyakan kepadanya, apa yang dimakan dan diminum oleh manusia sampai setelah diputuskannya urusan mereka do hari kiamat?” Mendengar pertanyaan itu, Al-Baqir menjawab, “ Kelak segenap manusia di atas daratan yang bersih, dengan sungai-sungai yang mengalir. Mereka makan dan minum sampai selesainya proses perhitungan amal-amal mereka.” Kholifah Hisyam senang mendengar jawaban itu. Al-Baqir juga dikenal sangat mencintai Kholifah Abu Bakar Ash Shiddiq.

“Siapa yang tidak mengucapkan Ash- Shiddiq dibelakang nama Abu Bakar, Allah swt tidak akan membenarkan ucapannya.” Katanya.

Selain itu ia juga sangat mengagumi Kholifah Umar bin Khattab.

“Sesungguhnya aku berlepas diri dari orang yang membenci Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Khattab. Seandainya berkuasa, aku akan mendekatkan diri kepada Allah dengan menumpahkan darah orang-orang yang membenci mereka. Demi Allah, sesungguhnya aku mencintai mereka dan senantiasa memohonkan ampun mereka. Tidak seorangpun dari ahli baitku, kecuali ia mencintai mereka.”

Sebagai waliyullah, Al-Baqir banyak mewariskan ujaran-ujaran tasawuf. Beberapa diantaranya, misalnya :

“Tidaklah hati seseorang dimasuki unsur sifat sombong, kecuali akalnya akan berkurang sebanyak unsur kesombongan yang masuk atau bahkan lebih.”

“Sesungguhnya petir dapat menyambar seorang mukmin atau bukan, tetapi tak akan menyambar orang yang berzikir.”

“Tak ada ibadah yang lebih utama daripada menjaga perut dan kemaluan.”

“Seburuk-buruknya seorang teman ialah yang hanya menemanimu ketika kamu kaya dan meninggalkanmu ketika kamu miskin.”

“Kenalkanlah rasa kasih sayang dalam hati saudaramu dengan cara memperkenalkannya terlebih dahulu didalam hatimu.”

Suatu hari beliau berkata kepada salah seorang putranya:

“Wahai putraku, hindarilah sifat malas dan bosan, karena keduanya kunci keburukan. Sesungguhnya jika engkau malas, tidak akan banyak melaksanakan kewajiban. Jika engkau bosan, tak akan tahan dalam menunaikan kewjiban.”

Salah satu kata mutiaranya yang sangat terkenal ialah :

“Jika engkau menginginkan suatu kenikmatan dapat terus engkau nikmati, perbanyaklah mensyukurinya. Jika engkau merasa rezeki lambat datang, perbanyaklah Istighfar. Jika engkau ditimpa kesedihan, perbanyaklah membaca LA HAULA WA LA QUWWATA ILLA BILLAH. Jika engkau takut, ucapkanlah HASBUNALLAH WA NI’MAL WAKIIL. Jika engkau kagum terhadap sesuatu, ucapkanlah MASYA ALLAH, LA QUWWATA ILLA BILLAH. Jika engkau dikhianati, bacalah WA UFAWWIDU AMRII ILALLAH, INNALLAHA BASHIRUN BIL ‘IBAAD. Jika engkau ditimpa kesumpekan, ucapkanlah LA ILAAHA ILLA ANTA SUBHANAKA INNII KUNTU MINADZ DZAALIMIIN.”

Selama hidupnya, sejak masa muda hingga wafat, Al – Baqir selalu Istiqomah menunaikan shalat sunah sebanyak 150 rakaat. Sayid Muhammad Al-Baqir wafat di Madinah pada tahun 117 H / 697 M ( dalam riwayat lain, 114 H / 694 M atau 118 H / 698 M ) dan di makamkan di makam Baqi’, tepatnya di kubah Al-Abbas disamping ayahandanya.
Berdasarkan ijma' Bukhari dan Muslim putera Muhammad al-Baqir,empat orang yaitu:
1. Ja'far al-Shodiq
2. Abdullah
3. Ibrahim
4. Keduanya (2 dan 3) meninggal di waktu kecil
5. Zaid ( tidak mempunyai keturunan)
6. Ali
7. Abdullah
Keturunan Muhammad al-Baqir hanya melalui Ja'far al-Shadiq. Maka orang yang mengaku bernasab kepada Muhammad al-Baqir tanpa melalui Ja'far al-Shadiq adalah seorang pendusta.
(Dikutip dari Majalah Al Kisah No.03/Tahun IV/30 Jan-12 febr 2006

2036. AL- IMAM MUHAMMAD AL BAAQIR AL HUSAINI -- 'ALAIHIR ROHMATU WAR RIDHWAAN( 114 H/ 732 M )

Selasa, 13 November 20120 komentar

Oleh : Muhammad Mujtahiq Mutlaq


AL- IMAM MUHAMMAD AL BAAQIR AL HUSAINI -- 'ALAIHIR ROHMATU WAR RIDHWAAN( 114 H/ 732 M )


Nama lengkap dan silsilah beliau adalah Al-Imam Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib Al- Qurosyi Al- Hasyimi (Rodhiallaahu 'anhum). Beliau lahir di kota Madiinatul Munawwaroh hari Jum'at 12 safar Tahun 57 H/676M dalam riwayat lain ada yang mengatakan 1 Rajab 57H.
Ayah nya dan sekaligus gurunya adalah Imam 'Ali Zainal 'Aabidiin yang selamat dari tragedi karbala, putra dari Sayyid Syuhadaa' Sayyidinaa Husain bin 'Ali bin Abi Thaalib (Rodhiallaahu 'anhum).. Dan ibu nya adalah Sayyidah Faathimah binti hasan bin 'Ali (Radhiallaahu 'anhum). Dari pernikahan ini, maka lahirlah generasi pertama Ahlul Bayt yang kedua duanya bertemu, baik dari jalur Imam Hasan maupun Imam Husain, bertemu pada Sayyidina 'Ali Karomallaahu wajhah maupun Sayyidaatinaa Fathimah Az-Zahroo putri Rosuulullaah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam..
Nama panggilan beliau adalah Abu Ja’far. Meski beliau diberi banyak gelar seperti Abu 'Abdullah, Imam Muhammad Al-Baqir, Maulana AL-Baqir AL-'Uluum, panggilan yang umum dikenal dan digunakan adalah Imam Muhammad Al-Baqir. Al-Baqir kata harfiah artinya memotong/ membelah. Digelari Al-Baqir (yang membelah bumi) karena kapasitas keilmuan beliau yang begitu mendalam sehingga diibaratkan dapat membelah bumi dan mengeluarkan isinya yang berupa pengetahuan-pengetahuan ( Al-Baqir Al-'Uluum). Mereka yang beruntung bertemu dan bertanya dengan beliau pasti akan puas, karena beliau membuka pengetahuan sampai ke akar akar nya, sampai ke asal usul nya, dan kemudian menyampaikan pengetahuan itu pada masyarakat luas. Dan yang pasti namanya harum dan tersohor sampai ke seantaro pelosok negri khusus nya jazirah arab kala itu..
Selama 34 Tahun beliau berada dalam perlindungan dan didikan ayahnya, Ali Zainal Abidin a.s. Selama hidupnya beliau tinggal di kota Madinah dan menggunakan sebagian besar waktunya untuk beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah SWT serta membimbing masyarakat ke jalan yang lurus.
Al-Imam Ibnu Al-Madiny meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah (Radhiallaahu 'anhumaa) bahwasannya Jabir berkata kepada Imam Muhammad Al-Baqir yang pada waktu itu masih kecil, “Rasulullah SAW mengirimkan salam untukmu.” Beliau bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?.” Jabir menjawab, “Pada suatu hari saya sedang duduk bersama Rasulullah SAW, sedangkan Al-Husain (cucu beliau) lagi bermain-main di pangkuan beliau. Kemudian Rasulullah SAW berkata, ‘Pada suatu saat nanti, dia (yaitu Al-Husain) akan mempunyai seorang putra yang bernama Ali (Zainal Abidin). Jika hari kiamat datang, akan terdengar seruan, ‘Berdirilah wahai pemuka para ahli ibadah.’ Maka kemudian putranya (yaitu Ali-Zainal Abidin) itu akan bangun. Kemudian dia (yaitu Ali Zainal Abidin) akan mempunyai seorang putra yang bernama Muhammad. Jika engkau sempat menjumpainya, wahai Jabir, maka sampaikan salam dariku.’ “
Mengenai keilmuan dan ketaatannya, kita semak kata-kata Ahmad lbnu Hajar Al-Makki al-Haitami Rahmatullaahi 'alaih , seorang ulama sunni ,beliau mengatakan dalam kitab nya "AS-SAWAA'IQ AL-MUHRIQO":
"Imam Muhammad AL-Baqir telah menyingkapkan rahasia-rahasia pengetahuan dan kebijaksanaan, serta membentangkan prinsip-prinsip spiritual dan agama. Tak seorangpun dapat menyangkal keperibadiannya yang mulia, pengetahuan yang diberikan Allah, kearifan yang dikaruniakan oleh Allah dan tanggung jawab serta rasa syukurnya terhadap penyebaran pengetahuan. Beliau adalah seorang yang suci dan pemimpin spiritual yang sangat berbakat. Dan atas dasar inilah beliau terkenal dengan gelar al-baqir yang berarti pengurai ilmu. Beliau baik hati, bersih dalam keperibadian, suci jiwa, dan bersifat mulia. Imam mencurahkan seluruh waktunya dalam ketaatan kepada Allah (dan mempertahankan ajaran-ajaran nabi suci dan keturunannya). Adalah di luar kekuasaan manusia untuk menghitung pengaruh yang mendalam dan ilmu dan bimbingan yang diwariskan oleh Imam pada hati orang-orang beriman. Ucapan-ucapan beliau tentang kesalehan, pengetahuan dan kebijaksanaan, amalan dan ketaatan kepada Allah, begitu banyak sehingga isi kitab ini sungguh tidak cukup untuk meliput semuanya itu".
Diriwayat kan bahwasanya Raja pernah memanggil beliau ke pengadilan yang di maksudkan untuk mencelakai beliau, tatkala Imam Al-Baqir muncul mendadak raja mengurungkan niat nya, meminta ma'af kepadanya, dan banyak hadiah yang diterima beliau, lalu di antarkan ke keluarga bani hasyim dengan cara yang terhormat. Ada yang menimpali dan bertanya kepada raja mengapa dia berbuat seperti ini, maka raja mengatakan : Ketika dia ( Imam Al-Baqir) datang, aku melihat dua singa yang sangat besar, satu di sebelah kanan nya dan satu yang lain berada di sebelah kiri nya yang mengancam ku untuk membunuh ku jika aku berencana mencelakai Al-Baqir. Ya, beliaulah waliullah yang di beri ke istimewaan oleh Allah dan sebagai wali nya untuk menyeru umat manusia ke jalan yang benar. Wali Qutub, yang memegang porosnya dunia,,, Saya pernah mendengar dari Al-habib Muhammad Luthfi bin yahya bahwa tak sembarangan untuk menjadi wali Qutub, beliau haruslah seorang yang bersambung silsilah nya baik dari ayah atau ibu nya ke Rosuulullaah,,, inilah yang di namakan segitiga emas, dan jabatan inilah yang sedang di pegang oleh Al-Imam Muhammad Al-Baqir..
Al-Baqir Muhammad bin Ali bin al-Hussain adalah penerus dari ayahnya, Ali Zainal Abidin bin al-Hussain , dan orang yang meneruskan posisi imamah setelahnya. Dia melebihi saudara-saudaranya dalam bidang ilmu keagamaan, kesederhanaan dan kepemimpinan. Dan mereka semua tak dapat menggantikan posisinya, karena posisinya yang berkaitan dengan imamah, karena kedudukannya di mata Allah SWT, dan karena posisinya sebagai khalifah Rasulullah S.A.W. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan berkah-Nya kepada beliau. Dia adalah orang yang paling dikenal di antara mereka, satu-satunya yang dihormati baik oleh non-Syiah dan Syi'ah sendiri, dan yang paling mampu di antara mereka. Tidak ada satupun keturunan dari al-Hasan dan al-Hussain a.s. menunjukkan kemampuan yang sama dalam pengetahuan keagamaan, tradisi, sunnah-sunnah, pengetahuan tentang Qur'an , kehidupan Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, dan teknik kesusastraan, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Abu Ja'far (Muhammad al-Baqir) Radhiallaahu 'anhu.Dia adalah pemimpin dari seluruh keluarga Bani Hasyim. Dia adalah pemimpin dari seluruh keturunan Ali. Sahabat-sahabat Rasulullah S.A.W, para tabi'in, dan ulama-ulama muslim mengatakan banyaknya prinsip-prinsip keagamaan di bawah kepemimpinan Imam al-Baqir . Dengan kelebihan moral dan perilakunya dia menjadi tolak ukur dalam pengetahuan di keluarganya dan masyarakatnya.
As-Syibli Nu'mani rahmatullaahi 'alaih menyebutkan dalam kitab nya "SIRAH AN-NU'MANI" :
Ahlul bait adalah adalah sumber dari hadits hadits, fiqh, bahkan semua cabang ilmu agama, dan ini seluruhnya terdapat dalam diri seorang Muhammad Al-Baqir, karena beliau memiliki pengetahuan yang besar dan luas sekali terhadap Al-Qur'an dan sunnah sunnah(hadits) Rosuulullaah.. Banyak dari para tabi'iin, Tabi'it tabi'iin, Fuqohaa', dan mujtahidiin yang bertanya tentang ilmu ilmu agama kepada beliau. Namanya banyak kita temui dalam sanad hadits hadits shohih. Beliau juga dikenal sebagai penyampai Sirah Nabawiyyah pri kehidupan baginda Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam serta keluarganya kepada yang lain. Beliau mencatat kembali kejadian-kejadian dari bermulanya sejarah (mubtada') dan kehidupan Rasulullah S.A.W. Kisah tentang kehidupan Rasulullah S.A.W (maghazi) dicatat dibawah kepemimpinannya. Rakyat mengikuti ajaran dari Rasulullah S.A.W secara murni dibawah kepemimpinannya dan bersandar kepadanya tentang ritual-ritual keagamaan dan haji yang dipelajarinya langsung dari utusan Allah SWT. Baik kaum Syiah maupun bukan syiah mengikuti kepemimpinannya. Orang-orang banyak belajar ilmu kalam darinya.Dan beliau di akui sebagai salah satu Fuqohaa' yang masyhur dari Madinah, seorang laki laki terpelajar yang datang untuk menjawab semua persoalan yang ada. Sebuah kutipan terkenal ketika beliau ditanya tentang Surah An-nahl 43 yang bunyinya FAS'ALUU AHLADZ-DZIKRI IN KUNTUM LAA TA'LAMUUN, tanyakan lah kepada ahli dzikir jika kamu tidak mengetahui... maka jawabnya " Kamilah ahli dzikr..
Para Shoolihin dari kalangan ahlul bait tidak pernah mengejar dunia, juga tidak punya keinginan untuk hal kehidupan duniawi, mereka mencurahkan waktu dan hidupnya untuk melayani umat, mencari keridhoan Allah Ta'ala semata. Sebagaimana dalam pri kehidupan nya Imam Muhammad Al-baqir , karena beliau terkenal tidak hanya karena pengetahuan nya yang luas, tetapi juga karena kesholihan beliau, beliau menempatkan ibadah lebih dari segalanya.. Imam Abul Hasan Ali bin 'Utsman Al-Hujwairi rahmatullaahi 'Alaih dan Qodhi Abu Iyad bin Musa Fazl Al-yahsubi Rahmatullaahi 'Alaih menyebutkan dalam karya nya masing masing "AL-KASYF AL-MAHJUUB dan AS-SYIFAA' " bahwa Abu Ja'far Muhammad Al-Baqir Radhiallaahu 'Anhu adalah seorang muslim yang sangat ta'at dan selalu menghabiskan waktu waktunya untuk beribadah kepada Allah. Beliau menghabiskan sebagian besar malam itu untuk beribadah dan memuliakan Allah Subhanahu Wata'aalaa.. Sebagai hasil dari pengabdian nya kepada Allah, beliau di anugrahi banyak keluasan ilmu, sehingga di berkahi dengan pengetahuan baik secara rahasia (ma'rifat) maupun yang nyata (syari'at) dari disiplin ilmu agama secara keseluruhan.
Imam al-Baqir dikenal sebagai orang yang bersahaja dan sangat baik hati dan pemurah kepada yang memerlukan.Telah dilaporkan di bawah kepemimpinannya, dibawah kepemimpinan ayah-ayahnya., bahwa Rasulullah dan keluarga beliau sering berkata,"Hal yang terbaik dari pekerjaan ada tiga: menjaga saudara dengan harta, memberi keadilan kepada orang lain, dan menyebut nama Allah pada setiap saat."
Beliau jika tertawa, beliau berkata, “Ya Allah, janganlah Engkau timpakan murka-Mu kepadaku.” Beliau adalah seorang yang mencintai dua orang yang agung, yaitu Abubakar dan Umar (semoga Allah meridhoi mereka berdua).
Imam Baqir pernah berkata,"Rakyat telah menyebabkan banyak masalah bagi kami. Kami menyeru kepada mereka tapi mereka tidak perduli. Tapi jika kami tinggalkan, tidak akan ada yang membimbing."
Imam juga pernah berkata,"Apa sebenarnya yang dibenci oleh
mereka terhadap kami yang merupakan anggota keluarga dari Keluarga yang disucikan, keturunan dari kenabian, sumber kebajikan"
Mengenai situasi pemerintahan yang terjadi di zaman beliau, dua tahun pertama dipimpin oleh Al-Walid bin Abdul Malik yang sangat memusuhi keluarga nabi dan dialah yang memprakarsai pembunuhan Ali Zainal Abidin. Dua tahun berikutnya beliau juga hidup bersama raja Sulaiman bin Abdul Malik yang sama jahat dan durjananya dengan selainnya, yang seandainya dibandingkan maka dia jauh lebih bejat dari penguasa Bani Umayyah yang sebelumnya. Kemudian tampuk kepemimpinan berpindah ke tangan Umar bin Abdul Aziz, seorang penguasa Bani Umayyah yang bijaksana dan lain dari selainnya. Beliaulah yang menghapus kebiasaan melaknat Imam Ali bin Abi Thalib di setiap mimbar Jum'at, yang diprakarsai oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan telah berjalan kurang lebih 70 tahun. Beliau pula yang mengembalikan tanah Fadak kepada Ahlu Bait Nabi yang pada waktu itu diwakili Imam Muhammad aL-Baqir. Namun sayang beliau tidak berumur panjang dan pemerintahannya hanya berjalan tidak lebih dari dua tahun lima bulan. Pemerintahan kemudian beralih ke tangan seorang pemimpin yang laim yaitu Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan.
Pemerintahan Hisyam diwarnai dengan kebejatan moral serta pengejaran dan pembunuhan terhadap para pengikut Ahlu Bait. Zaid bin Ali seorang keluarga rasul yang Alim dan syahid gugur di zaman ini. Hisyam kemudian memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan markas-markas Islam yang dipimpin oleh Imam Baqir . Salah seorang murid Imam al-Baqir yang bernama Jabir al-Ja'fi juga tidak luput dari sasaran pembunuhan. Namun, demi keselamatannya Imam Muhammad al-Baqir menyuruhnya agar pura-pura gila. Beliau pun menerima saran dari Imam dan selamat dari ancaman pembunuhan, karena penguasa setempat mengurungkan niatnya setelah yakin bahwa Jabir benar-henar gila.
Ketika semua makar dan kejahatan yang telah ditempuh untuk menjatuhkan Imam Muhammad AL-Baqir tidak berhasil, sementara orang-orang semakin yakin akan keimamahannya, maka Bani Umayyah tidak punya alternatif lain kecuali pada tanggal 7 Zulhijjah 114 H, ketika Imam Al-Baqir berusia 57 tahun, Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan si penguasa yang zalim, menjadikan imam syahid dengan meracuninya, dan jenazahnya dibaringkan di Jannatul Baqi' Madinah.
Ahlul Bait Nabi s.a.w berguguran satu demi satu demi mengharap ridha dari Allah SWT. Semoga salam dilimpahkan kepada mereka ketika mereka dilahirkan, di saat mereka berangkat menghadap Tuhannya, dan saat dibangkitkan kelak.
______________________________ _____
Dari sebagian kalam mutiara beliau adalah,
------------------------------ -------------------
**Jika engkau menginginkan suatu kenikmatan itu terus padamu, maka perbanyaklah mensyukurinya. Jika engkau merasa rejeki itu datangnya lambat, maka perbanyaklah istighfar. Jika engkau ditimpa kesedihan, maka perbanyaklah ucapan ‘Laa haula wa laa quwwata illaa billah’. Jika engkau takut pada suatu kaum, ucapkanlah, ‘Hasbunallah wa ni’mal wakiil’. Jika engkau kagum terhadap sesuatu, ucapkanlah, ‘Maa syaa’allah, laa quwwata illaa billah’. Jika engkau dikhianati, ucapkanlah, ‘Wa ufawwidhu amrii ilaallah, innaallaha bashiirun bil ‘ibaad’. Jika engkau ditimpa kesumpekan, ucapkanlah, ‘Laa ilaaha illaa Anta, Subhaanaka innii kuntu minadz dzolimiin.
**Tidaklah hati seseorang dimasuki unsur sifat sombong, kecuali akalnya akan berkurang sebanyak unsur kesombongan yang masuk atau bahkan lebih.”
**Sesungguhnya petir itu dapat menyambar seorang mukmin atau bukan, akan tetapi tak akan menyambar seorang yang berdzikir.
**Tidak ada ibadah yang lebih utama daripada menjaga perut dan kemaluan.”
**Seburuk-buruknya seorang teman itu adalah seseorang yang hanya menemanimu ketika kamu kaya dan meninggalkanmu ketika kamu miskin.”
**Kenalkanlah rasa kasih-sayang di dalam hati saudaramu dengan cara engkau memperkenalkannya dulu di dalam hatimu.”
Diantara kalam mutiara beliau yang lain, saat beliau berkata kepada putranya,
@Wahai putraku, hindarilah sifat malas dan bosan, karena keduanya adalah kunci setiap keburukan. Sesungguhnya engkau jika malas, maka engkau akan banyak tidak melaksanakan kewajiban. Jika engkau bosan, maka engkau tak akan tahan dalam menunaikan kewajiban.
@Wahai anakku! Sesungguhnya Allah menyembunyikan tiga perkara dalam tiga perkara.
**Pertama, Allah menyembunyikan redha-Nya dalam ketaatan kepada-Nya. Oleh itu, janganlah engkau memandang ringan sesuatu perbuatan taat, karena barangkali di dalamnya terdapat redha Allah.
**Kedua, Allah menyembunyikan murka-Nya dalam sesuatu maksiat. Oleh itu, janganlah engkau memandang ringan sesuatu maksiat, karena barangkali di dalamnya terdapat murka Allah.
**Ketiga, Allah menyembunyikan wali-wali-Nya di dalam makhluk-Nya. Oleh itu, jangan sekali-kali engkau menghina (memandang rendah) seseorang, karena mungkin dia adalah wali Allah.”

Banyak cerita
dan puisi yang didedikasikan untuknya.
Al-Qurazi berkata:
Duhai (engkau) yang membagi (baqir) ilmu pengetahuan (dan membuatnya tersedia) bagi orang-orang yang memerlukan dan tempat orang-orang mencari penyelesaian yang terbaik.
Malik bin Ayan al-Juhi berkata tentangnya Ketika orang-orang mencari ilmu Qur'an, kaum Quraisy bersandar kepadanya. Jika seseorang hanya dapat bertanya dimanakah putra dari putrinya Rasulullah S.A.W, sedangkan engkau memperoleh ribuan cabang (ilmu pengetahuan) darinya. Engkau seperti bintang yang menyinari musafir pada kegelapan, engkau bagaikan gunung yang mewarisi luasnya ilmu pengetahuan.

Imam Muhammad Al-Baqir wafat di kota Madinah 7 Zulhijjah pada tahun 117 H (dalam riwayat lain 114 H atau 118 H) setelah memimpin jabatan ke imamahan selama 19 tahun dan disemayamkan di pekuburan Baqi’, tepatnya di qubah Al-Abbas disamping ayahnya, lokasi yang banyak di makamkan disana para Ahlul bait, Syuhadaa' dan para Sahabat. Beliau berwasiat untuk dikafani dengan qamisnya yang biasa dipakainya shalat. Beliau meninggalkan 8 orang anak ( dalam riwayat lain 7 anak ), yaitu Ja’far Shodiq, Abdullah, Ibrahim, Ubaidillah, Reza, Ali, Zainab dan Ummu Kultsum( Ummu Salamah). Putra beliau yang bernama Ja’far dan Abdullah dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Farwah bintu Qasim bin Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq. Dunia sangat beruntung sekali lewat adanya Imam Al-Baqir ini, karena beliau adalah seorang pendidik untuk banyak dari 'ulama Islam seta pelestari sunnah sunnah Kanjeng Nabi Muhammad Shallallaahu 'Alaihi Wasallam.. Sangat disayangkan banyak yang tidak tahu tentang beliau yang sangat dihormati dan dalam jasa jasanya yang sangat banyak bagi kemajuan ilmu Islam khususnya. Muhammad bin Mahmud bin Khafindis menulis dalam RAUZATUS-SAFAA bahwa : Lidah dan pena tidak akan dapat menggambarkan manfa'at (jasa jasa nya) dan pri kehidupan Imam muhammad Al-Baqir . Semoga Allah senantiasa melimpahkan Jutaa'an Shalawat dan Salaam kepada rasuulullaah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam beserta keturunan keturunan nya,,, Aaamiin....
ROBBI FANFA'NAA BI BARKATIHIM xx WAHDINAL HUSNAA BIHURMATIHIM
WA AMITNAA FII THORIIQOTIHIM xx WA MU'AAFATIN MINAL FITANI
Syai'un lillaahi walahumul faatihah...
__________________
Diambil dari beberapa sumber :
- Syarhul 'Ainiyah, Nadzam Sayyidinaa Al-habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy
- As-Sawaa'iq Al-Muhriqoo, Sayyidinaa Syeikh Ibnu Hajar Al Makki Al Haitami
- Siraah An-Nu'mani
- Kasyful mahjub
- As-Syifaa'
- AL-Khishal
__________________
Semoga bermanfa'at
Muthlaq's


Link Asal >>
http://www.facebook.com/groups/piss.ktb/permalink/494502727239207/
Imam Abu Hanifah dan Imam Al-Baqir

Suatu ketika Imam Abu Hanifah (150 H) sempat bertemu dan berdialog dengan Imam Muahmmad Al-Baqir (114 H), yang mana beliau adalah guru dan faqihnya Ahl Bait. (Ada yang mengatakan bahwa yang berdialog itu Zaid bin Ali Zainal-‘Abidin (122 H), yang merupakan adik dari Imam Muhammad Al-baqir).

Ketika itu Imam Abu Hanifah memang sudah dikenal sebagai salah satu dari Fuqaha’ Al-‘Iraq (ahli fiqih Iraq), ada juga yang menyebutnya sebagai faqih Al-Kufah yang terkenal banyak menggunakan qiyas dalam mengistinbath sebuah hukum syariah.

Sayangnya, kabar penggunaan qiyas dan juga ra’yun (Istihsan) sering dinegatifkan oleh sebagian orang ketika itu, sehingga Imam Abu Hanifah dan beberapa ulama fiqih Iraq sering sekali dituduh sebagai ulama yang banyak meninggalkan atsar/hadits dalam menentukan sebuah hukum syariah. Padahal sejatinya tidak demikian.

Kabar itu sangat membuat Imam Muhammad al-Baqir marah, akhirnya ketika bertemu dalam salah satu perjalanan hajinya, Imam Abu Hanifah yang memang sudah tahu kebesaran dan keluasan ilmu Imam Muhammad Al-Baqir langsung mendatangi beliau dan mempekenalkan diri. Kemudian Imam Muhammad Al-Baqir bertanya:

“kamu yang bernama Nu’man bin Tsabit yang dari kufah itu? Kamu yang merubah agama kakekku (Nabi Muhammad saw) dengan qiyas?”

Imam Abu Hanifah menjawab; “Maadzallahu. Aku sama sekali tidak pernah merubah agama kakek anda wahai guru dengan qiyas! Aku menggunakan qiyas pada perkara yang memang tidak ada dalilnya dari al-quran dan sunnah serta qaol sahabiy”

Imam Abu Hanifah meneruskan: “sebagai bukti kalau aku tidak merubah agama Muhammad saw dengan qiyas, aku punya 3 pertanyaan untuk anda, tua guru! Mana yang lebih lemah, laki-laki atau wanita?”

Imam Muhammad Al-Baqir menjawab: “wanita lebih lemah dari laki-laki!”, Imam Abu Hanifah: “baik, agama kakekmu katakana bahwa untuk laki-laki itu 2 jatah (waris), dan wanita satu jatah. Dan aku pun mengatakan demikian, sama seperti kakekmu. Kalau seandainya aku menggunakan qiyas, pastilah aku katakana bahwa wanita dapat jatah 2 dan laki-laki satu, karena wanita itu lebih lemah dari laki-laki. Karena ia lemah maka pantas untuk mendapat lebih. Tapi aku tidak katakan demikian.”

Imam Abu Hanifah: “kedua, mana yang lebih afdhol, puasa atau sholat?”, Imam Muhammad Al-Baqir: “tentu sholat lebih afdhol dari puasa!”.

Imam Abu Hanifah: “ya. Sholat lebih afdhol dari puasa. Agama kakekmu bilang bahwa wanita yang haidh tidak mengqadah sholatnya tapi mengqadha puasanya. Dan akupun berendapat seperti apa yang dikatakan oleh kakekmu. Kalau seandainya aku menggunakan qiyas, pastilah aku katakan wanita haidh harus mengqadah sholatnya bukan puasanya, karena sholat lebih afdhol dari puasa.”

Imam Abu Hanifah: “ketiga, mana yang lebih najis, air mani atau air kencing?”, Imam Al-Baqir: “air kencing lebih najis dari air mani.”

Imam Abu Hanifah: “ya. Air kencing lebih najis daripada air mani. Agama kakekmu juga katakan bahwa cukup wudhu untuk air kencing dan harus mandi (janabah) untuk air mani. Dan akupun mengatakan demikian! Kalau seandainya aku menggunakan qiyas, pastilah aku katakana bahwa untuk air kencing mandi, dan untuk air mani cukup wudhu saja, karena air kencinglebih najis daripada air mani. Tapi aku tidak katakana begitu!”

Mendengar jawabannya itu, Imam Muhammad bin Ali langsung memeluk Imam Abu Hanifah An-Nu’man dan mencium keningnya.

Fatwa Sahabat Lebih Didahulukan dari Qiyas

Terkait kabar tentang ahli fiqih Irqa meninggalkan hadits dan beralih kepada qiyas atau ra’yu, tidak mutlak dibenarkan. Karena mereka juga menggunakan hadits, hanya saja memang kadar penggunaan qiyas jauh lebih banyak dibanding dengan hadits atau atsar. Tentu bukan karena tanpa sebab.

Banyak factor yang membuat ahli Iraq menggunakan ra’yu dalam pengambilan hukum, sebagaimana sahabat yang menjadi bibit terciptanya madrasah Al-Iraq ini, yaitu Ibnu Mas’ud 932 H) dan juga Imam Ali bin Abi Thalib (40 H).

Fuqaha Al-Hijaz (Mekah dan Madinah) pun demikian, mereka dikenal sebagai madrasah fiqih yang banyak menggunakan hadits. Padahal tidak demikian, mereka juga punya kadar tertentu yang mana mereka menggunakan ra’yu sebagai media pengambilan hukum, yang hasilnya sering disebut dengan istilah maslahah. Dan ini banyak dipraktekan oleh Imam mereka sendiri, sayyidina Umar bin Khaththab (23 H).

Dan kemudian juga diteruskan oleh para 7 AHli Fiqih Madinah yang hampir kesemuanya menjadi penasehat keagamaan bagi khalifah ketika itu. Di antaranya ialah Said bin Al-Musayyib (94 H), juga ‘Ubaidillah bin Abdillah bin ‘Utbah (94 H) yang menjadi penasehat khalifah Umar bin Abdul Aziz (101 H).

Dan sejatinya agak keliru juga kalau madzhabnya Imam Abu Hanifah dikatakan sebagai pewaris madrasah Kufah/’Iraq saja, karena dalam catatan hidupnya, Imam Abu Hanifah jua mewarisi fiqih Madrasah Atsar dari Mekkah melalui ‘Atha’ bin Abi Rabah (114 H). yang mana beliau berguru langsung kepada ‘Atha’ ketika berada di Mekkah dan sempat tinggal lama, bahkan terulang setiap tahun. Karena sejarawan menyebutkan bahwa Imam Abu Hanifah pergi haji dalam hidupnya sebanyak 55 kali, jadi frekuensi pertemuannya pun sangat lama.

Baiknya kita tutup tulisan ini dengan berpakataan Imam Hanani yang masyhur ini yang kemudian dijadikan sebagai ushul madzhabnya, bahwa Imam Abu Hanifah tidak asal berijtihad, bahkan fatwa sahabat pun menjadi dalil bagi mereka.

Di tengah majli yang dihadiri oleh para muridnya, termasuk Imam Abu Yusuf (182 H) dan Imam Muhammad bin Al-Hasan Al-Syaibani (189 H):

“Aku mengambil (hukum) dengan kitab Allah swt (al-Quran), dan apa yang aku tidak dapati di Al-Quran, aku mengambil dari hadits-hadits Nabi saw. Kalau aku tidak menemukannya di Al-Quran dan juga tidak di hadits Nabi saw, aku mengambil dari fatwa (perkataan) para sahabat Nabi saw, aku mengambil dari mereka yang aku mau, dan aku tingalkan yang aku mau (memilih), akan tetapi aku tidak keluar dari perkataan mereka kepada selain mereka (sahabat).

Kalau dari para sahabat juga aku tidak menemukan, atau perkara ini sampai pada Ibrahim Al-Nakho’i, SUfyan Al-Tsauri, Al-Sya’bi, Hasan Al-Bashri, ‘Atho, dan Said bin Al-Musayyib dan beberapa orang lain (dari kalangan tabi’in), maka aku berijtihad sebagaimana mereka berijtihad!”

Begitu juga dengan redaksi yang sama disebutkan oleh Imam Al-Mizi dalam kitabnya Tahdzib Al-Kamal (29/443). Begitu oleh Imam Ibnu Abdil Barr (463 H) dalam kitabnya Al-Intiqo’ fi Fadhoil Al-Tsalastah Al-Aimmah Al-Fuqoha’ (hal 144).
ttttt

Tidak ada komentar:

Posting Komentar