Sabtu, 14 Februari 2015

Mengapa Tahlil di Makam?



Kita perhatikan secara seksama bahwa setelah memakamkan janazah tidaklah dianjurkan untuk segera pulang, tapi tetap berada di makam dan mendoakan, sebagaimana wasiat sahabat Amr bin Ash:

وَعَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ : إِذَا دَفَنْتُمُوْنِي فَأقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُوْرٌ وَيُقَسَّمُ لَحمُهَا حَتَّى أَسْتَأنِسَ بِكُمْ وَأعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي 

(رواه مسلم)

Amr bin Ash berkata: “Jika kalian telah menguburku, maka berdirilah di sekitar kuburku, kira-kira seperti unta disembelih dan dibagikan dagingnya, hingga aku terhibur dengan kalian dan aku yakin dengan jawabanku terhadap malaikat” (HR Muslim)

Mana dalil mendoakan setelah pemakaman? Berikut adalah hadisnya:

 

كَانَ النبيُّ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا فُرِغَ مِن دَفْنِ المَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ وقال : اسْتَغْفِرُوْا لأخِيكُمْ وَسَلُوْا لَهُ التَّثْبِيْتَ ، فَإنَّهُ الآنَ يُسألُ 

(رواه أَبُو داود والحاكم والبيهقي)

“Jika Nabi selesai dari memakamkan mayit, maka Nabi berdiri diatas kuburnya dan bersabda: “Mintakan ampunan untuk saudaramu dan mintakan keteguhan (iman), sebab sekarang ia ditanya” (HR Abu Dawud, al-Hakim dan al-Baihaqi. Imam Nawawi menilai sanadnya jayid [bagus])

Dari hadis inilah Syaikh Abu Bakar Syatho, murid Syaikh Ahmad Zaini Dahlan dan guru dari ulama-ulama Indonesia seperti Syaikh Nawawi al-Bantani, Syaikh Mahfudz Tremas dan sebagainya, dengan tegas menyatakan:


(يَسْأَلُوْنَ لَهُ التَّثْبِيْتَ) 

كَأَنْ يَقُوْلُوْا اللَّهُمَّ ثَبِّتْهُ. فَلَوْ أَتَوْا بِغَيْرِ ذَلِكَ - كَالذِّكْرِ عَلَى الْقَبْرِ - لَمْ يَكُوْنُوْا آتِيْنَ بِالسُّنَّةِ وَإِنْ حَصَلَ لَهُمْ ثَوَابٌ عَلَى ذِكْرِهِمْ

(إعانة الطالبين – ج 2 / ص 158)

“Doa: Ya Allah, teguhkanlah ia”. Jika mereka tidak melakukan hal itu –seperti membaca dzikir di makam-, maka mereka tidak melakukan hal yang sunah, meski dapat pahala atas dzikirnya” (I’anat al-Thalibin 2/158)

Dengan demikian, jika kita membaca doa ‘Tatsbit’ tersebut maka sudah sesuai sunah, dan membaca dzikir lainnya di makam [tahlil] juga akan mendatangkan pahala. Pahala inilah yang kita minta kepada Allah agar dianugerahkan kepada ahli kubur.

Pernyataan beliau ini diperkuat dengan penegasan al-Hafidz Ibnu Hajar, ketika beliau mengulas hadis Rasulullah meletakkan dua pelepah kurma di atas makam yang sedang disiksa:

إِنَّ الْمَعْنَى فِيهِ أَنَّهُ يُسَبِّحُ مَا دَامَ رَطْبًا فَيَحْصُلُ التَّخْفِيْفُ بِبَرَكَةِ التَّسْبِيْحِ ... وَكَذَلِكَ فِيْمَا فِيْهِ بَرَكَةُ الذِّكْر وَتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ مِنْ بَابِ الْأَوْلَى 

(فتح الباري لابن حجر - ج 1 / ص 341)

“Makna dalam hadis itu bahwa pelepah kurma akan bertasbih selama basah. Siksa diringankan karena berkah tasbihnya pohon... Terlebih lagi berkah dzikir dan bacaan al-Quran” (Fath al-Bari 1/341)

Dari sini al-Hafidz Ibnu Hajar dari kalangan ahli hadis memperkuat dalil secara ‘Aulawi’, bahwa dzikir dan bacaan al-Quran bisa sampai dan bermanfaat bagi ahli kubur.

Oleh : Ust. Ma'ruf Khozin

Related Articles

Tidak ada komentar:

Posting Komentar