Sabtu, 14 Februari 2015

Tabur kembang di Kuburan

Malaikat senang pada aroma yang harum.(Nihayah al-Zain, hal. 145)
Riwayat ini juga bisa dilihat di Kitab Targhib wa Tarhib hal : 10 Bab. Istinjak

Barangkali telinga masyarakat Indonesia tidaklah asing dengan istilah nyekar. Adapun arti nyekar adalah menabur beberapa jenis bunga di atas kuburan orang yang diziarahinya, seperti menabur bunga kamboja, mawar, melati, dan bunga lainnya yang beraroma harum. Ada kalanya yang diziarahi adalah kuburan sanak keluarga, namun tak jarang pula kuburan orang lain yang dikenalnya.  Nabi SAW sendiri pernah berziarah kepada dua kuburan muslim yang sebelumnya tidak dikenal oleh beliau SAW.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwasannya suatu saat Nabi SAW melewati dua kuburan muslim, lantas beliau SAW bersabda: Sesungguhnya kedua orang ini sedang disiksa, keduanya disiksa bukanlah karena suatu masalah yang besar, tetapi yang satu terbiasa bernamimah (menfitnah dan mengadu domba), sedangkan yang satu lagi terbiasa tidak bersesuci (tidak cebok) jika habis kencing. Kemudian beliau SAW mengambil pelepah korma yang masih segar dan memotongnya, untuk dibawa saat menziarahi kedua kuburan tersebut, lantas beliau SAW menancapkan potongan pelepah korma itu di atas dua kuburan tersebut pada bagian kepala masing-masing, seraya bersabda : Semoga Allah meringankan siksa dari kedua mayyit ini selagi pelepah korma ini masih segar. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim pada Kitabut Thaharah (Bab Bersesuci).

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ قَالَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَائِطٍ مِنْ حِيطَانِ مَكَّةَ أَوْ الْمَدِينَةِ سَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُورِهِمَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى كَانَ أَحَدُهُمَا لَا يَسْتَبْرِئُ مِنْ بَوْلِهِ وَكَانَ الْآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ دَعَا بِجَرِيدَةٍ فَكَسَرَهَا كِسْرَتَيْنِ فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كِسْرَةً فَقِيلَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا أَوْ إِلَى أَنْ يَيْبَسَا

Nabi SAW melewati dua kuburan muslim di perbatasan dari dua batasan Mekah dan Madina, Lau beliau mendengar dua suara manusia yang sedang disiksa didalam kubur, lantas beliau SAW bersabda: Keduanya sedang disiksa..
dan perkara yang menyiksakan merka dalam dosa besar?, Lalu Nabi bersabda : Benar salah seorang di antara keduanya tak membersihkan dari kencingnya(tidak cewok) dan yang lainnya melakukan adu domba. Kemudian beliau meminta pelepah (tangkai kurma) lalu memecahnya menjadi dua dan meletakkan di atas kuburan masing-masing satu pecahan pelepah. Ditanyakan, Wahai Rasulullah , mengapa engkau melakukan hal ini?
Beliau menjawab: Barangkali itu bisa meringankan - adzab - dari mereka berdua selama dua pelepah ini belum kering. Atau sampai dua pelepah ini kering. [HR. Nasai No.2041].

Riwayat ini juga bisa dilihat di Kitab Targhib wa Tarhib hal : 10 Bab. Istinjak

 كتاب ترغيب و ترهيب باب الإستنجاء ص ١٠


Berkiblat dari hadits shahih inilah umat Islam melakukan ajaran Nabi SAW, untuk menziarahi kuburan sanak famili dan orang-orang yang dikenalnya untuk mendoakan penduduk kuburan. Dari hadits ini pula umat Islam belajar pengamalan nyekar bunga di atas kuburan.

Tentunya kondisi alam di Makkah dan Madinah saat Nabi SAW masih hidup, sangat berbeda dengan situasi di Indonesia. Maksudnya, Nabi SAW saat itu melakukan nyekar dengan menggunakan pelepah korma, karena pohon korma sangat mudah didapati di sana, dan sebaliknya sangat sulit menemui jenis pepohonan yang berbunga. Sedangkan masyarakat Indonesia berdalil bahwa yang terpenting dalam melakukan nyekar saat berziarah kubur, bukanlah faktor pelepah kormanya, yang kebetulan sangat sulit pula ditemui di Indonesia , namun segala macam jenis pohon, termasuk juga jenis bunga dan dedaunan, selagi masih segar, maka dapat memberi dampak positif bagi mayyit yang berada di dalam kubur, yaitu dapat memperingan siksa kubur sesuai sabda Nabi SAW.
Karena Indonesia adalah negeri yang sangat subur, dan sangat mudah bagi masyarakat untuk menanam pepohonan di mana saja berada, ibarat tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Maka masyarakat Indonesia-pun menjadi kreatif, yaitu disamping mereka melakukan nyekar dengan menggunakan berbagai jenis bunga dan dedaunan yang beraroma harum, karena memang banyak pilihan dan mudah ditemukan di Indonesia, maka masyarakat juga  rajin menanam berbagai jenis pepohonan di tanah kuburan, tujuan mereka hanya satu yaitu mengamalkan hadits Nabi SAW, dan mengharapkan kelanggengan peringanan siksa bagi sanak keluarga dan handai taulan yang telah terdahulu menghuni tanah pekuburan. Karena dengan menanam pohon ini, maka kualitas kesegarannya pepohonan bisa bertahan relatif sangat lama.

Memang Nabi SAW tidak mencontohkan secara langsung penanaman pohon di tanah kuburan. Seperti halnya Nabi SAW juga tidak pernah mencontohkan berdakwah lewat media cetak, elektronik, bahkan lewat dunia maya, karena situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan Nabi SAW melakukannya. Namun para ulama kontemporer dari segala macam aliran pemahaman, saat ini marak menggunakan media cetak, elektronik, dan internet sebagai fasilitas penyampaian ajaran Islam kepada masyarakat luas, tujuannya hanya satu yaitu mengikuti langkah dakwah Nabi SAW, namun dengan asumsi agar dakwah islamiyah yang mereka lakukan lebih menyentuh masyarakat luas, sehingga pundi-pundi pahala bagi para ulama dan da’i akan lebih banyak pula dikumpulkan. Yang demikian ini memang sangat memungkinkan dilakukan pada jaman modern ini.
Jadi, sama saja dengan kasus nyekar yang dilakukan masyarakat muslim di Indonesia, mereka bertujuan hanya satu, yaitu mengikuti jejak nyekarnya Nabi SAW, namun mereka menginginkan agar keringanan siksa bagi penghuni kuburan itu bisa lebih langgeng, maka masyarakt-apun menanam pepohonaan di tanah pekuburan, hal ini dikarenakan sangat memungkinkan dilakukan di negeri yang bertanah subur ini, bumi Indonesia dengan penduduk muslim asli Sunny Syafii.

Ternyata dari satu amalan Nabi dalam menziarahi dua kuburan dari orang yang tidak dikenal, dan memberikan solusi amalan nyekar dengan penancapan atau meletakkan pelepah korma di atas kuburan mayyit, dengan tujuan demi peringasnan siksa kubur yang tengah mereka hadapi, menunjukkan bahwa keberadaan Nabi SAW adalah benar-benar rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam, termasuk juga alam kehidupan dunia kasat mata, maupun alam kubur, bahkan bagi alam akhirat di kelak kemudian hari.

APAKAH BENAR HUKUM MENABUR BUNGA DI KUBURAN ITU KATANYA "SYIRIK , BID'AH , SESAT ?" ??? KATA SIAPA ???

Di bolehkan menaburkan bunga2 segar yang masih basah di atas kuburan2 ,‘karena hal ini(menaburi bunga) dapat meringankan siksaan mayat akibat bacaan tasbih tanaman/bunga diatas pusara tersebut.(Lihat I’aanah at-Thoolibiin : II/120.)

Berdasarkan hadist nabi yg berbunyi ;

"Ingatlah,sesungguhnya dua mayat ini sedang disiksa tetapi bukan kerana melakukan dosa besar. Seorang dari padanya disiksa kerana dahulu dia suka membuat fitnah dan seorang lagi disiksa kerana tidak menghindari diri daripada percikan air kencing. Kemudian baginda mengambil pelepah kurma yang masih basah lalu dibelahnya menjadi dua. Setelah itu baginda menanam salah satunya pada kubur yang pertama dan yang satu lagi pada kubur yang kedua sambil bersabda: Semoga pelepah ini dapat meringankan seksanya selagi ia belum kering." (Shahih bukhari &muslim).

Para Ulama menngqiyaskan pelepah kurma dalam hadits di atas dengan segala macam tumbuh2an yang masih basah sebagaimana yang di jelaskan dalam kitab Mughni Al Muhtaj ; 1/364.

Ketika berziarah, rasanya tidak lengkap jika seorang peziarah yang berziarah tidak membawa air bunga ke tempat pemakaman, yang mana air tersebut akan diletakkan pada pusara. Hal ini adalah kebiasaan yang sudah merata di seluruh masyarakat. Bagaimanakah hukumnya? Apakah manfaat dari perbuatan tersebut?
Para ulama mengatakan bahwa hukum menyiram air bunga atau harum2an di atas kuburan adalah SUNNAH. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi al-Bantani dalam Nihayah al-Zain, hal. 145
Disunnahkan untuk menyirami kuburan dengan air yang dingin. Perbuatan ini dilakukan sebagai pengharapan dengan dinginnya tempat kembali (kuburan) dan juga tidak apa2 menyiram kuburan dengan air mawar meskipun sedikit, karena malaikat senang pada aroma yang harum.(Nihayah al-Zain, hal. 145)
Pendapat ini berdasarkan hadits Nabi

Dari Ibnu Umar ia berkata; Suatu ketika Nabi melewati sebuah kebun di Makkah dan Madinah lalu Nabi mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Nabi bersabda kepada para sahabat “Kedua orang (yang ada dalam kubur ini) sedang disiksa. Yang satu disiksa karena tidak memakai penutup ketika kencing sedang yang lainnya lagi karena sering mengadu domba”. Kemudian Rasulullah menyuruh sahabat untuk mengambil pelepah kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagian dan meletakkannya pada masing2 kuburan tersebut. Para sahabat lalu bertanya, kenapa engkau melakukan hal ini ya Rasul ? Rasulullah menjawab: Semoga Allah meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua pelepah kurma ini belum kering.”(Sahih Bukhari 1361)

Lebih ditegaskan lagi dalam I’anah al-Thalibin

DiSUNNAHkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kuburan, karena hal ini adalah sunnah Nabi Muhammad SAW dan dapat meringankan beban si mayat karena barokahnya bacaan tasbihnya bunga yang ditaburkan dan hal ini disamakan dengan sebagaimana adat kebiasaan, yaitu menaburi bunga yang harum dan basah atau yang masih segar.(I’anah al-Thalibin, juz II, hal. 119)
Dan ditegaskan juga dalam Nihayah al-Zain, hal. 163
Berdasarkan penjelasan di atas, maka memberi harum2an di pusara kuburan itu dibenarkan termasuk pula menyiram air bunga di atas pusara, karena hal tersebut termasuk ajaran Nabi (sunnah) yang memberikan manfaat bagi si mayit.

Hadits Nasai 2041

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ قَالَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَائِطٍ مِنْ حِيطَانِ مَكَّةَ أَوْ الْمَدِينَةِ سَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُورِهِمَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى كَانَ أَحَدُهُمَا لَا يَسْتَبْرِئُ مِنْ بَوْلِهِ وَكَانَ الْآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ دَعَا بِجَرِيدَةٍ فَكَسَرَهَا كِسْرَتَيْنِ فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كِسْرَةً فَقِيلَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا أَوْ إِلَى أَنْ يَيْبَسَا
Keduanya sedang disiksa & keduanya tak disiksa karena dosa besar. Kemudian beliau bersabda:
Benar, salah seorang di antara keduanya tak membersihkan dari kencingnya & yg lainnya melakukan adu domba. Kemudian beliau meminta pelepah (kurma) lalu memecahnya menjadi dua & meletakkan di atas kuburan masing-masing satu pecahan pelepah. Ditanyakan, Wahai Rasulullah , mengapa engkau melakukan hal ini?
Beliau menjawab: Barangkali itu bisa meringankan - adzab - dari mereka berdua selama dua pelepah ini belum kering. Atau sampai dua pelepah ini kering. [HR. Nasai No.2041].

 

Hadits Nasai 2042

أَخْبَرَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ فِي حَدِيثِهِ عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَبْرِئُ مِنْ بَوْلِهِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا فَقَالَ لَعَلَّهُمَا أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Sungguh keduanya sedang disiksa & keduanya tak disiksa karena dosa besar. Adapun salah seorang di antara keduanya tak membersihkan diri dari air kencingnya & yg lainnya selalu melakukan adu domba. Kemudian beliau mengambil pelepah (kurma) yg masih basah, lalu membelahnya menjadi dua, kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan satu belahan pelepah. Maka mereka bertanya, Wahai Rasulullah , mengapa engkau melakukan hal ini?
beliau menjawab: Barangkali dua pelepah ini bisa meringankan mereka berdua selama belum kering. [HR. Nasai No.2042].

غَرَزَ =  mendorong, menancapkan

Hadits Nasai 2043

أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا مَاتَ عُرِضَ عَلَيْهِ مَقْعَدُهُ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَمِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى يَبْعَثَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Ketahuilah, salah seorang kalian - jika meninggal dunia - akan diperlihatkan tempat tinggalnya di waktu pagi & sore. Jika ia termasuk penghuni surga, maka ia menjadi penghuni surga & jika ia termasuk penghuni neraka, maka ia menjadi penghuni neraka, hingga Allah Azza wa Jalla membangkitkannya pada hari kiamat. [HR. Nasai No.2043].

 

Hadits Nasai 2044

أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ أَنْبَأَنَا الْمُعْتَمِرُ قَالَ سَمِعْتُ عُبَيْدَ اللَّهِ يُحَدِّثُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُعْرَضُ عَلَى أَحَدِكُمْ إِذَا مَاتَ مَقْعَدُهُ مِنْ الْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ فَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ قِيلَ هَذَا مَقْعَدُكَ حَتَّى يَبْعَثَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Salah seorang kalian jika meninggal dunia akan diperlihatkan tempat tinggalnya di waktu pagi & sore. Jika ia termasuk penghuni neraka, maka ia menjadi penghuni neraka. Dikatakan, Inilah tempat tinggalmu hingga Allah Azza wa Jalla membangkitkanmu pada hari kiamat. [HR. Nasai No.2044].

 

Hadits Nasai 2045

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ وَالْحَارِثُ بْنُ مِسْكِينٍ قِرَاءَةً عَلَيْهِ وَأَنَا أَسْمَعُ وَاللَّفْظُ لَهُ عَنْ ابْنِ الْقَاسِمِ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ عُرِضَ عَلَى مَقْعَدِهِ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَمِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ فَيُقَالُ هَذَا مَقْعَدُكَ حَتَّى يَبْعَثَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Jika salah seorang di antara kalian meninggal dunia, maka akan diperlihatkan tempat tinggalnya di waktu pagi & sore. Jika ia termasuk peghuni surga, maka ia menjadi penghuni surga & jika ia termasuk penghuni neraka, maka ia menjadi penghuni neraka, lalu dikatakan, Inilah tempat tinggalmu hingga Allah -Azza wa Jalla - membangkitkan pada hari kiamat. [HR. Nasai No.2045].

 

Hadits Nasai 1801

أَخْبَرَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ حُرَيْثٍ قَالَ أَنْبَأَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو ح و أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ قَالَ أَنْبَأَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ قَالَ أَبُو عَبْد الرَّحْمَنِ مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَالِدُ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ
Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan - yaitu kematian -. Abu Abdurrahman berkata; 'Muhammad bin Ibrahim adl putra Abu Bakr bin Abu Syaibah.' [HR. Nasai No.1801].

 

Hadits Nasai 1802

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى عَنْ يَحْيَى عَنْ الْأَعْمَشِ قَالَ حَدَّثَنِي شَقِيقٌ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا حَضَرْتُمْ الْمَرِيضَ فَقُولُوا خَيْرًا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ أَقُولُ قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلَهُ وَأَعْقِبْنِي مِنْهُ عُقْبَى حَسَنَةً فَأَعْقَبَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنْهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Apabila kalian menjenguk orang yg sedang sakit, maka ucapkanlah kebaikan, karena malaikat mengamini atas apa yg kalian ucapkan. Setelah Abu Salamah meninggal dunia, aku bertanya; Wahai Rasulullah ! Bagaimana aku berdo'a?
beliau menjawab: Berdo'alah, 'Ya Allah, berilah ampunan untuk kami & umatnya & berilah balasan untuku darinya dgn balasan yg baik, maka Allah -Azza wa Jalla- menggantikan untukku darinya dgn Nabi Muhammad '. [HR. Nasai No.1802].

Tuntunan Shalat: Bab II Wudhu


Wudhu


Untuk melakukan shalat seseorang juga diharuskan suci dari hadas. Hadas ada dua macam, yaitu hadas kecil dan hadas besar.

Yang masuk dalam kategori hadas kecil adalah hal-hal yang dapat membatalkan wudhu (lihat: Hal-hal yang dapat membatalkan wudhu). Hadas kecil bisa dihilangkan dengan cara berwudhu.

Dalil yang menjelaskan tentang kewajiban wudhu sebelum shalat adalah firman Allah:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قُمۡتُمۡ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغۡسِلُواْ وُجُوهَكُمۡ وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ وَٱمۡسَحُواْ بِرُءُوسِكُمۡ وَأَرۡجُلَكُمۡ إِلَى ٱلۡكَعۡبَيۡنِۚ وَإِن كُنتُمۡ جُنُبٗا فَٱطَّهَّرُواْۚ وَإِن كُنتُم مَّرۡضَىٰٓ أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوۡ جَآءَ أَحَدٞ مِّنكُم مِّنَ ٱلۡغَآئِطِ أَوۡ لَٰمَسۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمۡ تَجِدُواْ مَآءٗ فَتَيَمَّمُواْ صَعِيدٗا طَيِّبٗا فَٱمۡسَحُواْ بِوُجُوهِكُمۡ وَأَيۡدِيكُم مِّنۡهُۚ مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجۡعَلَ عَلَيۡكُم مِّنۡ حَرَجٖ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمۡ وَلِيُتِمَّ نِعۡمَتَهُۥ عَلَيۡكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ٦


Artinya: “Wahai sekalian orang yang beriman, bila kamu berdiri akan melakukan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan sikut, dan usaplah kepalamu, dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…”

(QS al Ma’idah [05]: 6).

Rasulullah saw besabda:

لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ


Artinya: “Allah tidak akan menerima shalatnya orang yang hadas sehingga orang itu mengambil wudhu.”

(HR Bukhari)

Syarat-syarat Wudhu

Sebelum kita berwudhu, ada sembilan syarat yang harus dipenuhi:

1.    Yakin bahwa dirinya hadas. Jika masih ragu, maka wudhunya tidak sah.

2.    Air yang digunakan harus mutlak[1]

3.    Pada anggota wudhu tidak ada sesuatu yang dapat mengubah sifat air pada saat air dibasuhkan, semisal zat pewarna dan lain sebagainya.

4.   Harus beragama Islam. Wudhu tidak sah dilakukan oleh non muslim.

5.    Pada bagian tubuh yang wajib dibasuh/diusap, tidak ada penghalang yang menyebabkan air tidak sampai pada kulit, semisal lilin, cat dan lain sebagainya. Termasuk penghalang, kotoran mata (Jawa: ketek) dan debu yang menumpuk sehingga dapat menghalangi masuknya air.

Bila ada duri yang tertancap pada bagian yang harus dibasuh, maka harus dicabut apabila sebagian dari duri tersebut tampak dari luar. Sebab ketika duri masuk ke dalam tubuh maka daging yang ditancapi duri itu menjadi anggota tubuh bagian luar yang harus dibasuh.[2] Beda halnya jika tidak tampak, maka tidak wajib dicabut karena termasuk anggota tubuh bagian dalam.

6.   Waktu shalat sudah masuk. Syarat ini berlaku hanya bagi orang yang dâ’imul hadas (selalu hadas) seperti wanita yang istihâdhah atau orang yang menderita penyakit beser.

7.    Tamyîz atau sudah pintar[3]. Oleh karena itu, wudhu tidak sah dilakukan oleh anak kecil dan orang gila.

8.   Mengetahui cara wudhu yang benar.

9.    Tidak ada hal yang mencegah kesahan wudhu, seperti haid dan nifas.


Rukun Wudhu

Rukun adalah hal-hal yang harus dilakukan dalam wudhu. Rukun wudhu ada enam:

1. Niat

Niat artinya bermaksud melakukan sesuatu pada saat memulainya. Dalam wudhu, niat dilakukan bersamaan dengan membasuh muka. Isi dari niatnya berupa berniat menghilangkan hadas, atau niat bersuci dari hadas atau niat untuk diperbolehkan mengerjakan shalat. Jika diucapkan, contoh niat wudhu adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ رَفْعَ الْحَدَثِ

Artinya: Saya niat menghilangkan hadas.

2. Membasuh wajah sampai rata[4]

Batas wajah yang harus dibasuh, dari atas ke bawah, mulai dari tempat tumbuhnya rambut hingga kedua tulang dagu. Sedangkan ke samping adalah antara telinga kanan sampai telinga kiri.

Wajib membasuh semua bagian yang berada di dalam lingkup wajah seperti rambut (bulu) dan lainnya. Mengenai jenggot dan cambang yang tebal masih ada pemilahan:1) apabila kulit yang ada di dalamnya tidak bisa dilihat dari jarak seukuran orang berbincang-bincang, maka tidak wajib dibasuh sampai ke dalam kulit, melainkan sunnat; 2) jika kulit di dalam jenggot bisa dilihat, maka hukumnya wajib membasuh sampai ke kulitnya. Sedangkan lubang hidung dan mata tidak wajib dibasuh karena termasuk anggota bagian dalam.

Membasuh muka sunnat dilakukan tiga kali. Juga sunnat dimulai dari bagian atas muka. Basuhan dianggap satu jika sudah rata. Oleh karena itu, apabila basuhan pertama masih belum rata, maka basuhan kedua tetap disebut basuhan pertama, sebagai penyempurna.

3. Membasuh kedua tangan

Bagian tangan yang harus dibasuh adalah dari ujung jari-jari sampai dengan siku. Cara membasuhnya dimulai dari ujung jari-jari sampai dengan siku, dengan cara mendahulukan tangan kanan. Masing-masing diulangi tiga kali. Begitu juga wajib membasuh semua bagian yang ada di tangan semisal bulu, jari-jari yang lebih dan lainnya.

Kewajiban membasuh kedua tangan tidak bisa ditinggalkan. Apabila tangannya terputus, maka tetap wajib membasuhnya. Hal ini tentu masih tergantung sampai di mana bagian tangannya yang putus. Bila berada di bawah siku maka wajib membasuh sisa yang putus sampai dengan siku. Bila putus sampai di atas siku, maka tidak wajib membasuh ujung bagian yang putus, tetapi disunnatkan.

4. Mengusap sebagian kepala

Caranya: basahi telapak tangan lalu usapkan pada rambut kepala. Rambut yang harus diusap paling sedikit adalah bagian dari sehelai rambut. Sunnat dilakukan sebanyak tiga kali. Dalam mengusap sebagian kepala seseorang boleh memilih rambut yang diinginkan, bisa di depan, belakang, dan pinggir, asalkan masih dalam lingkup kepala. Jadi, bila rambutnya panjang sampai melebihi batas kepala, maka tidak cukup membasuh ujungnya yang berada luar batas kepala.

5. Membasuh kedua kaki

Kedua kaki dibasuh sampai dengan mata kaki. Sunnat dimulai dari ujung jari-jari kaki kanan dan dilakukan sebanyak tiga kali. Wajib membasuh sesuatu yang ada pada kaki semisal bulu dan kuku.

6. Tartîb (berurutan)

Maksudnya adalah mengerjakan rukun-rukun wudhu secara berurutan seperti yang disebutkan di atas.


Sunnat-sunnat Wudhu

Untuk mencapai kesempurnaan wudhu, maka di samping melakukan rukun juga seyogyanya mengerjakan sunnat-sunnatnya. Sunnat-sunnat wudhu adalah sebagai berikut:

a.    Membaca Basmalah, dilakukan bersamaan dengan membasuh telapak tangan sebelum wudhu. Karena ikut sunnah Nabi saw. Jika lupa membaca Basmalah di awal wudhu dan ingat di pertengahan wudhu maka tetap disunnatkan membaca Basmalah,dengan lafal demikian:

 بِسْمِ اللهِ أَوَّلَهُ وَأَخِرَهُ.  


      Artinya: Dengan menyebut Nama Allah di permulaan dan akhir wudhu.

      Bila ingat setelah wudhu selesai, maka sudah tidak disunnatkan lagi membacaBasmalah.

2.  Melafalkan niat. Ini dilakukan sebelum memulai wudhu

3.   Bersiwak atau sikat gigi. Adapun cara yang disunnatkan dalam bersiwak adalah: 1) dimulai dari mulut bagian kanan; 2) menggosokkan siwak secara rata pada semua gigi bagian kanan (atas-bawah, luar-dalam) sampai mulut bagian tengah, lalu gigi kiri (atas-bawah, luar-dalam) sampai mulut bagian tengah.[5]

4.  Membasuh dua telapak tangan. Dilakukan bersamaan dengan membacaBasmalah. Jika airnya sedikit, makruh membasuh telapak tangan dengan langsung memasukkannya ke dalam air, karena dikhawatirkan tangannya terkena najis tanpa disadari. Apabila airnya banyak, maka bisa langsung dimasukkan. Setelah membasuh telapak tangan, sunnat berkumur (nomor 5).

5.   Berkumur. Cara berkumur yang paling sempurna adalah memutarkan air dalam mulut lalu mengeluarkannya. Setelah berkumur, lalu menghirup air (nomor 6).

6.  Menghirup air ke dalam hidung (istinsyâq). Cara yang yang lebih sempurna dalam istinsyâq adalah dengan menghirup air hingga sampai ke hidung bagian atas lalu disemprotkan.

Berkumur dan istinsyâq sunnat dikumnpulkan dalam tiga cidukan air. Maksudnya: satu ciduk air dibuat untuk berkumur, dan sisanya untuk menghirup air ke dalam hidung dan begitu selanjutnya sampai tiga kali.

Dalam berkumur dan istinsyâq juga sunnat dikeraskan (mubâlaghah).

9.   Mengusap semua kepala. Adapun cara yang disunnatkan adalah membasahi kedua telapak tangan dengan air, lalu ujung dua jari telunjuk dipertemukan, sedangkan ibu jari berada di pelipis. Kemudian usapkan jari telunjuk mulai dari kepala bagian depan sampai bagian belakang. Lalu kembalikan lagi ke depan.

10. Mengusap kedua telinga dan dua lubang telinga. Dilakukan sebanyak tiga kali, dengan cara memasukkan ujung jari telunjuk pada lubang telinga dan diputarkanpada lipatan telinga bagian dalam hingga sampai lubang telinga. Sedangkan ibu jari diputarkan di daun telinga bagian luar. Kemudian lakukan istizhhâr dengan cara menempelkan telapak tangan yang basah ke telinga. Kedua telinga boleh diusap secara bersamaan.

11.  Menyelat-nyelati jari-jari. Caranya, ketika membasuh kedua tangan adalah dengan berpanca (memasukkan jemari tangan kanan ke sela-sela jemari tangan kiri dan sebaliknya). Sedangkan ketika membasuh kaki dengan cara memasukkan jari kelingking tangan kiri ke sela-sela jemari kaki, dimulai dari kelingking kaki kanan sampai kelingking kaki kiri.

12. Membasuh/mengusap anggota wudhu tiga kali. Basuhan yang kedua dan ketiga disunnatkan jika pada basuhan yang pertama (yang wajib) sudah sempurna. Apabila yang pertama belum rata maka yang kedua dan seterusnya masih dianggap yang pertama.

13. Mendahulukan yang kanan dalam membasuh kaki dan tangan. Sedangkan selain kedua kaki dan tangan cukup dengan cara membasuh sekaligus seperti kedua pipi dan telapak tangan.

14. Menghadap kiblat, karena arah kiblat adalah arah yang paling mulia.

15. Tidak meminta bantuan orang lain kecuali ada udzur. Meminta bantuan orang lain dalam membasuh atau mengusap dianggap taraffuh (memanjakan diri) dan perbuatan itu tidak pantas bagi orang yang beribadah.

16. Tidak mengibaskan air yang tersisa pada anggota wudhu. Mengibaskan air sisa wudhu terkesan seperti membebaskan diri dari ibadah.

17.  Tidak menyeka atau menghanduki air yang tersisa di anggota wudhu. Hal itu karena menghilangkan bekas ibadah

18.  Menggosok anggota wudhu yang dibasuh.

19.  Melebihkan basuhan dari batas wajah, tangan dan kaki. Yakni, membasuh tangan sehingga mendekati dua bahu dan membasuh kaki sampai dua betis. Dalam hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah, disebutkan:

وحَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الأَيْلِيُّ حَدَّثَنِي ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلاَلٍ عَنْ نُعَيْمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ رَأَى أَبَا هُرَيْرَةَ يَتَوَضَّأُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ حَتَّى كَادَ يَبْلُغُ الْمَنْكِبَيْنِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ حَتَّى رَفَعَ إِلَى السَّاقَيْنِ ثُمَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ فَمَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ


Artinya: “Harun bin Said al-Ayli menceritakan padaku, Ibn Wahab menceritakan padaku, Umar bin al-Haris memberitakan padaku yang datangnya dari Said bin Abi Hilal, dari Nuaim bin Abdullah bahwasanya ia melihat Abu Hurairah berwudhu, lalu dia membasuh wajahnya, dan kedua tangannya sampai mendekati dua bahu. Kemudian membasuh kedua kakinya sampai atas hingga betis. Kemudian Abu Hurairah berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya umatku akan datang kelak di hari kiamat dengan keadaan bersinar dari bekas wudhu. Maka, barangsiapa dari kalian bisa memanjangkan pancaran itu maka lakukanlah.’”

(HR. Muslim)

 18.      Muwâlât. Segera melanjutkan basuhan pada anggota wudhu berikutnyasebelum keringnya air basuhan di anggota wudhu sebelumnya

19.  Berdoa setelah wudhu. Dengan menghadap kiblat pandangan mata ke arah langit serta mengangkat kedua tangan. Adapun doanya sebagai berikut:


أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِن عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ. سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ أَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ


Artinya:  Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang ahli taubat, jadikanlah aku termasuk orang yang ahli bersuci dan jadikanlah aku termasuk golongan hamba-hamba-Mu yang shalih. Maha Suci Engkau Ya Allah dan dengan memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.


Hal-hal yang Dimakruhkan dalam Wudhu


Hal-hal yang makruh dilakukan dalam wudhu adalah sebagai berikut:

1.    Berlebihan dalam menggunakan air, meskipun ia berwudhu di pinggir laut.

2.    Membasuh/mengusap lebih atau kurang dari tiga kali.

3.    Memakai siwak setelah tergelincirnya matahari (waktu zhuhur) bagi orang yang berpuasa. Kemakruhan ini adalah dari segi puasanya bukan karena wudhunya.

4.   Mubâlaghah atau menggerakkan air dengan keras ketika berkumur atau menghirup air, bagi orang yang puasa, sebab dikhawatirkan airnya masuk ke dalam lubang bagian dalam sehingga dapat membatalkan puasa.

5.    Berwudhu di air yang tidak mengalir bagi orang junub.

6.   Berwudhu di dalam jamban atau WC.[6]

7.    Berbicara ketika berwudhu.[7]


Hal-hal yang dapat membatalkan wudhu

1.     Keluarnya sesuatu dari lubang kemaluan atau dubur (anus/lubang pantat), baik yang keluar itu berupa barang lumrah semisal kentut dan kencing, atau tidak lumrah. Jadi, meskipun yang keluar itu adalah emas atau batu, maka wudhunya tetap batal. Kecuali bila yang keluar adalah mani (sperma), maka wudhunya tidak batal, sebab keluarnya sperma menyebabkan wajibnya mandi yang statusnya lebih besar dibanding wudhu.

2.    Hilangnya akal, bisa karena gila, pingsan, mabuk, epilepsi, tidur dan lain sebagainya. Kecuali tidur dengan posisi duduk dan pantat menetapi tempat duduk (tidak goyang), maka wudhunya tidak batal meskipun ada orang yang bilang bahwa saat tidur pantatnya tidak menetapi tempat duduk. Pengecualian ini hanya berlaku bagi orang bertubuh sedang; tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk. Namun, apabila ada orang yang dapat dipercaya memberitahu bahwa pada saat  ia tidur duduk itu ada sesuatu yang keluar dari duburnya seperti kentut misalnya, maka wudhunya batal .[8]

3.     Menyentuh kemaluan atau dubur manusia dengan telapak tangan bagian dalam. Untuk mengetahui batas telapak tangan bagian dalam, maka pertemukan telapak tangan kanan dan kiri dengan sedikit ditekan. Maka, yang dimaksud telapak tangan di sini adalah bagian telapak tangan yang bertemu, serta telapak jari-jari dan bagian-bagian yang melengkung ke arah keduanya (ruas jari-jari bagian dalam).

Adapun menyentuh alat kelamin dan anus hewan tidak membatalkan wudhu.

4.    Persentuhan kulit dengan lain jenis yang bukan mahram dan keduanya sudah ada pada batas usia dewasa. Rambut dan kuku tidak termasuk dalam kategori kulit. Jadi, jika disentuh maka tidak membatalkan wudhu.

       Maksud dari dewasa di sini adalah sudah sampai pada batas usia disyahwatibagi orang yang memiliki watak normal.

Maksud dari mahram adalah orang-orang yang memiliki: 1) ikatan nasab seperti adik, kakak, kakek, nenek, kedua orang tua, juga saudara kakek-nenek, dan saudara kedua orang tua; atau 2) ikatan perkawinan (mushâharah) seperti ayah dan ibu mertua; atau 3) ikatan radhâ’ (tunggal suson: Jawa),[9] seperti perempuan yang menyusuinya, juga suami dan anak-anak dari perempuan itu.


Larangan bagi orang yang tidak punya wudhu (hadas kecil)

Hal-hal yang haram dilakukan oleh orang yang tidak punya wudhu adalah:

1.    Mengerjakan shalat. Untuk melakukan shalat seseorang diharuskan suci dari hadas. Oleh karena itu haram mengerjakan shalat bagi orang yang tidak punya wudhu,. Begitu juga haram melakukan ibadah yang searti dengan shalat, seperti sujudtilâwah dan sujud syukur. [10]

2.    Thawaf di Ka’bah. Haram berthawaf di Ka’bah jika tidak memiliki wudhu.

3.    Menyentuh Mushaf dan membawa Mushaf (al-Qur’an). Maksud dari Mushaf di sini adalah lembaran kertas yang bertuliskan kalam Allah. Patokan utama apakah benda yang bertuliskan kalam Allah dikatakan Mushaf atau tidak, penilaiannya tergantung uruf (kebiasaan) masyarakat.

Boleh membawa Mushaf tanpa berwudhu asalkan dibawa bersama barang lain dengan niatan membawa barang tersebut. Menurut Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitabTuhfah boleh membawanya meskipun bertujuan membawa kedua-keduanya.


============
Dari buku : Shalat itu Indah dan Mudah (Buku Tuntunan Shalat)
Diterbitkan oleh Pustaka SIDOGIRI
Pondok Pesantren Sidogiri. Sidogiri Kraton Pasuruan Jawa Timur
PO. Box 22 Pasuruan 67101. Telp. 0343 420444 Fax. 0343 428751
============

FOOTNOTE



[1] Lihat, sub judul Macam-macam Air

[2] Lihat Hawâsyi asy-Syarwâni, juz 1 hlm.187.

[3] Anak kecil bisa dianggap pintar jika sudah bisa makan, minum dan bercebok sendiri,.

[4] Perlu dibedakan antara kata-kata  membasuh (ghaslu) dan mengusap (mashu). Membasuh berarti harus mengalirkan air pada bagian yang harus dibasuh. Sedangkan mengusap berarti menempelkan tangan yang sudah dibasahi dengan air.

[5] Lihat Iânat al-Thâlibîn, juz 1 hlm.57.

[6] Lihat Tanwîr al-Qulûb, hlm 131.

[7] Ibid.

[8] Lihat Bughyat al-Musytarsyidîn hlm.25.

[9] Syarat seorang anak yang disusui oleh selain ibunya sehingga menyebabkan adanya ikatan mahram antara keduanya adalah: 1) Anak yang disusui masih belum berumur dua tahun. 2) Disusui dengan lima kali susuan secara terpisah-pisah. Sehingga, perempuan yang menyusui anak tersebut berikut anak-anak, dan suaminya, menjadi mahram bagi sang anak tersebut.

[10] Sujud Tilawah adalah sujud sebab membaca atau mendengar bacaan ayat-ayat Sajadah. Sedangkan sujud syukur adalah sujud karena mendapatkan nikmat atau terhindar dari bala’.

Wudhunya bagi orang yang beser

THAHARAH : WUDLU BAGI DA-IMUL HADATS


PERTANYAAN


>> Dya Syarifatul Farhah
Assalaamu'alaikum. Para asatidz mohon pencerahannya, bagi da-imul hadats bolehkah mengqodho sholat setelah sholat fardu tanpa wudlu lagi ?
Atau tetap harus wudlu lagi ?
Ditunggu jawabannya, syukron


JAWABAN

Wa'alaikumussalaam. Bagi da-imul hadats hanya diperbolehkan satu wudlu untuk satu fardlu saja.
Da-imul hadats adalah orang yang selalu dalam keadaan hadats, baik itu hadats besar maupun hadats kecil karena alasan darurat.

Referensi :

>> Mas Hamzah
Kitab i'anatut Tholibin I / 47

ـ (قوله: ويجب عليه الوضوء الخ)أي ويجب على دائم الحدث الوضوء لكل فرض ولو منذورا، فلا يجوز أن يجمع بوضوء واحد بين فرضين، كما أنه لا يجوز أن يجمع بتيمم واحد بينهما.وسيأتي تفصيل ما يستباح للمتيمم من الصلوات وغيرهما بتيممه في بابه، ويقاس عليه دائم الحدث في جميع ما يأتي فيه


Dan diwajibkan bagi da-imul hadats berwudlu untuk setiap ibadah fardlu yang dilakukannya, walaupun itu adalah ibadah fardlu yang dinadzari.
Maka tidak diperbolehkan bagi da-imul hadats ini mengumpulkan / menggunakan wudlu satu dipakai untuk dua fardlu, seperti halnya tidak diperbolehkan mengumpulkan / menggunakan tayammum satu dipakai untuk dua fardlu (yang akan dibahas dalam bab tayammum), dan dalam hukum da-imul hadats ini diqiyaskan dengan tayammum dalam segala aspeknya.


>> Ghufron Bkl

Majmu'  Syarah Al-Muhadzdzab II / 493 cet Beirut


قال المصنف رحمه الله تعالى: ولا تصلي بطهارة أكثر من فريضة لحديث فاطمة بنت أبي حبيش ويجوز أن تصلي ما شاءت من النوافل لأن النوافل تكثر فلو ألزمناها أن تتوضأ لكل نافلة شق عليها.

الشرح: مذهبنا أنها لا تصلي بطهارة واحدة أكثر من فريضة مؤداة كانت أو مقضية، وأما المنذورة ففيها الخلاف السابق في باب التيمم


Al-Mushonnif rahimahullah berkata : "Janganlah kamu menggunakan satu thaharah (wudlu bagi da-imul hadats:red) digunakan untuk melakukan ibadah fardlu lebih dari satu berdasarkan hadits dari Fathimah Binti Hubaisy, namun demikian baginya diperbolehkan melakukan sholat sunah sebanyak yang dia mau, karena sholat sunah / ibadah sunah amatlah banyak, jika seandainya kami mewajibkan bagi da-imul hadats berwudlu untuk setiap ibadah sunahnya maka hal ini tentu akan memberatkan.

Penjelasan : Menurut madzhab kami (Syafi'iyyah:red) sesungguhnya bagi da-imul hadats tidak diperbolehkan melakukan ibadah sholat fardlu lebih dari satu untuk setiap satu thaharah, baik itu sholat yang dikerjakan pada waktunya (ada') maupun sholat qodlo, adapun untuk sholat yang dinadzari terdapat khilaf yang akan dibahas dalam bab tayammum.


Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab I / 581 Cet Beirut

وحكم سلس البول والمذي ومن به حدث دائم وجرح سائل حكم المستحاضة على ما سبق وكذا الوضوء المضموم إليه التيمم لجرح أو كسر له حكم المستحاضة، وإذا شفي الجريح لزمه النزع كالمستحاضة صرح به الصيدلاني وإمام الحرمين وغيرهما


Dan hukumnya orang yang beser kencing ataupun madzi dan orang orang yang selalu punya hadats, dan juga orang yang punya luka yang darahnya terus mengalir, berlaku seperti hukumnya orang yang istihadlah seperti keterangan yang telah lalu, demikian juga wudlu dan tayammumnya orang yang punya perban  juga berlaku seperti hukumnya orang yang istihadlah, maka apabila telah sembuh sakitnya, maka wajib baginya melepas perbannya seperti halnya orang yang istihadlah menurut penjelasan Ash-Shoydalani, Imam Al-Haromain dan yang lainnya

Wallahu A'lam

 

Janazah

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar