Kamis, 26 Februari 2015

Burdah Pengaduan cinta

Assalamu'alaikum, Ada yang mempunyai qoshidah burdah ? Tolong dong kalau ada copasin qoshidah burdah , translet arab gundul dan artinya. Terima Kasih

Wa'alaikum salam
- Qoshidah Burdah Bagian Pertama :
Di kutip dari http://ulinuhaasnawi.blogspot.com/.../qosidah-burdah...

قصيدة البردة

للناظم الشيخ محمد البوصيري
الفصل الأول : في الغزل وشكوى الغرام
Bagian pertama: Bercumbu dan pengaduan cinta

مَوْلَايَ صَلِّي وَسَلِّـمْ دَآئِــماً أَبَـدًا ۞ عَلـــَى حَبِيْبِـكَ خَيْــرِ الْخَلْقِ كُلِّهِمِ
هُوَالْحَبِيْبُ الَّذِيْ تُرْجَى شَفَاعَتُهُ ۞ لِكُلّ هَوْلٍ مِنَ الْأِهْوَالِ مُقْتَحِـــــــمِ

أَمِنْ تَذَكُّرِ جِيْرَانٍ بِذِيْ سَــــلَــمٍ ۞ مَزَجْتَ دَمْعًا جَرَيْ مِنْ مُقْلَةٍ بِـــدَمِ
Apakah karena mengingat para kekasih di Dzi Salam[1] sana
Engkau deraikan air mata dengan darah duka

أَمْ هَبَّتِ الرِّيْحُ مِنْ تِلْقَاءِ كَاظِمَـــةٍ ۞ وَأَوْمَضَ الْبَرْقُ فِيْ الْضَمَآءِ مِنْ إِضَـمِ
Ataukah karena hembusan angin terarah lurus berjumpa di Kadhimah [2]
Dan kilatan cahaya gulita malam dari kedalaman jurang idham [3].

فَمَا لِعَيْنَيْكَ إِنْ قُلْتَ اكْفُفَا هَمَتَــا ۞ وَمَا لِقَلْبِكَ إِنْ قُلْتَ اسْتَفِقْ يَهِـــــمِ
Mengapa kedua air matamu tetap meneteskan airmata? Padahal engkau telah berusaha membendungnya.
Apa yang terjadi dengan hatimu? Padahal engkau telah berusaha menghiburnya

أَيَحَسَبُ الصَّبُّ أَنَّ الْحُبَّ مُنْكَتـــِمٌ ۞ مَا بَيْنَ مُنْسَجِمٍ مِنْهُ وَمضْطَــــرِمِ
Apakah diri yang dirundung nestapa karena cinta mengira bahwa api cinta dapat disembunyikan darinya.
Di antara tetesan airmata dan hati yang terbakar membara

لَوْلَا الْهَوَى لَمْ تُرِقْ دَمْعاً عَلَي طَـلَلٍ ۞ وَلاَ أرَقْتَ لِذِكْرِ الْبَانِ وَالْعَلـَـــمِ
Andaikan tak ada cinta yang menggores kalbu, tak mungkin engkau mencucurkan air matamu.
Meratapi puing-puing kenangan masa lalu berjaga mengenang pohon ban dan gunung yang kau rindu

فَكَيْفَ تُنْكِرُ حُباًّ بَعْدَ مَا شَــهِدَتْ ۞ بِهِ عَلَيْكَ عُدُوْلُ الدَّمْعِ وَالسَّـــقَمِ
Bagaimana kau dapat mengingkari cinta sedangkan saksi adil telah menyaksikannya
Berupa deraian air mata dan jatuh sakit amat sengsara

وَأَثْبَتَ الْوَجْدُ خَطَّيْ عَبْرَةٍ وَّضَــنىً ۞ مِثْلَ الْبَهَارِمِ عَلَى خَدَّيْكَ وَالْعَنَــــمِ
Duka nestapa telah membentuk dua garisnya isak tangis dan sakit lemah tak berdaya
Bagai mawar kuning dan merah yang melekat pada dua pipi

نَعَمْ سَرَى طَيْفُ مَنْ أَهْوَى فَأَرّقَنِي ۞ وَالْحُبّ يَعْتَرِضُ اللّذّاتَ بِالَلَــــــمِ
Memang benar bayangan orang yang kucinta selalu hadir membangunkan tidurku untuk terjaga
Dan memang cinta sebagai penghalang bagi siempunya antara dirinya dan kelezatan cinta yang berakhir derita

يَا لَا ئِمِي فِي الهَوَى العُذْرِيِّ مَعْذِرَةً ۞ مِنّي إِلَيْكَ وَلَوْ أَنْصَفْتَ لَمْ تَلُمِ
Wahai pencaci derita cinta kata maaf kusampaikan padamu
Aku yakin andai kau rasakan derita cinta ini tak mungkin engkau mencaci maki

عَدَتْكَ حَـــالِـي لَاسِرِّيْ بِمُسْتَتِرٍ ۞ عَنِ الْوِشَاةِ وَلاَ دَائِيْ بِمُنْحَسِــمِ
Kini kau tahu keadaanku, tiada lagi rahasiaku yang tersimpan darimu
Dari orang yang suka mengadu domba dan derita cintaku tiada kunjung sirna

مَحّضْتَنِي النُّصْحَ لَكِنْ لَّسْتُ أَسْمَعُهُ ۞ إَنّ الُحِبَّ عَنِ العُذَّالِ فِي صَمَمِ
Begitu tulus nasihatmu, tapi aku tak mampu mendengar semua itu
Karena sesungguhnya orang yang dimabuk cinta tuli dan tak menggubris cacian pencela

إِنِّى اتَّهَمْتُ نَصِيْحَ الشّيْبِ فِي عَذَلِي ۞ وَالشّيْبُ أَبْعَدُ فِي نُصْحِ عَنِ التُّهَمِ
Aku curiga ubanku pun turut mencelaku
Padahal ubanku pastilah tulus memperingatkanku

Keterangan :
[1] Dzi salam: Suatu tempat antara makkah dan madinah
[2] Kadhimah: Jalan menuju makkah
[3] Idam: Sebuah jurang di Madinah

Baca juga Qoshidah Burdah bagian selanjutnya

Wallahu A'lam

Rabu, 25 Februari 2015

Maksud hadis 'Allah menciptakan adam dengan bentuk shurahNYA'

Maksud hadits Allah menciptakan adam dengan bentuk rupaNYA
Maksud hadits 'Allah menciptakan adam dengan bentuk shurahNYA'
Bagaimanakah makna sebuah hadits Rasulullah saw:

أن الله خلق آدم على صورته
أن الله خلق آدم على صورة الرحمن

Dan Apakah kedua hadits tersebut shaheh?

jawab:
Untuk hadits yang pertama (أن الله خلق آدم على صورته) sebagaimana ayat dan hadits mutasyabihat lainnya terdapat dua pandangan ulama yaitu para ulama salaf dan ulama khalaf. Ulama salaf cenderung tidak memberikan pemahaman terhadap semua nash mutsyabihat karena memang kondisi pada masa tersebut tidak ada pemahaman yang melenceng serta menimbulkan tasybih Allah ta`ala dengan mahkluk.

Pada era ulama khalaf hal ini telah berobah, pada saat itu telah banyak muncul ta`wil-ta`wil yang sesat, sehingga menurut ijtihad para ulama khalaf kalau saja ayat-ayat mutasyabihat tersebut tidak ditafsirkan dengan makna yang layak bagi Allah ta`ala maka kedepan akan makin banyak timbul pemahaman-pemahan yang menentang dengan syariat.

Berkenaan hadits ini para ulama khalaf berbeda pendapat dalam menafsirkan hadist di atas.
  1. Bila shurah dalam hadits tersebut diartikan dengan bentuk shurah pada hakikat maka dhamir hu pada kalimat صورته tidak sah kembali kepada Allah karena Allah tidak memiliki rupa. Berdasarkan asbabul wurud hadits ini yang datang berkenaan dengan dengan seorang tuan yang menampar budaknya. Maka Nabi mencelanya dan untuk mengatakan mengatakan bahwa Allah menciptakan Nabi Adam as dalam bentuk rupa hamba tersebut, mengapa ia tega menampar wajah yang mirip dengan wajah nenek moyangnya Nabi Adam as. Ini merupakan bentuk mengajarkan adab oleh Nabi terhadap tuan tersebut. Maka dhamir pada akhir kalimat صورته kembali kepada “hamba tersebut” bukan kepada Allah, sehingga arti dari hadits tersebut adalah “bahwa sungguh Allah menciptakan Nabi Adam as dalam bentuk shurahnya (hamba tersebut)”
  2. Bila dimaksudkan dengan shurah tersebut bukanlah shurah pada hakikat tetapi hanyalah sifat, maka ha dhamer tersebut sah-sah saja kembali kepada Allah. Maka maksud dari hadits tersebut adalah bahwa Allah menciptakan Nabi Adam dihiasi dengan sifat Allah yaitu rahmat, ilmu dll dalam artian Nabi Adam memiliki sifat kasih sayang (rahmat), ilmu dll walaupun sifat yang ada Allah tidaklah sama dengan sifat yang ada pada Nabi Adam. Ini merupakan satu pujian bagi Nabi Adam as. Hal ini dikuatkan oleh hadits lain yang berbunyi تخلقوا بأخلاق الله “berakhlaklah dengan akhlak Allah” Sama juga halnya seperti kata siti Aisyah ra ketika menggambarkan sifat Rasulullah: وكان خلقه القران “sifat beliau adalah Al quran” Maka dalam hadits ini Allah memuji Nabi adam karena beliau memiliki sifat-sifat yang terpuji.
  3. Maksud dengan صورته (shurah) adalah ruh. Adapun tujuan dinisbahkan ruh kepada Allah sehingga dikatakan ruh Allah hanyalah bertujuan untuk memuliakan saja seperti halnya dinisbahkan ka`bah kepada Allah sehingga dikatakan baitullah (rumah Allah).
  4. Dhamir pada صورته kembali pada Nabi Adam as. Artinya Allah menciptakan Nabi Adam as langsung dalam rupa yang telah Allah ciptakan tanpa melalui proses perubahan dari nuthfah menjadi `alaqah dan mudh`ah sebagaimana layaknya pada manusia lain.

Sedangkan hadits أن الله خلق آدم على صورة الرحمن dari segi makna bisa dimaksudkan sebagaimana pada hadits أن الله خلق آدم على صورته berdasarkan pendapat yang mengatakan bahwa marji` dhamir صورته adalah Allah. Namun pada riwayat hadits ini ada tiga cedera sebagaimana diterangkan oleh Ibnu al-Jauzy yaitu:
  1. Imam Tsaury dan A`masy berbeda pendapat tentang hadits ini, Imam Tsaury mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits mursal, sedangkan A`masy mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits marfu`.
  2. Terjadinya tadlits pada periwayatan hadits ini, `Amasy tidak menyebutkan bahwa beliau mendengar hadits ini dari Habib bin Abi Tsabit.
  3. Adanya dugaan tadlits hadits oleh Habib karena tidak dapat dipastikan bahwa Habib sempat mendengar hadits ini dari `Atha’.

Referensi:

الفتاوى الحديثية لابن حجر الهيتمي ص 381 دار الفكر

وسئل ) نفع الله به عن حديث خلق آدم على صورته أو على صورة الرحمن هل هو وارد أولا

فأجاب ) بقوله نعم هو وارد ولكن الضمير في صورته إذا أريد بها حقيقتها ليس للحق تعالى لتعاليه عن الصورة ولوازمها علوا كبيرا وإنما سبب ذلك أن عبدا لطمه سيده على وجهه فزجره النبي عن ذلك وقال له زيادة في تأديبه أن الله خلق آدم على صورته أي فكيف تضربه على وجهه المحاكي لوجه أبيك آدم وصورته أما إذا أريدبها مجرد الوصف فيصح رجوع الضمير إلى الله كما تصح به رواية على صورة الرحمن ويكون مفاد الحديث حينئذ أنه تعالى خلق آدم متجليا على صورته بشيء من صفات الحق كالرحمة ومن ثم خص وصف الرحمن بالذكر في الرواية الثانية ويؤيد ذلك - تخلقوا بأخلاق الله - وقول عائشة رضي الله عنها في حق النبي وكان خلقه القرآن

الفتاوى الحديثية لابن حجر الهيتمي ص 384 دار الفكر

وسئل ) رحمه الله تعالى عن معنى حديث أن الله خلق آدم على صورته هل هو صحيح أو لا

فأجاب ) بقوله الحديث صحيح والجواب عنه أنه وارد على سبب هو أن النبي رأى رجلا يضرب عبده على وجهه فقال له ذلك أي لا تضربه على وجهه فإن الله خلق وجه آدم على صورة هذا الوجه وآدم أبوك فكيف تضرب وجها بشبه وجه أبيك فالضمير لغير مذكور دل عليه قرينة الحال الخارجة وهو جائز ويصح أن يكون الضمير لله تعالى كما هو ظاهر السياق وحينئذ يتعين أن المراد بالصورة الصفة أي أن الله تعالى خلق آدم على أوصافه من العلم والقدرة وغيرهما ويؤيد هذا الحديث الصحيح عن عائشة رضي الله تعالى عنها كان خلقه القرآن وحديث تخلقوا بأخلاق الله تعالى فالمطلوب من الكامل أن يطهر أخلاقه وأوصافه من كل نقص ليحصل له نوع تأس بأخلاق ربه أي صفاته وإلا فشتان ما بين أوصاف القديم والحادث وبهذا التقرير يعلم أن في هذا الحديث غاية المدحة لآدم صلى الله على نبينا وعليه وعلى جميع الأنبياء والمرسلين وسلم حيث أوجد الله فيه صفات كصفاته تعالى بالمعنى الذي قررته ويصح أن يراد بالصورة المعنى المراد من الروح وبالإضافة غاية التشريف لآدم صلوات الله وسلامه عليه ولبنيه والحاصل أن الحديث أن أعيد الضمير فيه لله وجب تأويله على ما هو المعروف من مذهب الخلف الذي هو أحكم وأعلم خلافا

لفرقة ضلوا عن الحق وارتكبوا عظائم من الجهة والتجسيم اللذين هم كفر عند كثير من العلماء أعاذنا الله من ذلك بمنه وكرمه

شرح النووي على صحيح مسلم ج 16 ص 166 دار إحياء التراث العربي - بيروت

فان الله خلق آدم على صورته ) فهو من احاديث الصفات وقد سبق في كتاب الايمان بيان حكمها واضحا ومبسوطا وأن من العلماء من يمسك عن تأويلها ويقول نؤمن بانها حق وأن ظاهرها غير مراد ولها معنى يليق بها وهذا مذهب جمهور السلف وهو أحوط وأسلم والثاني انها تتأول على حسب ما يليق بتنزيه الله تعالى وإنه ليس كمثله شئ قال المازري هذا الحديث بهذا اللفظ ثابت ورواه بعضهم ان الله خلق آدم على صورة الرحمن وليس بثابت عند اهل الحديث وكأن من نقله رواه بالمعنى الذي وقع له وغلط في ذلك قال المازري وقد غلط بن قتيبة في هذا الحديث فأجراه على ظاهره وقال لله تعالى صورة لا كالصور وهذا الذي قاله ظاهر الفساد لأن الصورة تفيد التركيب وكل مركب محدث والله تعالى ليس بمحدث فليس هو مركبا فليس مصورا قال وهذا كقول المجسمة جسم لا كالاجسام لما رأوا اهل السنة يقولون الباري سبحانه وتعالى شئ لا كالاشياء طردوا الاستعمال فقالوا جسم لا كالاجسام والفرق أن لفظ شئ لا يفيد الحدوث ولا يتضمن ما يقتضيه وأما جسم وصورة فيتضمنان التأليف والتركيب وذلك دليل الحدوث قال العجب من بن قتيبة في قوله صورة لا كالصور مع أن ظاهر الحديث على رأيه يقتضي خلق آدم على صورته فالصورتان على رأيه سواء فاذا قال لا كالصور تناقض قوله ويقال له ايضا إن أردت بقولك صورة لا كالصور أنه ليس بمؤلف ولا مركب فليس بصورة حقيقة وليست اللفظة على ظاهرها وحينئذ يكون موافقا على افتقاره إلى التأويل واختلف العلماء في تأويله فقالت طائفة الضمير في صورته عائد على الأخ المضروب وهذا ظاهر رواية مسلم وقالت طائفة يعود إلى آدم وفيه ضعف وقالت طائفة يعود إلى الله تعالى ويكون المراد اضافة تشريف واختصاص كقوله تعالى ناقة الله وكما يقال في الكعبة بيت الله ونظائره والله اعلم

كتاب الحاوى الكبير ـ الماوردى ج13 ص 926 دار الفكر

وقال علي بن أبي طالب رضي الله عنه للجلاد : اضرب وأوجع ، واتق الرأس والفرج وروي عن النبي {صلى الله عليه وسلم} أنه نهى عن تقبيح الوجه ، وعن ضربه ، وعن الوشم فيه وروي أن النبي {صلى الله عليه وسلم} سمع رجلا يسب رجلا ، وهو يقول : قبح الله وجهك ، ووجه من أشبهك فقال {صلى الله عليه وسلم} : لا تسبوا الوجه ، فإن الله تعالى خلق آدم على صورته يعني على صورة هذا الرجل ، فلما نهى عن سب الوجه كان النهي عن ضربه أولى

. الباز الأشهب المنقض على مخالفي المذهب - ابي الفرجابن الجوزي

الحديث الأول روى البخاري ومسلم في الصحيحين من حديث أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (خلق الله آدم على صورته). قلت: للناس في هذا مذهبان أحدهما: السكوت عن تفسيره، والثاني: الكلام في معناه، واختلف أرباب هذا المذهب في الهاء على من تعود..؟ على ثلاثة أقوال: أحدها: تعود على بعض بني آدم، وذلك أن النبي صلى الله عليه وسلم مر برجل يضرب رجلاً وهو يقول: قبح الله وجهك ووجه من أشبه وجهك. فقال: (إذا ضرب أحدكم فليتق الوجه فإن الله تعالى خلق آدم على صورته).قالوا: وإنما اقتصر بعض الرواة على بعض الحديث فيحمل المقتصر على المفسر قالوا: فوجه من أشبه وجهك يتضمن سب الأنبياء والمؤمنين.إنما خص آدم بالذكر، لأنه هو الذي ابتدأت خلقته ووجهه على هذه الصورة التي احتذى عليها من بعده، وكأنه نبه على أنك سببت آدم وأنت من أولاده وذلك مبالغة في زجره، فعلى هذا تكون الهاء كناية عن المضروب، ومن الخطأ أن ترجع إلى الله عز وجل بقوله: ووجه من أشبه وجهك فإنه إذا نسب إليه شبه سبحانه وتعالى كان تشبيهاً صريحاً.وفي صحيح مسلم من حديث أبي هريرة - رضي الله عنه - عن النبي - صلى الله عليه وسلم - أنه قال: (إذا قاتل أحدكم فليتق الوجه، فإن الله تعالى خلق آدم على صورته).القول الثاني: (إن الهاء كناية عن إسمين ظاهرين، فلا يصح أن يضاف إلى الله عز وجل لقيام الدليل على أنه ليس بذي صورة، فعادت إلى آدم، ومعنى الحديث: إن الله خلق آدم على صورته التي خلقها عليها تاماً لم ينقله من نطفة إلى علقة هذا مذهب أبي سليمان الخطابي، وقد ذكره ثعلب في أماليه.القول الثالث: (إنها تعود إلى الله تعالى) وفي معنى ذلك قولان: أحدهما: أن تكون صورة ملك، لأنها فعله وخلقه، فتكون إضافتها إليه من وجهين: أحدهما: التشريف بالإضافة كقوله تعالى: (وَطَهَرا بَيتي لِلطائِفين).والثاني: لأنه ابتدعها على غير مثال سابق وقد روي هذا الحديث من طريق ابن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: (لا تقبح الوجه فإن آدم خُلق على صورة الرحمن).قلت: هذا الحديث فيه ثلاثة علل، أحدها: ان الثوري والأعمش اختلفا فيه فأرسله الثوري ورفعه الأعمش.الثانية: أن الأعمش كان يدلس فلم يذكر أنه سمعه من حبيب بن أبي ثابت.والثالثة: أن حبيباً كان يدلس فلم يعلم أنه سمعه من عطاء.قلت: وهذه أدلة توجب وهناً في الحديث ثم هو محمول على إضافة الصورة إليه ملكاً.والقول الثاني: أن تكون صورة بمعنى الصفة. تقول: هذا صورة هذا الأمر: أي صفته ويكون المعنى خلق آدم على صفته من الحياة والعلم والقدرة والسمع والبصر والإرادة والكلام فميزه بذلك على جميع الحيوانات، ثم ميزه عن الملائكة بصفة التعالي حين أسجدهم له. وقال ابن عقيل إنما خص آدم بإضافة صورته إليه لتخصيصه وهي السلطنة التي تشاكلها الربوبية استعباداً وسجوداً وأمراً نافذاً وسياسات تعمر بها البلاد ويصلح به العباد وليس في الملائكة والجن من تجمع على طاعته نوعه وقبيله سوى الآدمي.وإن الصورة هاهنا معنوية لا صورة تخاطيط، وقد ذهب أبو محمد بن قتيبة في هذا الحديث إلى مذهب قبيح فقال: لله صورة لا كالصور فخلق آدم عليها..؟؟ وهذا تخليط وتهافت لأن معنى كلامه: إن صورة آدم كصورة الحق.وقال القاضي: يطلق على الحق تسمية الصورة لا كالصور، نقض لما قاله، وصار بمثابة من يقول: جسم لا كالأجسام، فإن الجسم ما كان مؤلفاً، فإذا قال: لا كالأجسام نقض ما قال

Wasilah atau Tawasul dalam Al Qur'an

Tekait : Hukum Tawassul 


TENTANG WASILAH DAN TAWASSUL

Mengapa Bertawassul?
Wasilah (=perantara) artinya sesuatu yang menjadikan kita dekat kepada Allah SWT. Adapun tawassul sendiri berarti mendekatkan diri kepada Allah atau berdo’a kepada Allah dengan mempergunakan wasilah, atau mendekatkan diri dengan bantuan perantara.

Pernyataan demikan dapat dilihat dalam surat Al-Maidah ayat 35, Allah berfirman :

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ

“Wahai orang-orang yang beriman takutlah kamu kepada Allah, dan  carilah jalan (wasilah/perantara)."

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya (wasilah) dan berjihadlah pada jalan-Nya supaya kalian mendapat keberuntungan.”

dan firman Allah di dalam surat Al Isra` ayat 57 yang berbunyi:

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri juga mencari jalan (wasilah) kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah).”

Ada beberapa macam wasilah. Orang-orang yang dekat dengan Allah bisa menjadi wasilah agar manusia juga semakin dekat kepada Allah SWT. Ibadah dan amal kebajikan juga dapat dijadikan wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Amar ma’ruf dan nahi mungkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) juga termasuk wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Mengenai tawassul dengan sesama manusia, tidak ada larangan dalam ayat Al-Qur’an dan Hadits mengenai tawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah para Nabi, para Rasul, sahabat-sahabat Rasulullah SAW, para tabi’in, para shuhada dan para ulama shalihin.

Karena itu, berdo’a dengan memakai wasilah orang-orang yang dekat dengan Allah di atas tidak disalahkan, artinya telah disepakati kebolehannya. Bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah, senyatanya tetap
memohon kepada Allah SWT karena Allah-lah tempat meminta dan harus diyakini bahwa sesungguhnya:

لاَمَانَعَ لمِاَ اَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِى لمِاَ مَنَعْتَ

Tidak ada yang bisa mencegah terhadap apa yang Engkau (Allah) berikan, dan tidak ada yang bisa memberi sesuatu apabila Engkau (Allah) mencegahnya.

Secara psikologis tawassul sangat membantu manusia dalam berdoa. Katakanlah bertawassul sama dengan meminta orang-orang yang dekat kepada Allah SWT itu agar mereka ikut memohon kepada Allah SWT atas apa yang kita minta.

Tidak ada unsur-unsur syirik dalam bertawassul, karena pada saat bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah SWT seperti para Nabi, para Rasul dan para shalihin, pada hakekatnya kita tidak bertawassul dengan dzat mereka, tetapi bertawassul dengan amal perbuatan mereka yang shaleh.

Karenanya, tidak mungkin kita bertawassul dengan orang-orang yang ahli ma’siat, pendosa yang menjauhkan diri dari Allah, dan juga tidak bertawassul dengan pohon, batu, gunung dan lain-lain.

Mau tanya ni, hukum mengamalkan tawassul kepada para wali itu gimana? Boleh nggak? Trims

jawab :

“Tawassul” dari segi bahasa dari kata “wasilah” yang berarti ‘darajah’ (kedudukan), ‘qurbah’ (kedekatan), atau dari ‘washlah’ (penyampai dan penghubung). Dalam istilah syariat Islam tawassul dikenal sebagai sarana penghubung kepada Allah melalui ketaatan.
Contoh: orang sakit datang ke dokter, dia menjadikan dokter sebagai perantara untuk mendapatkan kesembuhan dengan tetap meyakini bahwa pemberi kesembuhan adalah Allah Swt. Begitu pula seorang murid membaca buku atau belajar kepada seorang guru, maka dia menjadikan buku dan guru sebagai perantara untuk meraih ilmu. Sedangkan ilmu pada hakikatnya dari Allah Swt.

Apabila diyakini dokter pemberi kesembuhan atau buku dan guru pemberi ilmu, maka dihukumi sebagai kesyirikan terhadap Allah.
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ

“ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepadanya.” (QS Al-Ma’idah: 35).

Perintah dari Allah di atas untuk mencari wasilah (perantara) mendekat diri kepada-Nya disebutkan secara mutlak (dalam bentuk ketaatan). Dalam kitab tafsir Asshowy diterangkan “Termasuk kesesatan dan kerugian yang nyata apabila mengkafirkan kaum muslimin karena berziarah ke makam para wali Allah, dengan menuduh bahwa ziarah merupakan penyembahan kepada selain Allah. Tidak! bahkan termasuk bentuk cinta karena Allah, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah Saw

اَلاَ لاَ إِيْمانَ لِمَن لاَ مَحبةَ له والوسيلة له التي قال الله فيها وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ

“Ingatlah ! tidak ada iman bagi orang yang tidak ada cinta, dan wasillah kepadanya yang dikatakan Al-Qur’an “dan carilah wasilah menuju Allah”. (As-Showi ala Tafsir jalalain juz 1 hal. 372)
Macam-Macam Tawassul :

a)        Tawassul Dengan Amal Solih
Hadits  riwayat Imam Bukhori No. 2111 hal. 40 juz 8 menceritakan tiga orang yang terperangkap di dalam goa yang tertutup batu besar. Mereka keluar dengan selamat setelah memohon kepada Allah dengan wasilah amal-amal soleh mereka.

b)        Tawassul Dengan Orang Solih Yang Hidup
Disebutkan dalam sohih Bukhori

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُثَنَّى عَنْ ثُمَامَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ

Diriwayatkan dari Anas bin Malik sesungguhnya Umar bin Khatthab RA ketika masyarakat tertimpa paceklik, dia meminta hujan kepada Allah dengan wasilah Abbas bin Abdul Mutthalib, dia berdo’a “Ya Allah! Dulu kami bertawassul kepada-Mu dengan perantara Nabi kami, lalu kami diberi hujan. Kini kami bertawassul kepadamu dengan perantara paman Nabi kami, berikanlah kami hujan”. Perawi hadits mengatakan “Mereka pun diberi hujan.”. HR Bukhory : 4/99.
Jelas sekali bahwa Sayidina Umar r.a. memohon kepada Allah dengan wasilah bbas, paman Rasulullah SAW padahal Sayidina Umar lebih utama dari Abbas dan dapat memohon kepada Allah tanpa wasilah

c)        Tawassul Dengan Orang yang  telah meninggal.
Dari Sayyidina Ali kr. “Sesungguhnya Nabi Saw ketika mengubur Fatimah binti Asad, ibu dari Sayyidina Ali Ra. Nabi mengatakan “Ya Allah! dengan Hakku dan Hak para nabi sebelumku ampunilah ibu setelah ibuku (wanita yang mengasuh Nabi sepeninggal Ibu-Nya)”. {HR. Thabrany dalam kitab Ausat juz 1 hal. 152}. Pada hadits tersebut Nabi betawassul dengan para nabi yang sudah meninggal.

d)        Tawassul Dengan Yang Belum Wujud.
Allah berfirman :

وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ

“Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu”.(QS Al-Baqarah 89)
Diriwayatkan bahwa kaum Yahudi memohon pertolongan untuk mengalahkan kaum Aus dan Khazraj dengan wasilah Nabi Muhammad SAW yang kala itu belum diutus dan mereka diberi kemenangan oleh Allah, Akan tetapi setelah beliau diutus sebagai Rasul mereka mengkufurinya. (Tafsir Attobari juz2 hal.333)

Disebutkan pula

عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « لما اقترف آدم الخطيئة قال : يا رب أسألك بحق محمد لما غفرت لي ، فقال الله : يا آدم ، وكيف عرفت محمدا ولم أخلقه ؟ قال : يا رب ، لأنك لما خلقتني بيدك ونفخت في من روحك رفعت رأسي فرأيت على قوائم العرش مكتوبا لا إله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى اسمك إلا أحب الخلق إليك

Dalam hadits yang diriwayatkan Umar bin Khatthab Ra. Rasullulah bersabda “Ketika Nabi Adam melakukan kesalahan, Beliau berkata, “Wahai Tuhanku! aku meminta kepada-Mu dengan Hak Muhammad ampuni aku”. Kemudian Allah menjawab “Wahai Adam! bagaimana kamu mengetahui tentang  Muhammad padahal Aku belum menciptakan-Nya?”. Adam berkata “Wahai Tuhanku! karena ketika Engkau ciptakan aku dengan kekuasaan-Mu dan Kau tiupkan ruh ke dalam diriku, setelah aku mengangkat kepalaku, aku melihat pada tiang Arsy tertulis “Lailaha illallah Muhammad Rasullullah” maka aku pun meyakini, tidaklah Kau sandarkan sebuah nama pada nama-Mu kecuali mahluk yang paling Engkau cintai”. {HR. Hakim dalam kitab Mustadrok juz 10 hal. 7. dan dishohihkan oleh al-Hafidz As-Suyuthy dalam kitab khosois an-Nabawiyyah, Imam baihaqy dalam kitab Dalailun Nubuwwah, Imam  al-Qasthalany dan Zarqany dalam kitab al-Mawahib al-Ladzunniyah juz 2 hal. 62, dan Imam As-Subky dalam kitab Syifa’us Siqom}.

Ini adalah bukti bahwa Nabi Adam pun menjadikan Rasulullah SAW sebagai wasilah sehinga Allah menerima tobatnya, padahal beliau belum diwujudkan oleh Allah SWT.

e)        Tawassul Dengan Benda Mati

Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 248 :

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آَيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آَلُ مُوسَى وَآَلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman”.
Al Hafidz Ibn Kasir dalam kitab tarikh mengatakan: “Ibn Jarir berkata: “Bani Israil apabila berperang melawan musuh, mereka membawa tabut, dan mereka mendapatkan kemenangan berkat tabut, yang berisi bekas peninggalan keluarga Musa dan Imran”".
Ibn Kasir mengatakan pula dalam kitab tafsirnya “Tabut itu berisi tongkat Nabi Musa dan Nabi Harun serta baju Nabi Harun, sebagaian ulama mengatakan tongkat dan dua sandal”.

Apabila bertawassul dengan bekas peninggalan para Nabi, Allah SWT ridho dengan perbuaatan mereka dengan mengembalikan tabut itu ke tangan mereka setelah lama hilang, karena kemaksiatan mereka dan menjadikan tabut itu tanda keabsahan kerajaan Tholut, padahal isi tabut adalah benda-benda mati maka apakah menjadi syirik bila kita bertawassul dengan sebaik-baik Nabi?
Kesalahfahaman Kelompok Penentang Tawassul Dalam Memahami Ayat & Hadits
Sebagian orang mengatakan bahwa tawassul hukumnya haram dan menyebabkan kesyirikan, karena perbuatan ini sama dengan perbuatan orang musyrik, berdasarkan firman Allah Swt

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى

Artinya “Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya “.Az Zumar : 3

Sebenarnya ayat di atas tidaklah tepat jika ditujukan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah karena ayat itu diturunkan untuk menjelaskan kelicikan orang-orang musyrik di dalam membela diri mereka terhadap sesembahan mereka yaitu berhala-berhala yang sebenarnya mereka meyakini bahwa berhala-berhala itu berkuasa memberi manfat dan mendatangkan bahaya. Sedangkan orang yang beriman meyakini bahwa semua manfaat dan bahaya semata dari Allah.

Selain itu kalimat

 ما نعبدهم الا ليقربونا

artinya kami tidak menyembah berhala-berhala itu kecuali untuk mendekatkan diri kami kepada Allah. Apakah sama yang diyakini orang yang bertawasul ?, Tidak, mereka menyembah kepada Allah dan tidak menyembah kepada selain Allah dan mereka tidak menjadikan apa yang mereka tawassuli untuk mendekatkan diri kepada Allah, mereka meminta kepada Allah berkat orang-orang yang soleh yang telah diridhoi oleh Allah.

Salah besar jika melarang tawassul dengan ayat di atas. Yang lebih mengggelikan, ayat yang ditujukan kepada musyrikin ini, mereka gunakan untuk menyerang orang-orang beriman yang meng-esakan Allah. Imam Bukhori berkata “Ini adalah perbuatan orang khawarij. Mereka mengambil ayat untuk orang kafir kemudian menimpakan ayat tersebut kepada muslimin dengan tanpa dalil dan disertai fanatik yang keterlaluan “. {lihat kitab Mas’alatul al-Washilah karya Muhammad Zaky Ibrohim hal. 8}.
:Mereka juga salah di dalam memahami hadits

اذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ

“Apabila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah. Apabila kamu meminta tolong maka minta tolonglah kepada Allah” {HR. Turmudzy juz 9 hal. 56}

Dinyatakan hadits di atas dalil untuk mengharamkan bertawasul.
Sebenarnya hadits ini mengingatkan bahwa semua datangnya dari Allah Swt. Jelasnya, bila kamu meminta kepada salah satu mahluk, maka tetaplah berkeyakinan semuanya dari Allah Swt bukan larangan untuk meminta kepada selain Allah sebagaimana zhohir hadits. Sesuai dengan hadits berikut,

وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ

“Ketahuilah seandainya semua umat berkumpul untuk memberimu manfaat dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa memberimu manfaat kecuali sesuatu yang telah ditetapkan Allah Swt kepadamu. Apabila mereka berkumpul untuk membahayakan kamu dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa membahayakanmu kecuali dengan  sesuatu yang telah Allah tentukan atasmu”. {HR. Turmudzy juz 9 hal. 56}
Bandingkan ! hadits Nabi yang berbunyi :

لَا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ

“Janganlah bergaul dengan kecuali orang mu’min dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertqwa” {HR. Abi Daud juz 12 hal. 458}
Apakah hadits ini sebagai larangan bagi kita untuk bergaul dengan orang kafir dan memberi makan orang yang tidak betaqwa itu haram ?. Tidak ! hadits di atas peringatan “janganlah disamakan bergaul dengan orang yang kafir dengan bergaul dengan orang yang beriman, dan lebih perhatikanlah membantu orang yang bertaqwa dari pada selainnya”. Hadits tersebut hanyalah anjuran, bukan kewajiban.
Sebenarnya banyak sekali dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawasul bahkan menjadi suatu anjuran, tapi yang di atas kiranya menjadi cukup sebagai pemikiran tentang kekurang fahaman mereka terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits serta kefanatikan mereka terhadap pendapat diri sendiri tanpa menghargai pendapat orang lain yang lebih tinggi ilmu dan kesolehannya.

 Wallahu A’lam

اللهم اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ، آمـين.     والله اعلم


Al Quran. Allah berfirman tentang perkataan mereka:

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى

“dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidaklah menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya.” [QS Az Zumar: 3]

Di dalam ayat yang lain disebutkan:

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ

“Mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada Kami di sisi Allah.” [QS Yunus: 18]

Beliau berkata: “Tafsir wasilah yang kami sebutkan di sini juga merupakan makna dari firman Allah:

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri juga mencari jalan (wasilah) kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah).” [QS Al Isra`: 57]

kalau kita bertawasul kepada nabi Muhammad saw, itu sudah pasti y akhi,…nabi sendiri aja ngajarkan. Dalam hadist diterangkan, nabi mengajarkan kepada seseorang untuk berkata:

اللهم إني أسألك وأتوجه إليك بنبيك محمد صلى الله عليه وآله وسلم نبي الرحمة يا محمد إني أتوجه بك إلى ربك فيجلي حاجتي ليقضيها فشفعه في)

(أخرجه الترمذي وصححه في كتاب الدعوات 3578)

ya, Allah aku meminta dan mengahadap kepadamu dengan perantara nabimu Muhammad saw, nabi yg penuh rahmat. wahai nabi muhammad sesungguhnya aku bertawasul kepadamu untuk menghadap tuhanmu, maka mengemukakan hajatku supaya memenuhi hajtaku, maka berilah syafa’at/pertolongan kepadaku.
Assyaikh muhammad bin Abdul wahab dan assyaikh imam ibnu taymiyah yang menjadi panutan orang wahaby aja memperbolehkan

سئل رضي الله عنه : هل يجوز التوسل بالنبي صلى الله عليه وآله وسلم أم لا ؟ فأجاب :

(الحمد لله التوسل بالإيمان به ومحبته وطاعته والصلاة والسلام عليه وبدعائه وشفاعته ونحو ذلك مما هو من أفعاله وأفعال العباد المأمور بها في حقه مشروع باتفاق المسلمين)

(فتاوى الكبري 1/140)
beliau ditanya tentang tawasul dengan nabi saw: intinya beliau mnjawab “itu dianjurkan dengan kesepakatan para muslimin”

وسئل الشيخ محمد بن عبدالوهاب عن قولهم في الاستسقاء لا بأس بالتوسل بالصالحين فأجاب بكلام كثير منه:

(… ولكن يقول في دعائه : أسألك بنبيك أو بالمرسلين أو بعبادك الصالحين أو يقصد قبرا معروفا أو غيره يدعو عنده)

(فتاوي الشيخ محمد بن عبد الوهاب 68)
dan syaikh muhammad bin abdul wahab juga ditanya tentang tawasul dengan orang2 sholeh: maka beliau menjawab “tidak apa-apa tawasul dengan orang2 sholeh” bahklan beliau mnjawab dg jawaban panjang lebar dan berdo’a “ya Allah aku meminta kepadamu deng sebab nabimu, rasul atau hambamu yg sholeh atau mengharap quburan yg ma’ruf berdo’a d samping qubur tsb.

INI BUKTI BAHWA TAWASUL ITU DIPERBOLEHKAN.

mungkin nanti sampeyan beranalogi Rosul SAW kan tidak kenal saya
jwb: mungkin juga sehingga nabi prnah bersabda “sungguh celaka bagi orang yang tidak bisa melihatku besok dihari qiyamat”

Tawasul dengan benda mati

Jika memang tawasul tuh haram, apalagi orang2 wahhabi yang suka menvonis menyatakan syirik tawassul khususnya dengan benda mati, maka bagaimana ya dengan yang dilakukan oleh Nabi Yusuf ketika bertemu dengan saudara2nya dan mendengar bahwa ayahnya yaitu Nabi Ya’kub mengalami kesedihan mendalam hingga buta….Nabi Yusuf bukan mendoakannya tapi malah memberikan gamis warisan Nabi Ibrohim agar diusapkan kpd Nabi Ya’kub hingga penglihatannya pulih kembali…sebagaimana ayat berikut :

اذْهَبُوا بِقَمِيصِي هَذَا فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيرًا وَأْتُونِي بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِينَ (93)

Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah dia kewajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku.” (Q.S. Yusuf : 93).

Selasa, 24 Februari 2015

Pembagian Hadis

Pembagian Hadits dari segi jumlah perawi




Para ulama membagi hadits kepada beberapa jenis. Pembagian tersebut akan berbeda menurut arah tinjauan yang berbeda. Yang akan kami bahas dalam postingan ini adalah pembagian hadits dari segi kuantitas sanad; yaitu pembagian hadits dari sisi jumlah perawinya.

1. Mutawatir

Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi dalam jumlah yang banyak pada setiap tingkatan sanatnya, yang menurut akal biasanya tidak mungkin mereka sepakat untuk berdusta dan memalsukan hadits, dan mereka bersandarkan dalam meriwayatkannya pada suatu yang dapat diketahui dengan indra seperti pendengarannya dan semacamnya.

Dari defenisi diatas dapat dipahami bahwa sebuah hadits baru disebut mutawatir harus memiliki empat syarat,
pertama, diriwayatkan oleh jumlah perawi yang banyak.
Kedua, jumlah yang banyak ini berada pada semua tingkatan (thabaqat) sanad.  
Ketiga, menurut logika jumlah mereka kebiasaan tidak mungkin sepakat untuk berdusta.
Keempat, sandaran hadits mereka dengan menggunakan indra seperti perkataan mereka kami telah mendengar, atau kami telah melihat, atau kami telah menyentuh, atau lainnya. Adapun jika sandaran mereka dengan menggunakan akal, maka tidak dapat dikatakan sebagai hadits mutawatir.

Menurut pendapat kuat, tidak disyaratkan jumlah tertentu pada perawi mutawatir, tetapi yang pasti harus ada sejumlah bilangan yang dapat meyakinkan kebenaran bahwa hadits itu bersumber dari rasulullah. Namun demikian, diantara ulama ada yang mensyaratkan dengan jumlah tertentu dan tidak boleh kurang dari jumlah tersebut, seperti empat orang, lima orang, dua belas orang, empat puluh orang, tujuh puluh orang, dan bahkan ada yang berpendapat jumlahnya harus ada tiga ratus lebih. Meskipun tidak mengsyaratkan jumlah tertentu, namun menurut as-sayuthi, sebagaimana yang dikutip oleh az-zarkani bahwa jumlah perawi mutawatir minimal harus ada sepuluh orang.

Dalam hal keotentikannya, hadits mutawatir disejajarkan dengan al-quran, karena keduanya merupakan sesuatu yang pasti adanya (qath’i al-wurud). Menurut pendapat kuat, pengetahuan yang didapatkan melalui hadits mutawatir merupakan pengetahuan yang berada pada pendapat yakin (qath'i), bukan bersifat dugaan (dhanni). Itulah para ulama sepakat bahwa hadits mutawatir wajib diamalkan.
Hadits mutawatir terbagi dua bagian, yaitu pertama, mutawatir pada lafazh dan makna. Kedua, mutawatir pada makna saja sedangkan pada lafazhnya berbeda-beda pada redaksi.[1]

2. Ahad

Hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu, atau dua, ataupun tiga orang perawi, selama tidak sampai jumlah mereka pada tingkat mutawatir. Hadits ahad terbagi tiga bahagian:
  1. Masyhur
    Hadits Masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih pada setiap tingkatan sanatnya, selama tidak sampai kepada jumlah perawi mutawatir.
    Dari defenisi ini dapat dipahami bahwa tiga orang merupakan persyaratan minimal untuk disebut sebagai hadits masyhur.
  2. Aziz
    Hadits ‘Aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi pada setiap tingkatan sanadnya.
  3. Gharib
    Hadits Gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi pada setiap tingkatan sanadnya.
Mengenai keotentikannya, jika setelah ditelusuri dan diteliti ternyata sebuah hadits ahad memenuhi persyaratan standar hadits yang diterima (maqbul), maka hadits ahad dihukum sebagai hadits shahih. Jika sebaliknya, maka hadits ahad divonis sebagai hadits dha’if. Meskipun demikian, kebiasaan yang terjadi pada hadits gharib adalah tidak shahih. Karenanya, sebahagian ulama malah membenci penusuran terhadap hadits-hadits yang tergolong gharib.[2]

Kebenaran berita yang terkandung dalam hadits ahad adalah bersifat dugaan (Zhanni), tetapi wajib juga diamalkan. Hal ini berbeda dengan berita yang dibawa oleh hadits mutawatir, dimana beritanya dihukum pasti dan menyakinkan (qath’i). [3]
----------------------------------------------------------------
  1. Muhammad Ibn ‘Alawi al-Maliki, al-Minhal lathif..., h 94-95
  2. Al-Zarqani, Syarh Manzhumah al-Bayquniah.., h 59
  3. Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Taudhih al-nazhr.., h 55-57 
  4. Abdul Majid khon, Ulumul Hadits.., 81-82

Sumber; Hadits dan Ilmu Hadits, Makalah Tgk. H. Helmi Imran pada acara PKU MPU Aceh angkatan ke XXII tahun 2014

Pembagian Ilmu Hadits; Riwayah dan Dirayah 

 

Ilmu Hadits terbagi kepada dua, yaitu Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah.

1.Ilmu Hadits Riwayah

Para ulama hadits memberikan pengertian yang beragam terhadap hadits riwayah, tetapi mereka mempunyai maksud yang sama. Dari beberapa redaksi yang berbeda dapat ditarik pemahaman bahwa ilmu hadits riwayah adalah ilmu yang membahas tentang periwayatan secara teliti dan hati-hati terhadap apa saja yang di sandarkan kepada nabi, baik perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifatnya. Dengan kata lain, ilmu ini merupakan ilmu mengenai periwayatan hadits. Ilmu ini diperkenalkan dan dibukukan pertama kali oleh Muhammad Ibnu Syihab al-Zuhri (w.124 h) pada masa kekalifahan ‘Umar ibnu ‘Abdul Aziz.[1]

Objek pembahasannya adalah diri Nabi SAW dari segi perkataannya, perbuatannya, persetujuannya, sifatnya, dengan tanpa membicarakan nilai shahih atau tidaknya. Fokus pembicaraan ilmu ini hanya menyangkut periwayatan empat aspek tersebut dari Nabi. Ilmu ini tidak menyinggung tentang kualitas perawi atau kejanggalan matan yang diriwayatkan. Adapun faedah ilmu mempelajarinya adalah memelihara hadits Nabi secara berhati-hati dari kesalahan dalam periwayatan, menjaga kemurnian syari’at, menyebar luaskan sunnah Nabi dan meneladani beliau dalam segala aspek.[2] Karena tidak membicarakan tentang kualitas dan kesahihan sebuah hadits yang diriwayatkan, maka hampir semua literatur ilmu hadits tidak membahas secara panjang lebar tentang hal-hal yang terkait dengan ilmu ini.

2.Ilmu Hadits Dirayah

Dari beberapa redaksi ulama dalam mendefenisikan, dapat ditarik pemahaman bahwa yang dimaksudkan dengan ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanat dan matan hadits serta menentukan keshahihannya.[3] Objek pembasannya adalah sanat dan matan dari segi apakah dapat diterima atau harus di tolak, dengan mengukur dan menimbang dengan kaedah-kaedah yang telah ditentukan. Oleh karenanya, secara lebih rinci, ilmu juga membahas tentang cara-cara yang dipakai dalam menerima dan memberikan hadits, sifat-sifat perawi, ketersambungan sanat, dan keteputusannya, kesesuaian matan dan kejanggalannya, dan lain-lain sampai hal-hal yang terkait dengan periwayatan secara makna.
Ilmu ini diperkenalkan dan dibukukan pertama kali oleh Al-Qadhi Abu Muhammad Ibnu ‘Abdurrahman al-Khalad al-Rahurmuzi (w. 360 h) . Ia merupakan orang pertama yang menulis ilmu ini dal;am kitab yang diberi nama al-Muhaddits al-Fadhil. Adapun faedah mempelajarinya adalah dapat mengetahui kualitas sebuah hadits apakah dapat diterima ataupun ditolak setelah mengaplikasikan kaidah-kaidah yang ditetapkan.[4] Disamping namanya ilmu hadits dirayah, ilmu ini juga dinamakan dengan ilmu mushthalah al-hadits, ilmu ushul al-hadits, ilmu musthalhah al-atsar,ilmu ushul riwayat al-hadits , ulum al-hadits, dan qawa’it al-tahdits.[5]

Pembahasan ilmu ini adalah tentang kaidah-kaidah yang dipakai untuk mengukur keshahihannya sebuah hadits. Kaidah-kaidah tersebut sangat sangatlah banyak dengan melihat kepada berbagai aspek yang menyangkut dengan sanat dan matan. Oleh karenanya, dalam berbagai literatur ilmu hadits, hampir sembilan puluh persenpembicaraannya dipusatkan pada ilmu ini, dan hanya menyisakan sepuluh persen saja untuk ilmu hadits riwayah. Dengan demikian, tidaklah mengherankan apabila membaca berbagai karya ilmu hadits, maka yang didapatkan hampir seluruhnya adalah kaidah-kaidah tersebut.

Secara teori, ilmu hadits dirayah dan ilmu hadits riwayah merupakan dua bagian yang berbeda. Tetapi pada hakikatnya dua bagian ini tidak dapat dipisahkan. Hal ini karena setiap periwayatan hadits tentu memerlukan kepada kaidah yang mengukur shahih atau tidaknya, dan diterima atau ditolak hadits tersebut. Oleh karena itu, masing-masing ilmu tersebut tidak mungkin berdiri sendiri.
-------------------------------------------------------------------------------------------------

  1. Abdul majid khon, ulumul hadits...,h. 69-71
  2. Muhammadibn ‘alawi al-maliki, al-minhal lathif..,h 40 dan abdul majid khon, ulumul hadits.., h 70-71
  3. Muhammadibn ‘alawi al-maliki, al-minhal lathif...,h 41
  4. Hafizh Hasan al-mas’udi, minhat al-mughits.., h 3
  5. Muhammad ibn ‘alawi al-maliki, al-minhal lathif..., h 41
Sumber; Hadits dan Ilmu Hadits, Makalah Tgk. H. Helmi Imran pada acara PKU MPU Aceh angkatan ke XXII tahun 2014

Artikel Terkait:

 

Kejadian Ceramah Gus Nuril 'Diusir' di Jatinegara + Video dan Pernyataan Panitia



Untuk menanggapi ini, saya harap jangan dulu dikaitkan dengan isu "Merendahkan Habaib" dan "Pluralisme Gus Dur" dan atau "Gusdurian". Sama sekali tidak ada kaitannya. Karena kedua belah pihak sama-sama pencinta, Gus yang mencintai Habaib, juga Habib yang mencintai Gawagis (para Gus). Hal itu terlihat dari kumpulan dan yang mereka kerabati. Pun keduanya sama-sama NU tulen. Kita fokuskan ke dua nama; Gus Nuril dan Habib Syekh. Dari keduanyalah kisah ini bermula.

Berawal dari ceramahnya Habib Syekh, meski tanpa menyebut nama siapa Gus/Kyai/Habib, beliau menyampaikan pendapat ketidaksetujuannya seorang ulama (NU) ceramah di gereja apapun alasannya. Begitupun beliau tidak setuju jika ada seorang ulama tapi suka ngamukan. Setidaknya ada 3 kata yang mungkin kurang berkenan didengar para audiens, "Ora Waras alias Gila", "Liberal" dan "Perusak Bangsa". Kemudian timbulllah komentar dari banyak pihak, baik dengan nada sinis maupun dukungan.

Beberapa waktu kemudian, setelah santer alamat itu oleh para komentator ditujukan kepada Gus Nuril, akhirnya berbalas juga dengan menyisipkannya di pengajian umum. Gus Nuril menyayangkan sikap Habib Syekh tersebut. Kata "Goblok" pun tak terhindarkan keluar dari lisan beliau. Yang diinginkannya adalah Habib Syekh datang, duduk bareng dan ngomong baik-baik ketidaksetujuannya. Bukan dengan diumbar di muka umum. Selengkapnya bisa Anda simak video keduanya yang telah banyak tersebar di youtube.

Alhasil, dari kejadian ini ada satu pelajaran yang mesti kita berhati-hati; "Hati-hatilah dengan hati dan hati". Kita punya hati, orang lain pun memiliki. Hati kita tak mau tersakiti, maka jangan kau berbuat menyakiti. Mari duduk bersama saling mengutarakan argumen dalam diskusi. Apapun ketidaksetujuanmu, jika bukan masalah prinsip maka wajib saling menghargai. "Ma khaba man istasyara wala nadima man istakhara", takkan tercela jika dimusyawarahi dan takkan kecewa jika diistikharahi.

Habib Syekh NU, Gus Nuril juga NU. Keduanya sama-sama ulama, yang juga pengurus NU. Kita semua yang NU, tidak selayaknya turut memperkeruh suasana padahal tak tahu-menahu. Mungkin diam kita lebih baik daripada turut bersuara tapi malah kacau. Biarlah keduanya menyelesaikan secara kekeluargaan dan kembali berjuang bahu-membahu. Untuk Islam, Bangsa, dan kejayaan NU. Aamiin ya Ilahiy ya Badi'u.


Sikap Ketua Umum PP Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU)


Ketua Umum PP Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa Aizzudin Abdurrahman (Gus Aiz) menyayangkan atas terjadinya kasus penghentian ceramah maulid yang melibatkan dua tokoh agama, KH Nuril Arifin yang juga Dewan Khos Pagar Nusa dengan Habib Ali bin Husein Assegaf dalam acara maulid Nabi di masjid As-Su’adah Jatinegara Jakarta Timur, Jumat (20/2) malam lalu.

Seperti diwartakan, Habib Ali bin Husein Assegaf Dzikir Nurul Habib menghentikan ceramah maulid yang disampaikan oleh Gus Nuril karena tidak sepakat dengan materi yang sedang disampaikan.

Seharusnya tidak terjadi, apalagi di dalam sebuah acara sekelas maulid Nabi, semestinya mereka justru memberikan teladan yang baik kepada seluruh jama’ah yang hadir dan masyarakat Indonesia,” ujarnya saat dihubungi, Senin (23/2/2015).

Gus Aiz menambahkan, masyarakat zaman sekarang mudah tersulut emosi melalui pemberitaan media. Apalagi sarana media penyebar informasi telah berkembang pesat, sehingga jika ada informasi terkait dengan masalah-masalah sensitif, sangat cepat tersebar.

“Tentu efeknya tidak baik di tengah-tengah masyarakat dan menimbulkan konflik sosial, karena melibatkan tokoh panutan,” ucapnya sembari menceritakan respon para anggota Pagar Nusa di berbagai daerah.

Tentu Pagar Nusa, lanjut Gus Aiz, tidak mentolerir model dakwah yang cenderung menebar kebencian. Ia menambahkan, bahwa selama ini, ceramah Gus Nuril memang selalu menekankan arti kerukunan antarumat beragama, pluralisme, tegaknya NKRI, dan lain-lain.

“Kami bukannya tidak setuju dengan Habib Ali yang menurut informasi membawa massa FPI,” jelasnya. “Tetapi kami juga tidak sependapat dengan tindakannya yang berupaya menghentikan ceramah Gus Nuril di tengah-tengah acara,” lanjutnya.

Walau bagaimanapun, Pagar Nusa dari dulu tegas menolak model dakwah FPI yang cenderung fasad atau merusak, menganiaya, dan menuai kekerasan, meskipun dia seorang Habib,” tegas Gus Aiz.

Ia berharap, persoalan yang terjadi antara Gus Nuril dan Habib Ali tidak diperpanjang dan menghimbau para anggota Pagar Nusa untuk tidak tersulut emosi. Dia menambahkan, konflik lebih banyak mendatangkan kerusakan, apalagi hal itu dilakukan oleh tokoh panutan masyarakat.

“Kami hanya menghimbau, setidaknya bersikaplah seperti ulama-ulama zaman dulu, meski berbeda pendapat, tetapi mereka dapat menempatkan diri supaya kebaikan di tengah masyarakat tetap terjaga,” harapnya.

Ia menambahkan, panitia acara juga seharusnya mampu merancang acara dengan baik. Mulai dari tujuan, konsep, dan teknis acara sehingga tidak terjadi hal-hal demikian.

 Kronologi Ceramah Gus Nuril


Ceramah Gus Nuril menghina Habaib dan Ulama ? Itu fitnah. Beliau sebaliknya memuji, bahkan terhadap Habib Ali bin Husein Assegaf. Beliu menganjurkan kepada panitia agar jangan melarang jama'ah yang mau salaman dengan Habib. "Itu jalan surga", kata Gus Nuril.

Gus Nuril memuji China? Iya, memuji China yang muslim yang telah menulis al-Qur'an di 10000 lempeng batu.


Berikut transkip ceramah Gus Nuril di Masjid Assu'ada' Jatinegara, 20 Februari 2015 :

***
(setelah muqaddimah)
.... ibu-ibu bapak-bapak wa bil khusus Habib Ali bin Husein Assegaf, para alim ulama, perkenankan saya tidak berdiri karena dibawah banyak orang tua, saya duduk ya gih... alhamdulillah...  yang pertama mari kita bersyukur kepada Allah, bawha kita bisa ketemu, dalam pengajian yang mubarak, yang luar biasa ini.

bagi saya, baru pertama kali ini menghadiri pengajian yang diadakan di tengah jalan, karena saya keliling sampai ke Yordan, kemaren ceramah di Jeddah di undang oleh ulama-ulama Jeddah, tidak dijalan begini. mudah-mudahan nanti gubernurnya menyediakan lapangan yang bisa untuk pengajian, (jamah bilang aamiin..) nggak usah diamini... sampeyan minta saja disediakan satu lapangan yang bisa digunakan mengaji..

dan aneh, Jakarta ini kan hebat-hebat, habibnya paling banyak se-Indonesia, kok milih Gubernur Chino, .. mudah-mudahan lah, malam ini kita berdo'a karena tsawab-nya syafa'atnya nabi semuanya dilimpahi

shalawat dan salam kita haturkan pada junjungan kito Nabiyullah Agung Akhirizzaman Sayyidina Muhammad Shallallahu 'alahi  wa sallam.. Allahumma Shalli ala Muhamamd .. (disahut jama'ah) Allahumma Shalli ala Muhamamd .. (disahut jama'ah) Shalluu 'ala Muhamamd .. (disahut jama'ah)..

saya ini kyai deso, jadi disorot lampu kayak gini malah kepringen, kipas anginnya soalnya kesana ... (arahnya ke belakang).. jadi saya lepas sajalah (Gur Nuril melepas jubahnya)... tetap ganteng ... Alhamdulillah.. belum istirahat saya setahun penuh, nanti tanggal 6 harus umroh, tanggal 1 ada haul cucunya Sunan Giri urutan ke 5 yaitu Sultan Abdul Hamid didaerah Ujung Pandang Gresik, setelah itu saya umroh lagi , karena apa? doakan Indonesia supaya tentram, karena apa? karena Indonesia ini kayak guyolan ..... menentukan KPK, polisi, Kapolri ra barbar gak selesai-selesai... debat... gak rampung-rampung . karena apa? karena beliau menyadari, belum mengenal bagaimana style of leadeship, gaya kepemimpinan Nabiyullah Agung Muhammad Saw. Kalau dia tahu, selesai sudah. Indonesia ini paling gampang, tapi karena nggak paham, saya jadi mumet ngliat presiden sampeyan, presiden blusuk-an, (jama'ah tertawa), lah jangan ditertawai wong sampeyan pilih sendiri kok, iya apa iya?!! dipilih presidennya karena blusuk-an, padahal tukang golek beling itu juga blusuk-an. ..

(mix bermasalah ... )

... Alhamdulillah...

(Gus Nuril mulai menolah ke panitia karena mix-nya mengeluarkan nois)

... Alhamdulillah...

Indonesia ini memang dipimpin, sebelum ngaji ini ya, ini ini sebelum ngaji saya ta' cerita-cerita dulu, dan saya mohon maaf pada pemimpin masjid Assuada', saya tidak memberikan tausiyah karena tausiyah itu bahasa PKS, saya NU jadi nggak pake' tausiyah, tausiyah itu berasal dari akar kata wasiat, wasiat itu biasanya disampaikan ulama yang hebat kepada santrinya, (sedangkan) saya bukan ulama, kyai juga bukan, setengah kyai setengah bukan; atau wasiat itu disampaikan pada orang yang mau mati, orang mau mati berwasiat, atau orang yang mau mati lah, makanya umroh haji itu orang-orang yang siap-siap mati makanya dia memberikan wasiat. saya ini kesehatan dijaga, masih sakit. disuruh memberi wasiat, podo koyok panitiane mendo'akan saya mati (canda Gus Nuril).

Allahumma Shalli ala Muhamamd ... (jama'ah kembali menyahut)

jadi (yg tepat) mauidloh hasanah, kata bahasanya Habib Husein tadi "Mutiara-Mutiara Hikmah" yang dipetik dari al-Qur'an dan Hadits, itu bebas, daripada tausiyah, itu PKS. saya nggak PKS. terus terang saja supaya nanti sampeyan tahu bahwa saya  bukan PKS, jadi jangan ngundang saya kalo sampeyan PKS. digaris harus tegas iki. karena yang senang shalawatan biasanya bukan PKS, kalau disini Al-Habib Ali bin Husein bagai menjadi magnet pak RW sing polisi saja, bisa melok ngaji, di Makkah sendiri tempat maulid (kelahiran Nabi), tempat kelahiran Nabi, sekarang dijadikan WC umum, supaya sampeyan tahu, maka bergembiralah sampeyan masih ada penjaga-penjaga Rasul di tanah jawa iki.

Ada 4 wanita dijamin masuk surga dan menjadi empunya Surga, yang pertama adalah Sayyidatina Khadijah, tempat lahirnya Sayyidah Khadijah jadi WC umum. Wanita yang kedua adalah Sayyidatina Fathimah Az-Zahra', tempat kelahirannya jadi WC umum, ini harus paham, harus paham sampeyan, karena apa? karena setelah / pasca kekhalifahan Turki Ottoman, lalu muncullah inggris dan prancis menggunakan orang-orang yang ada di Makkah Riyadl untuk mengakuisisi / mencaplok tanah Hijaz yang sekarang bernama Makkah, itu dulu namanya Hijaz.

Makkah itu berasal dari kata Bakkah, karena dulu tidak ada pepohonan apapun, baru mencari kota setelah putranya Nabi Ibrahim yang bernama Ismail bersama ibunya tinggal di kota Bakkah, kemudian berkembang bersama dengan suku Jurhum keturunan Nabi Sholeh, kemudian menjadi Bani Hasyim, kemudian melahirkan Rasulullah Muhammad Saw.

Setelah (Wahabi) menguasai Madinah dan Makkah, dibantailah orang-orang yang suka shalawatan begini ini (seperti acara Maulid Nabi), karena di Makkah sana tidak ada Habib, disembelih semua. Ini perlu tahu sampeyan.

Kalau ketemu Habib ganteng, sampeyan cintai, sampeyan ajak salaman, panitia jangan melarang salaman dengan Habib, jalan suargo ... jangan dihalang-halangi bila masyarakat mau salaman dengan Habib.

Di Makkah yang semula itu..., ini supaya sampeyan paham. Kenapa disini, di Indonesia ini diadakan mauliiiid terus, kalau tidak ada Islam yang di utus /  dikembangkan oleh Wali Songo, tidak akan ada maulid di muka bumi ini (Indonesia). Wali Songo itu siapa? nanti saya jelaskan, supaya sampeyan tahu dulu, bahwa setelah (Wahabi) mencaplok Madinah dan Makkah yang semula dia berkuasa di Riyadl, bekerja sama dengan Prancis dan Inggris. Inggris mboh agamane ra ngerti, Prancis mboh agamane ra ngerti, tetapi yang jelas Prancis dan Inggris ini pula yang menghancurkan kekhalifahan Turki Ottoman.

Orang-orang (Wahabi) yang ada di Makkah Arab itu kerjasama dengan Inggris dan Prancis membantai orang-orang yang menjadi keturunan Nabi, baik yang bermadzhab Maliki, dari Imam Malik itu keturunan Nabi yang ke-16 kalau nggak salah, kemudian pengikutnya Asy-Syafi'i, pengikutnya Imam Hanbali, itu juga keturunan Nabi yang tinggal di Bashrah, dan pengikutnya Imam Abu Hanifah yang berasal dari Samarkand Uzbekistan sana.

Uzbekistan itu nanti ada sekian ribu santri ngaji ke China, ngaji kepada keturunan Sa'ad bin Abi Waqqash (sahabat Nabi) yang tugaskan Nabi Muhammad Saw ketika selesai Hijrah dan membangun masjid Qubah. Jadi di (negeri) China itu ada masjid tertua di dunia setelah masjid Quba. Dan juga diterima dengan baik orang-orang China, orang-orang Konghuchu, orang-orang Tao, bahkan al-Qur'an itu dipahat di sepuluh ribu lempeng batu. Ini kalau nggak ada orang China nanti dibakari semua Qur'an-nya nggak ada bekasnya. Tapi oleh orang-orang China (yaitu), orang-orang yang beriman dari kelompok China ini menulis disepuluh ribu lempeng batu. Dari sana jugalah yang sekarang ini membuktikan sabda Nabi "Uthlubul 'Ilma wa Lau bish-Shiin",  carilah ilmu meski ke negeri china. Sekarang ini di China, mulai dari Beijing dibikin kereta api menembus jalur gurun Gobi, sudah masuk ke Makkah dan Madinah. Kereta Api. Menembus jalur Sutera. Luar biasa. Tetapi justru kita sekarang ini dibingungkan oleh keadaan. karena apa? karena kelompok yang saya ceritakan ini. Allahumma Shalli ala Muhammad.

Setelah (Wahabi) menguasai Hijaz dan Madinah, semua orang Sunni dibantai di Makkah. Yang semula di Ka'bah itu tempatnya halaqah-halaqah (pengajian) madzhab Syafi'i, Maliki, Hanbali dan Hanafi, sekarang tidak boleh, apalagi kalau sampeyan duduk dan baca "Shallallahu 'ala Muhammad... (dst)", nggak dibolehkan. Saya lewat di depan makam Nabi, karena saking rindunya saya menangis, nggak ngerti saya.. kalau di Indonesia itu biasa di ucapkan, tetapi disana (makam Nabi) langsung di pegang (oleh askar/polisi/penjaga) haram haram . Ash-Shalatu was Salamu 'Alaika ya Sayyidii Ya Rasulallah Khudz Biyadi Qallat Khillati Adrikni Ya Rasulullah. Nggak boleh (mengucapkan itu dan langsung dibilang) haram haram..!! Padahal bagi orang jawa itu sudah biasa... Ini sampeyan harus paham.

Maka berbahagialan gubernurnya Chino tapi sampeyan bisa shalawatan, muludan gini (daripada Wahabi melarang Maulid Nabi, penj). Di Makkah sampayen,. bisa saja di sembelih, lah benar. Ada teman saya, karena kebiasaan di Indonesia, nek orang tua iku di mintai air do'a, dibacakan shalawat gitu, diserahkan, untuk diminum supaya sehat badannya, langsung ditangkap dibantai, tidak pake' lewat hukum...

Gerakan ini kemudian menamakan diri sebagai WAHABI. Wahabi ini ulamanya bernama Abdul Wahhab, sebenarnya bukan Abdul Wahhab tetapi Muhammad bin Abdul Wahhab, menguasai di Makkah dan tanah Arab. Sementara IKHWANUL MUSLIMIN... supaya sampeyan paham, ini kan kita ini bingung (ada) Ikhwanul Muslimi, Wahabi, dll. Ini agak berbeda gerakannya. Sementara di Mesir itu muncul namanya Ikhwanul Muslimin (IM) yang menerapkan mono tafsir atas al-Qur'an dan mono tafsir atas hadits. Jadi kalau sampeyan tidak mengikuti tafsirnya dia, disembelih. Ini yang sudah bahaya, bahkan melanggar sabdanya Nabi. Nabi itu sudah berpesan kepada seluruh sahabatnya, di Mesir itu ada namanya Kristen Koptik, oleh Nabi dilarang untuk diganggu, karena apa? karena Kristen Koptik ini adalah keturunan Isa al-Masih atau Yesus. Yesus itu dari kata Esau, bergeser ke bahasa Arab jadi Isa, lalu dipengaruhi oleh bahasa Yunani jadi Yesus. Tidak ada kaitannya dengan Tuhan, Yesus itu bahasa Romawi. Keturunannya itu kan namanya kardinal Yaqobus, disesat-sesatkan oleh penguasa Kristen karena agamanya sudah menjadi agama kekuasaan pada saat itu.

(Habib Ali mulai terlihat berbicara pada seseorang.. sementara Gur Nuril tetapi meneruskan ceramahnya)

lalu minta tolonglah kardinan Yaqobus ini minta tolong kepada Baginda Rasulullah Muhammad Saw.

(Habib Ali berbisik bisik degan orang disebelahnya.., Gus Nuril masih lanjut)

dan menjadi "tawasul" bagi kebesaran Islam. karena apa? keluarga Nabi Isa sendiri disesat-sesatkan oleh penguasa yang beragama kristen. Di utuslah Sayyidina Umar, maka menjadi sebab Islam berkembang luar biasa, karena apa? dari permohonan kardinal Yaqobus inilah Byzantium barat yang menguasai sampai ke Inggris, Prancis.. sampei ke Maroko, perbatasan Eropa, semua dikuasa oleh Islam. Lalu Rasulullah mendapatkan hadiah, agar terjalin hubungan yang luar biasa, menyambung kembali darah Abraham (Ibrahim), diberi istri bernama Maria al-Qibtiyah. kenapa Qibtiyah? karena dari Kristen Koptik. Jadi ada salah satu istri Nabi yang dari Kristen (Koptik) dan memiliki anak yang bernama Ibrahim. Yang dimakamkan di kuburan Baqi'.

Ini (Kristen Koptik) tidak boleh diganggu. Tetapi munculnya Ikhwanul Muslimin, dibantai semuanya, maka muncullah pergerakan (Mesir) yang akhirnya sampeyan melihat di setiap tv, (dimana) kelompok Morsi / ikhwanul muslimin itu akhirnya dibabat habis (di Mesir). Karena ada kesadaran orang mesir. (Sedangkan) di Indonesia, orang-orang Wahabi, orang-orang Ikhwanul Muslimin, buanyak semakin banyak, dan kita belajar disana. Kita masih membiarkan mereka mengkafir-kafirkan kita, bahkan yang namanya maulid nabi ini, dinamakan Bid'ah.

Bahkan kalau sampeyan lihat itu, TV Insani, Rodja TV, Radio MTA, semuanya, begitu Assalamu'alaikum, Kullu Bid'atin Dlolalah Kullu Dolalatin Finnar, semuanya begitu. Dan ini, mauludan begini ini dianggap bid'ah. Nah sekarang mulai kita ngaji ini...

Mauludan dianggap bid'ah (oleh Wahabi), baca Barzanji dianggap bid'ah, Budah bid'ah, Tahlilan bid'ah, apalagi lagi? baca manaqib bid'ah, Yasinan bid'ah. Itu caranya untuk menghancurkan umat Islam, maka jangan bingung kalau ada Kapolri dan KPK geger itu, nggak usah bingung, terus bolo (ikut) siapa Gus?, nggak usah bolo Kapolri, nggak usah bolo KPK, tonton saja itu dagelannya Jokowi. (jama'ah tertawa) Loh wong Jokowi itu memiliki hak prerogratif, kalau sudah diusulkan dia sendiri dan disetujui DPR, dilantik atau tidak dilantik, sudah jadi undang-undang. Maka kalau Jokowi tidka melantik, maka Jokowi melanggar undang-undang. Ini kenapa kok dibikin ruwet begini, karena sesungguhnya untuk mengalihkan isu bahwa ada kelompok Ikhwanul Muslimin, kelompok Wahabi, dan ada kelompok HTI (Hizbut Tahrir). Hizbut Tahrir itu adalah perkawinan antara Ikhwanul Muslimin dan Wahabi, maka melahirkan suatu bentuk gerakan yang sangat berbahaya, saya sudah keliling Indonesia, kebetulan saya sebagai Ketua Pendekar Pagar Nusa se-Indonesia dan dulu Banser saya siapkan. Kalau sampeyan disini domainan, ada habib-habib banyak, nggak ada yang berani karena dominan, tetapi di daerah-daerah? wah ... !! HT itu perkawinan antara Wahabi dan Ikhwanul Muslimin. ...

....
(Habib Ali mulai bicara pegang Mix)...

Habib Ali : "Bapak Kyai",
Gus Nuril : "Nggih.." (sambil menoleh ke belakang, melihat Habib Ali)

Habib Ali : "Mohon maaf, kita minta kepada guru kita untuk menyampaikan sejarah tentang Nabi Muhammad. Kita minta sekali lagi, dengan hormat buat guru kita.."

(Ada terikan "Allahu Akbar" dari arah kiri panggung)

Habib Ali : "Tenang-tenang ... duduk.. duduk.."

(Massa masih teriak.... Gus Nuril duduk diam!!)

Habib Ali : "Duduk .. ". (memberikan intruksi kepada yg berteriak)

Seseorang menghampiri Gus Nuril untuk menemani.

Habib Ali : "Duduk.. nggak ada yang nyuruh!."

Habib Ali : "Kita minta kepada bapak Kyai kita, untuk menyampaikan sejarah tentang Baginda Nabi Muhammad. Kita minta jangan kritik sana, jangan kritik sini, lebih baik apa yang lebih manfaat buat umat Nabi dan anak-anak muda sehingga tidak terusik. Jiwa-jiwa kaum muslimin dan otak-otak umat muslimin yang tidak terubah, kami berkumpul karena cinta kepada Sayyiduna Muhammad !!" (jama'ah sebelah kiri berterik "Allahu Akbar").

Habib Ali berdiri menghampiri segelintir jama'ah yang disebelah panggung (sebelah kiri) yang teriak-teriak terus.

Habib Ali : "Mau diwakilin kan?!" (Habib Ali berkata kepada yang berteriak-teriak).

Perkataan Habib yg tiba-tiba mengatakan 'Mau Diwakilin" penuh tanda tanya!. Sementara Gus Nuril duduk tenang-tenang saja sambil melihat.

Habib Ali : "Mau diwakilin kan?!.."
Habib Ali : "kalau emang! Dengerin buat para pemuda!. Dengerin! buat FPI! Jama'ah FPI! Jama'ah FPI, dengerin! Jama'ah FPI, boleh nggak minta ngomong?! Mau diwakilin Habib apa tidak?! Mau diwakilin Habib apa tidak?! Ini majelis mulya! Oke!! Duduk rapi biar Habib yang ngomong!"  (ke Gur Nuril)

Habib Ali lalu membalikkan badan, dan menghadap jama'ah depan panggung yang banyak. Yang ribut adlah segelintir orang disebelah kiri panggung. Habib Ali sambil menghampiri Gus Nuril.

Gus Nuril tetap duduk pegang mix, sementara Habib Ali berdiri.

Habib Ali : "Hadirin.. !! jadi mudah-mudahan apa yang disampaikan oleh..., duduk yang manis!"

(Jama'ah bagian depan nampaknya mulai bereaksi atas apa yang terjadi diatas panggung dan disebelah kiri panggung).

Habib Ali : "(sambil berteriak) INI MAJELIS RASULULLAH...! DUDUK... !!! DUDUK UNTUK RASULULLAH!! Duduk!"

Habib Ali membelokkan badan menghadap ke kiri lagi / menghadap ke jama'ah yang berteriak seraya melambaikan tangan dan memberikan instruksi.

Habib Ali : "Buat anak FPI, duduk!! duduk!! Shallu alan Nabi!!!"

Habib Ali lalu menghampiri Gus Nuril. Gus Nuril tetap duduk tenang pegang mix.

Habib Ali : "Buat pak Ustadz kita. Terima kasih atas ceramahnya! Mudah-mudahan bermanfaat!

Gus Nuril hanya mengangguk saja sementara mix masih ditangan.

Habib Ali : "Kita do'akan, mudah-mudahan selamat dan panjang umur"

Gus Nuril : "Hadirin mari kita shalawatan bersama.. "Ya Nabi.. Salam alaika..."

Habib Ali : "Coba istirahat!" (mengusir Gus Nuril)

Sementara Gus Nuril tetap baca shalawat. Dan JAMA'AH IKUT BERSHAWALAT BERSAMA GUS NURIL. Sedangkan Habib Ali malah mencegah Gus Nuril bershalawat bersama jama'ah. Habib Ali terlihat melambai tangan nggak karuan.

JAMA'AH TERUS BERSHALAWAT, bahkan orang yang disamping Gus Nuril ikut bershalawat.

Habib Ali : "Salamu 'alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh" (jama'ah ada yang menyahut)


Ceramah Gus Nuril di Masjid Assu'ada Jatinegara Kaum-20 Feb 2015


*****
BERIKUT SURAT PERNYATAAN :
Assalamu'alaykum

Saya yang bertanda tangan dbawah ini Muhammad Atiq Murtadlo sekalu ketua panitia pelaksana Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1435 H / 2015 M yang di adakan di Masjid Jami' Assuada' pada hari Jum'at 20 Februari 2015 menyataan bahwa "Saya yang mengundang Dr. KH. Nuril Arifin Husein MBA, atau Gus Nuril untuk mengisi acara sebagai penceramah di Masjid Jami' Assu'ada".

Dengan membuat pernyataan ini saya ingin meluruskan dan menepis rumor serta berita-berita fiktif yang beredar didunia maya atau dunia nyata bahwa:

- Gus Nuril saya yang mengundang ceramah bukan dari pihak RW 07

- Gus Nuril tidak lari ketika turun panggung dan tidak langsung pergi, melainkan masih duduk tenang di teras masjid sambil bershalawat.

- Gus Nuril diam bukan karena tidak bisa memberi alasan, tetapi microphone yang dipegang Gus Nuril dimatikan oleh operator sound.

- Isi ceramah Gus Nuril hanya baru diawal belum sampai selesai ketitik inti dari Maulid Nabi sudah dihentikan oleh Habib Ali bin Husein Assegaf sekalu pimpinan Majelis Nurul Habib, dan sekaligus MC/pembaca acara pada acara maulid malam itu, sehingga menimbulkan polemik atas isi ceramah tersebut.

- Yang menghentikan dan menurunkan Gus Nuril bukan dari pihak panitia, melainkan dari Habib Ali bin Husein Assegaf sekali pimpinan Majelis Nurul Habib dan sekaligus MC/Pembaca acara pada maulid malam itu.

Dan itulah klarifikasi atas berita berita yang tidak pada faktanya yang beredar di dunia maya atau pun juga didunia nyata. Demi Allah dan Rasulullah saya tulis surat ini benar apa adanya dan saya akan lampirkan materai untuk lebih memperkuat secara hukum.

Saya berharap beredarnya surat ini, umat Islam yang membawa berita fiktif tersebut lebih memahami mana yang benar mana yang tidak, mana yang memfitnah mana yang tidak, dan agar tidak terprovokasi. Wallahu a'lam bish shawab.

Wassalamu 'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Jakarta, 22 Februari 2015

Muhammad Atiq Murtadlo

Wahabi Tuhanya ber ukuran 30 meter

GAMBAR : SCANER KITAB FATWA BIN BAZ
 

FATWA ULAMA WAHABI .. (BERUBAH TUHAN MAHA KECIL)

Ibnu Baz berkata :"Tinggi Allah sama dengan tinggi Adam, yaitu 60 hasta atau kurng lebih 30 meter".

(Majmu Fatawa al-Allamah Abdul Aziz ibnu Baz, Dar al-Ifta,jilid 4,fatwa no,2331,hal.368). 

ini kitab Bin baz sendiri. bukan kata orang kristen. data kitabya sudah jelas silahkan cek

Syaikh Utsaimin berkata :"Allah seperti Adam mempunyai wajah,mata,tangan dan kaki".

(Ibnu Utsaimin:Syarh al-Aqidah li ibni Taimiyah, Dar ats-Tsuraya,cet. ke 1,hal.107,293).

ini kitab Ibnu Utsaimin sendiri. bukan kata orang kristen.data kitabnya sudah jelas silahkan cek

hmm. Kok Kecil amat Tuhan Wahabi Ya.. lebih tinggian jerafah ?? katanya ALLAHU AKBAR ??

ganti aje allahu sughro ! krn kalah besar dengan malaikat JIbril yang konon disebut sayapnya saja lebar dan besar !!

Aneh orang Wahabi

Senin, 23 Februari 2015

Perang Karbala Vidio YouTube

Seri 1 sampe selesai ikuti di Youtube

Vidio editan, dengan maksud menjelekkan Gus Nuril

Tidak tau ini perbuatan siapa
Yang membuat vidio ini sengaja mau nebar fitnah Gus Nuril.
Mohon pemirsa jangan percaya, sekali lagi ini vidio yg sudah di edit seseorang.

Sabtu, 21 Februari 2015

Pendengar Ghibah maka sekutu Ghibah



Dulu, dulu sekali ada se-orang Ulama yang mendapat undangan walimah dari tetangganya, beliau-pun meringankan langkah membayar undangan tersebut. Sesampai dan membaur dalam acara tersebut ada seseorang yang me-ngomong-i keburukan oranglain (ghibah).

Ulama tersebut menegur-nya, akan tetapi dia dan para pendengar omongan keburukan oranglain (ghibah) tersebut ngeyel, dan tdk mengindahkan teguran dari Ulama tersebut.
Beliau akhirnya pulang dari acara walimah tersebut, dan sesampai dikediaman-nya beliau tdk mau makan selama tiga hari tiga malam, dan beliau melantunkan gubahan sair;


وسمعك صن عن سماع القبيح ÷ كصون اللسان عن النطق به

فإنك عند السماع القبيح ÷ شريك لقآئه فانتبه

Dan pada pendengaranmu, berbuatlah dari mendengarkan keburukan
Seperti perbuatan lisan dari mengucapkan (keburukan)
Sesungguhnya engkau ketika mendengarkan keburukan
Menjadi sekutu bagi pengucap-nya, maka (demikian) jadilkanlah perhatian

Ibrahim bin Adham, diriwayatkan oleh An-Nawawi dalam Adzkar-nya hal; 291. diterjemahkan dan disesuaikan bahasa, oleh; Ulinuha Asnawi.

Gus Nuril menyayangkan sikap Habib Syekh

Tulisan berjudul "Titik Temu Wahabi-NU"

Tulisan berjudul "Titik Temu Wahabi-NU" yang ditulis KH. Ali Mustafa Yaqub, ulama NU sekaligus Imam Besar Masjid Istiqlal dimuat di Republika, pada Jumat, 13 Februari 2015, 14:00 WIB .

Tulisan tersebut tidak lain merupakan salah satu usaha untuk memupuk persatuan umat Islam, khususnya dengan kalangan Wahhabi yang terkenal ekstrim pemahamannya. Berkaitan dengan tulisan itu, KH. Sholahuddin Wahid atau Gus Solah memberikan penilaian bagus terhadap tulisan tersebut.

"Tulisan bagus. Beliau alumni Tebuireng ", tulis Gus Solah diakun twitternya. (14/2/2015)

Dalam tulisannya, KH. Ali Mustofa Ya'kub berusaha memperpendek jarak NU dan Wahabi dengan pendekatan yang sedikit berbeda dalam memahami siapa "Wahabi" dan siapa yang diikuti oleh mereka.

Menurut Kyai Ali, titik temu NU-Wahabi, pertama; sedikitnya perbedaan antara Ibnu Taimiyah, dan muridnya Ibnul Qayyim al-Jauziyyah yang dianggap sebagai ulama yang menjadi rujukan kalangan Wahhabi dengan ulama NU. Tetapi sebenarnya pengikut Wahabi tidak selalu merujuk kepada kedua ulama Hanbali tersebut.

Kedua, menurut Kyai Ali, sumber hukum syari'at Islam yang dipakai oleh Wahhabi adalah al-Qur'an, al-Hadis, Ijma, dan Qiyas. Artinya Wahhabi yang dimaksud adalah yang mengakui qiyas sebagai salah satu sumber hukum Islam.

Ketiga, wahhabi dianggap sebagai pengikut madzhab Hanbali. Artinya wahhabi yang bermadzhab, tetapi kenyataannya pengikut wahhabi tidak bermadzhab (al-laa madzhabiyyah)

Keempat, wahabi yang dimaksud adalah wahabi yang memercayai adanya siksa kubur, syafa'at Nabi dan orang saleh pada hari kiamat nanti. Dalam hal ini memang tidak ada beda dengan Aswaja NU.


Kelima, wahabi yang dimaksud adalah wahabi yang shalat Jumat dengan dua kali adzan dan shalat Tarawih 20 rakaat. Sebab yang demikian itu berlaku di Arab Saudi, tetapi pengikut wahhabi di Indonesia ternyata berbeda dengan yang di Saudi.

Keenam, wahabi yang dimaksud adalah wahhabi yang membenarkan tawasul (berdoa dengan menyebut nama Nabi Muhammad SAW atau orang saleh) dan tidak menganggapnya sebagai kesyirikan.

Ketujuh, wahhabi yang dimaksud adalah wahhabi yang memercayai adanya karamah para wali (karamat al-awliya) tanpa mengultuskan mereka.

Lalu bagaimana dengan ajaran  ulama wahhabi seperti Syaikh al-Albani, Syaikh al-Utsaimin, Syaikh Bin Baz, Syaikh Al-Fauzan, Syaikh Jamil Zainu, Syaikh Rabi', Syaikh dan sebagainya. Mereka tersebut yang justru banyak dijadikan rujukan pengikut wahhabi sekaligus menjadikan sesama pengikut wahhabi saling menghujat.

Bila wahabi yang dimaksud adalah seperti yang dijabarkan oleh KH. Ali Mustofa Ya'kub, maka wahabi yang 'beredar di pasar' Indonesia saat ini adalah wahhabi yang sudah melenceng dari yang ada di Saudi.

Berikut tulisan KH. Ali Mustofa Ya'kub di Republika yang dimasukkan dalam kolom Opini:

    Titik Temu Wahabi-NU
    Jumat, 13 Februari 2015, 14:00 WIB

    Banyak orang terkejut ketika seorang ulama Wahabi mengusulkan agar kitab-kitab Imam Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, diajarkan di pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah Islam di Indonesia. Hal itu karena selama ini dikesankan bahwa paham Wahabi yang dianut oleh pemerintah dan mayoritas warga Arab Saudi itu berseberangan dengan ajaran Nahdlatul Ulama yang merupakan mayoritas umat Islam Indonesia.

    Tampaknya selama ini ada kesalahan informasi tentang Wahabi dan NU. Banyak orang Wahabi yang mendengar informasi tentang NU dari sumber-sumber lain yang bukan karya tulis ulama NU, khususnya Imam Muhammad Hasyim Asy’ari. Sebaliknya, banyak orang NU yang memperoleh informasi tentang Wahabi tidak dari sumber-sumber asli karya tulis ulama-ulama yang menjadi rujukan paham Wahabi.

    Akibatnya, sejumlah orang Wahabi hanya melihat sisi negatif NU dan banyak orang NU yang melihat sisi negatif Wahabi. Penilaian seperti ini tentulah tidak objektif, apalagi ada faktor eksternal, seperti yang tertulis dalam Protokol Zionisme No 7 bahwa kaum Zionis akan berupaya untuk menciptakan konflik dan kekacauan di seluruh dunia dengan mengobarkan permusuhan dan pertentangan.

    Untuk menilai paham Wahabi, kita haruslah membaca kitab-kitab yang menjadi rujukan paham Wahabi, seperti kitab-kitab karya Imam Ibnu Taymiyyah, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dan termasuk kitab-kitab karya Syekh Muhammad bin Abdul Wahab yang kepadanya paham Wahabi itu dinisbatkan. Sementara untuk mengetahui paham keagamaan Nahdlatul Ulama, kita harus membaca, khususnya kitab-kitab karya Imam Muhammad Hasyim Asy'ari yang mendirikan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.

    Kami telah mencoba menelaah kitab-kitab karya Imam Muhammad Hasyim Asy’ari dan membandingkannya dengan kitab-kitab karya Imam Ibnu Taymiyyah dan lain-lain. Kemudian, kami berkesimpulan bahwa lebih dari 20 poin persamaan ajaran antara Imam Muhammad Hasyim Asy’ari dan imam Ibnu Taymiyyah. Bahkan, seorang kawan yang bukan warga NU, alumnus Universitas Islam Madinah, mengatakan kepada kami, lebih kurang 90 persen ajaran Nahdlatul Ulama itu sama dengan ajaran Wahabi.

    Kesamaan ajaran Wahabi dan NU itu justru dalam hal-hal yang selama ini dikesankan sebagai sesuatu yang bertolak belakang antara Wahabi dan NU. Orang yang tidak mengetahui ajaran Wahabi dari sumber-sumber asli Wahabi, maka ia tentu akan terkejut. Namun, bagi orang yang mengetahui Wahabi dari sumber-sumber asli Wahabi, mereka justru akan mengatakan, "Itulah persamaan antara Wahabi dan NU, mengapa kedua kelompok ini selalu dibenturkan?"

    Di antara titik-titik temu antara ajaran Wahabi dan NU yang jumlahnya puluhan, bahkan ratusan itu adalah sebagai berikut. Pertama, sumber syariat Islam, baik menurut Wahabi maupun NU, adalah Alquran, hadis, ijma, dan qiyas. Hadis yang dipakai oleh keduanya adalah hadis yang sahih kendati hadis itu hadis ahad, bukan mutawatir. Karenanya, baik Wahabi maupun NU, memercayai adanya siksa kubur, syafaat Nabi dan orang saleh pada hari kiamat nanti, dan lain sebagainya karena hal itu terdapat dalam hadis-hadis sahih.

    Kedua, sebagai konsekuensi menjadikan ijma sebagai sumber syariat Islam, baik Wahabi maupun NU, shalat Jumat dengan dua kali azan dan shalat Tarawih 20 rakaat. Selama tinggal di Arab Saudi (1976-1985), kami tidak menemukan shalat Jumat di masjid-masjid Saudi kecuali azannya dua kali, dan kami tidak menemukan shalat Tarawih di Saudi di luar 20 rakaat. Ketika kami coba memancing pendapat ulama Saudi tentang pendapat yang mengatakan bahwa Tarawih 20 rakaat itu sama dengan shalat Zhuhur lima rakaat, ia justru menyerang balik kami, katanya, "Bagaimana mungkin shalat Tarawih 20 rakaat itu tidak benar, sementara dalam hadis yang sahih para sahabat shalat Tarawih 20 rakaat dan tidak ada satu pun yang membantah hal itu." Inilah ijma para sahabat.

    Ketiga, dalam beragama, baik Wahabi maupun NU, menganut satu mazhab dari mazhab fikih yang empat. Wahabi bermazhab Hanbali dan NU bermazhab salah satu dari mazhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Baik Wahabi (Imam Ibnu Taymiyyah) maupun NU (Imam Muhammad Hasyim Asy’ari), sama-sama berpendapat bahwa bertawasul (berdoa dengan menyebut nama Nabi Muhammad SAW atau orang saleh) itu dibenarkan dan bukan syirik.

    Kendati demikian, Imam Muhammad Hasyim Asy’ari dalam kitabnya, al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin, mensyaratkan bahwa dalam berdoa dengan tawasul menyebut nama Nabi Muhammad SAW atau orang saleh, kita tetap harus yakin bahwa yang mengabulkan doa kita adalah Allah SWT, bukan orang yang namanya kita sebut dalam tawasul itu. Wahabi dan NU sama-sama memercayai adanya karamah para wali (karamat al-awliya) tanpa mengultuskan mereka.

    Memang ada perbedaan antara Wahabi dan NU atau antara Imam Ibnu Taymiyyah dan Imam Muhammad Hasyim Asy’ari. Namun, perbedaan itu sifatnya tidak prinsip dan hal itu sudah terjadi sebelum lahirnya Wahabi dan NU.

    Dalam praktiknya, baik Wahabi maupun NU, tidak pernah mempermasalahkan keduanya. Banyak anak NU yang belajar di Saudi yang notabenenya adalah Wahabi. Bahkan, banyak jamaah haji warga NU yang shalat di belakang imam yang Wahabi, dan ternyata hal itu tidak menjadi masalah. Wahabi dan NU adalah dua keluarga besar dari umat Islam di dunia yang harus saling mendukung. Karenanya, membenturkan antara keduanya sama saja kita menjadi relawan gratis Zionis untuk melaksanakan agenda Zionisme, seperti tertulis dalam Protokol Zionisme di atas. Wallahu

Penjelasan KH. Hasyim Asy'ari


tentang pengikut Ibnu Taimiyyah dan pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab Annajdi
(فَصْلٌ)
فِيْ بَيَانِ تَمَسُّكِ أَهْلِ جَاوَى
بِمَذْهَبِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، وَبَيَانِ ابْتِدَاءِ ظُهُوْرِ
الْبِدَعِ وَانْتِشَارِهَا فِيْ أَرْضِ جَاوَى، وَبَيَانِ أَنْوَاعِ
الْمُبْتَدِعِيْنَ فِيْ هَذَا الزَّمَانِ
Pasal
Untuk menjelaskan penduduk Jawa berpegang kepada
madzhab Ahlusunnah wal Jama’ah, dan awal kemunculan bid’ah dan meluasnya di
Jawa, serta macam-macam ahli bid’ah di zaman ini
قَدْ كَانَ مُسْلِمُوا الْأَقْطَارِ الْجَاوِيَةِ فِي الْأَزْمَانِ
السَّالِفَةِ الْخَالِيَةِ مُتَّفِقِي الْآرَاءِ وَالْمَذْهَبِ وَمُتَّحِدِي
الْمَأْخَذِ وَالْمَشْرَبِ، فَكُلُّهُمْ فِي الْفِقْهِ عَلَى الْمَذْهَبِ
النَّفِيْسِ مَذْهَبِ الْإِمَامِ مُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْسَ، وَفِيْ أُصُوْلِ
الدِّيْنِ عَلَى مَذْهَبِ الْإِمَامِ أَبِي الْحَسَنِ الْأَشَعَرِيِّ، وَفِي
التَّصَوُّفِ عَلَى مَذْهَبِ الْإِمَامِ الْغَزَالِيِّ وَالْإِمَامِ أَبِي
الْحَسَنِ الشَّاذِلِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ
Umat Islam yang mendiami wilayah Jawa sejak zaman
dahulu telah bersepakat dan menyatu dalam pandangan keagamaannya. Di bidang
fiqh, mereka berpegang kepada mazhab Imam Syafi’i, di bidang ushuluddin
berpegang kepada mazhab Abu Al-Hasan Al-Asy’ari, dan di bidang tasawuf
berpegang kepada mazhab Abu Hamid Al-Ghazali dan Abu Al-Hasan Al-Syadzili,
semoga Allah meridhoi mereka semua.
ثُمَّ إِنَّهُ حَدَثَ فِيْ عَامِ اَلْفٍ وَثَلَاثِمِائَةٍ
وَثَلَاثِيْنَ أَحْزَابٌ مُتَنَوِّعَةٌ وَآرَاءٌ مُتَدَافِعَةٌ وَأَقْوَالٌ
مُتَضَارِبَةٌ، وَرِجَالٌ مُتَجَاذِبَةٌ، فَمِنْهُمْ سَلَفِيُّوْنَ قَائِمُوْنَ
عَلَى مَا عَلَيْهِ أَسْلَافُهُمْ مِنَ التَّمَذْهُبِ بِالْمَذْهَبِ الْمُعَيَّنِ
وَالتَّمَسُّكِ بِالْكُتُبِ الْمُعْتَبَرَةِ الْمُتَدَاوِلَةِ، وَمَحَبَّةِ أَهْلِ
الْبَيْتِ وَالْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ، وَالتَّبَرُّكِ بِهِمْ أَحْيَاءً
وَأَمْوَاتًا،
وَزِيَارَةِ الْقُبُوْرِ وَتَلْقِيْنِ الْمَيِّتِ وَالصَّدَقَةِ
عَنْهُ وَاعْتِقَادِ الشَّفَاعَةِ وَنَفْعِ الدُّعَاءِ وَالتَّوَسُّلِ وَغَيْرِ
ذَلِكَ.
Kemudian pada tahun 1330 H timbul berbagai pendapat
yang saling bertentangan, isu yang bertebaran, dan pertikaian dikalangan para
pemimpin Diantara mereka ada yang beraviliasi pada kelompok Salafiyyin yang
memegang teguh tradisi para tokoh pendahulu mereka bermadzhab kepada satu
madzhab tertentu dan berpegang teguh kitab-kitab mu’tabar, kecintaan terhadap
Ahlul Bait Nabi, para wali dan orang-orang salih, selain itu juga tabarruk
dengan mereka baik ketika masih hidup atau setelah wafat, ziarah kubur,
mentalqin mayit, bersedekah untuk mayit, meyakini syafaat, manfaat doa dan
tawassul serta lain sebagainya.
وَمِنْهُمْ فِرْقَةٌ يَتَّبِعُوْنَ رَأْيَ مُحَمَّدْ عَبْدُهْ
وَرَشِيدْ رِضَا ، وَيَأْخُذُوْنَ مِنْ بِدْعَةِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ
الْوَهَّابِ النَّجْدِيْ ، وَأَحْمَدَ بْنِ تَيْمِيَّةَ وَتِلْمِيْذَيْهِ ابْنِ
الْقَيِّمِ وَعَبْدِ الْهَادِيْ..........
Di antara mereka (sekte yang muncul pada kisaran
tahun 1330 H.), terdapat juga kelompok yang mengikuti pemikiran Muhammad Abduh
dan Rasyid Ridha. Mereka melaksanakan kebid'ahan Muhammad bin Abdul Wahhab
al-Najdy, Ahmad bin Taimiyah serta kedua muridnya, Ibnul Qoyyim dan Abdul
Hadi…………
فَحَرَّمُوْا مَا أَجْمَعَ الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى نَدْبِهِ ، وَهُوَ
السَّفَرُ لِزِيَارَةِ قَبْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،
وَخَالَفُوْهُمْ فِيْمَا ذُكِرَ وَغَيْرِهِ.
Mereka mengharamkan hal-hal yang telah disepakati
oleh orang-orang Islam sebagai sebuah kesunnahan, yaitu bepergian untuk
menziarahi makam Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam serta berselisih
dalam kesepakatan-kesepakatan lainnya.
قَالَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ فِيْ فَتَاوِيْهِ : وَإِذَا سَافَرَ
لِاعْتِقَادِ أَنَّها أَيْ زِيَارَةَ قَبْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ طَاعَةٌ ، كَانَ ذَلِكَ مُحَرَّمًا بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِيْنَ ،
فَصَارَ التَّحْرِيْمُ مِنَ الْأَمْرِ الْمَقْطُوْعِ بِهِ
Ibnu Taimiyah menyatakan dalam Fataawa-nya:
"Jika seseorang bepergian dengan berkeyakinan bahwasanya mengunjungi makam
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagai sebuah bentuk ketaatan, maka
perbuatan tersebut hukumnya haram dengan disepakati oleh umat Muslim. Maka keharaman
tersebut termasuk perkara yang harus ditinggalkan.”
قَالَ الْعَلَّامَةُ الشَّيْخُ مُحَمَّدْ بَخِيتْ اَلْحَنَفِيُّ
اَلْمُطِيْعِيُّ فِيْ رِسَالَتِهِ اَلْمُسَمَّاةِ تَطْهِيْرَ الْفُؤَادِ مِنْ
دَنَسِ الْإِعْتِقَادِ : وَهَذَا الْفَرِيْقُ قَدْ اُبْتُلِيَ الْمُسْلِمُوْنَ
بِكَثِيْرٍ مِنْهُمْ سَلَفًا وَخَلَفًا ، فَكَانُوْا وَصْمَةً وَثُلْمَةً فِي
الْمُسْلِمِيْنَ وَعُضْوًا فَاسِدًا.............
Al-Allamah Syeikh Muhammad Bakhit al-Hanafi
al-Muth'i menyatakan dalam kitabnya, That_hirul Fuad min danasil I'tiqood (Pembersihan
Hati dari Kotoran Keyakinan) bahwa, "kelompok ini sungguh menjadi cobaan
berat bagi umat muslim, baik salaf maupun kholaf. Mereka adalah duri
"dalam daging/musuh dalam selimut" yang hanya merusak keutuhan
Islam………..
يَجِبُ قَطْعُهُ حَتَّى لَا يُعْدِى الْبَاقِيَ ، فَهُوَ
كَالْمَجْذُوْمِ يَجِبُ الْفِرَارُ مِنْهُمْ ، فَإِنَّهُمْ فَرِيْقٌ يَلْعَبُوْنَ
بِدِيْنِهِمْ يَذُمُّوْنَ الْعُلَمَاءَ سَلَفًا وَخَلَفًا.
Maka wajib menanggalkan/menjauhi (penyebaran) ajaran
mereka agar yang lain tidak tertular. Mereka laksana penyandang lepra yang
mesti dijauhi. Mereka adalah kelompok yang mempermainkan agama mereka. Hanya
bisa menghina para ulama, baik salaf maupun kholaf.
sumber:
Kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama'ah karya
Hadhratusysyaikh Hasyim Asy'ari halaman 9-10
Wallaahu A'lam