Sabtu, 14 Februari 2015

Wahabi suka sebarkan Hadis palsu

SKANDAL PENYEBARAN HADITS DHA’IF DANRIWAYAT PALSU DI KALANGAN ULAMA WAHABI

SELAMA INI AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH SELALU DIPOJOKKANOLEH KAUM WAHABI, KARENA DIANGGAP PENGAMAL HADITS DHA’IF. PADAHAL DIAM-DIAMKAUM WAHABI JUGA MENYEBARKAN RIWAYAT PALSUSELAMA MENDUKUNG AJARAN WAHABI. BERIKUT DIALOGNYA.

SUNNI: “Mengapa Anda selalu membuat fitnah,menebarkan permusuhan dan kebencian dengan mebid’ahkan ajaran kami AhlussunnahWal-Jama’ah yang sudah mengakar sejak masa-masa silam, bahkan sebagian mengakarsejak masa salaf dan ahli hadits? Dan semua ajaran kami memiliki landasan darial-Qur’an dan hadits.”

WAHABI: “Ajaran yang kalian amalkan selalumenggunakan hadits-hadits lemah dan palsu.”

SUNNI: “Ajaran yang mana yang menggunakan haditspalsu dan lemah??? Justru kaum Anda sendiri yang terjebak dalam kesalahan dalammenolak peran hadits dha’if secara total. Salah karena keluar dari manhaj ahlihadits dan salah karena menyalahi ulama Anda sendiri.”

WAHABI: “Lho, kok bisa kami dikatakan keluar darimanhaj ahli hadits dan menyalahi ulama kami sendiri? Bukankah yang berjuangmenolak hadits dha’if itu ulama kami?”

SUNNI: “Lho, itu kan Anda berarti hanya taklid butakepada ustadz-ustadz Anda. Harus Anda ketahui, bahwa yang menolak peran haditsdha’if di kalangan Anda, itu Wahabi beberapa tahun kemarin, pengikut Syaikhal-Albani dari Yordania. Sementara ulama Wahabi sebelum Anda juga banyakmenyebarkan hadits dha’if, sebagaimana yang dilakukan oleh ahli hadits.”

WAHABI: “Lho, maka buktinya bahwa sebelum Syaikhal-Albani, ulama kami yang kalian sebut Wahabi menerima dan menyebarkan haditsdha’if?”

SUNNI: “Anda ini lucu, ngakunya pengagum al-Albani,tapi tidak pernah mengerti kitab-kitab tulisan al-Albani sendiri. Coba Andalihat, Ibnu Taimiyah menulis kitab berjudul al-Kalim al-Thayyib, yang isinyamembolehkan tawasul, istighatsah dan jualan jimat. Lalu kitab tersebutdi-ikhtishar oleh al-Albani, menjadi Shahih al-Kalim al-Thayyib, denganmembuang 59 hadits dari total 252, yang dianggap dha’if oleh al-Albani. Ini kancukup membuktikan bahwa Ibnu Taimiyah tidak alergi hadits dha’if. Belum lagiMuhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi al-Qarni, menulis kitab al-Tauhid, sebagianhadits nya juga dha’if sebagaimana diakui oleh kaum Wahabi sendiri. Ini buktibahwa pendiri Wahabi juga tidak alergi hadits dha’if. Kenapa kalian alergihadits dha’if??

Kalian tahu, bahwa ulama kalian, yang sok antihadits dha’if, diam-diam juga menyebarkan akidah palsu dan riwayat dusta??”

WAHABI: “Ah, Anda keterlaluan, menuduh ulama kamisebagai penyebar akidah palsu dan riwayat dusta. Mana buktinya??? Anda janganasal ngomong. Berdosa lho, bohong itu.”

SUNNI: “Di antara riwayat palsu yang disebarluaskanoleh ulama Anda adalah akidah yang dinisbatkan kepada al-Imam al-Syafi’i.Ketika jamaah haji pulang dari Tanah Suci, mereka diberi hadiah kitab AkidahImam Empat, karya al-Khumayyis, terjemahan dari kitab I’tiqad al-Aimmahal-Arba’ah, oleh Ali Mustafa Ya’qub. Di dalamnya ada akidah yang dinisbatkankepada Imam al-Syafi’i, bahwa beliau berkata:

“Berbicara tentang Sunnah yang menjadi pegangansaya, shahib-shahib saya, begitu pula para ahli hadits yang saya lihat dan sayaambil ilmu mereka, seperti Sufyan, Malik, dan lain-lain adalah iqrar serayabersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, serta bersaksi bahwa Allah itu diatas ‘arsy di langit, dan dekat dengan mahkluk-Nya terserah kehendak Allah, danAllah itu turun ke langit terdekat kapan Allah berkehendak.” (Al-Khumayyis,Akidah Imam Empat, hal. 68.).

Akidah al-Imam al-Syafi’i tersebut telahdisebarluaskan oleh kaum Wahabi dan pendahulu-pendahulu mereka seperti IbnuTaimiyah dalam al-Washiyyah al-Kubra, Ibnu al-Qayyim dalam Ijtima’ al-Juyusyal-Islamiyyah, al-Albani dalam Mukhtashar al-‘Uluw, dan al-Khumayyis dalambukunya Akidah Imam Empat.

WAHABI: “Apa alasan Anda mengatakan akidah tersebutpalsu???”

SUNNI: “Para ulama ahli hadits telah menjelaskanbahwa akidah al-Imam al-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Wahabi adalahpalsu. Akidah tersebut diriwayatkan melalui perawi yang bermasalah, yaitu Abual-Hasan al-Hakkari, seorang perawi yang tidak dapat dipercaya dan pemalsuhadits. Al-Dzahabi berkata:

وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَ: لَمْ يَكُنْ مُوَثَّقًا فِيْ رِوَايَتِهِ.


“Ibnu Asakir berkata: “Al-Hakkari tidak dapatdipercaya dalam riwayatnya.” (Ibnu al-Najjar, Dzail Tarikh Baghdad, juz 3, hal.174; Al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, juz 19 hal. 68, dan Mizan al-I’tidal,juz 3, hal. 112.)

Al-Hafizh Ibnu al-Najjar al-Baghdadi berkata:

وَكَانَ الْغَالِبُ عَلىَ حَدِيْثِهِ الْغَرَائِبَ وَالْمُنْكَرَاتِ وَلَمْيَكُنْ حَدِيْثُهُ يُشْبِهُ حَدِيْثَ أَهْلِ الصِّدْقِ، وَفِيْ حَدِيْثِهِمُتُوْنٌ مَوْضُوْعَةٌ مُرَكَّبَةٌ عَلىَ أَسَانِيْد َصَحِيْحَةٍ، وَرَأَيْتُبِخَطِّ بَعْضِ أَصْحَابِ الْحَدِيْثِ أَنَّهُ كَانَ يَضَعُ الْحَدِيْثَبِأَصْبِهَانَ، وَقَالَ أَبُوْ نَصْرٍ الْيُوْنَارْتِيُّ: لَمْ يَرْضَهُ الشَّيْخُأَبُوْ بَكْرٍ بْنُ الْخَاضِبَةِ.

“Biasanya haditsnya al-Hakkari adalah hadits-haditsyang aneh dan munkar. Haditsnya tidak menyerupai haditsnya perawi yang jujur.Dalam haditsnya terdapat matan-matan palsu yang disusun pada sanad-sanad yangshahih. Aku melihat tulisan sebagian ahli hadits, bahwa al-Hakkari telahmemalsu hadits di Ashbihan. Abu Nashr al-Yunarti berkata: “Syaikh Abu Bakar binal-Khadhibah tidak ridha terhadap al-Hakkari.” (Ibnu al-Najjar, Dzail TarikhBaghdad, juz 3, hal. 173; dan Ibnu Hajar, Lisan al-Mizan, juz 4, hal. 196.)

Sumber lain yang menjadi perawi akidah al-Imamal-Syafi’i adalah Abu Thalib al-‘Asysyari, seorang perawi yang jujur tetapilugu sehingga buku-bukunya mudah disispi riwayat-riwayat palsu oleh orang-orangyang tidak bertanggung jawab. Al-Dzahabi dan Ibnu Hajar berkata:

مُحَمَّدُ بْنِ عَلِيِّ بْنِ الْفَتْحِ أَبُوْ طَالِبٍ الْعَشَّارِيُّشَيْخٌ صَدُوْقٌ مَعْرُوْفٌ لَكِنْ اَدْخَلُوْا عَلَيْهِ أَشْيَاءَ فَحَدَّثَبِهَا بِسَلاَمَةِ بَاطِنٍ مِنْهَا حَدِيْثٌ مَوْضُوْعٌ فِيْ فَضْلِ لَيْلَةِعَاشُوْرَاءَ وَمِنْهَا عَقِيْدَةٌ لِلشَّافِعِيِّ.


“Muhammad bin Ali bin al-Fath Abu Thalibal-‘Asysyari, seorang guru yang jujur dan dikenal. Akan tetapi orang-orangmemasukkan banyak hal (riwayat-riwayat palsu) kepadanya, lalu iamenceritakannya dengan ketulusan hati, di antaranya hadits palsu tentangkeutamaan malam Asyura, dan di antaranya akidah al-Syafi’i.” (Al-Dzahabi, Mizanal-I’tidal, juz 3, hal. 656 dan Ibnu Hajar, Lizan al-Mizan, juz 5 hal. 301.).

Pernyataan di al-Dzahabi dan Ibnu Hajar di atasmenyimpulkan bahwa Abu Thalib al-‘Asysyari pada dasarnya seorang perawi yangjujur dan dikenal. Hanya saja orang-orang yang tidak bertanggungjawabmenyisipkan riwayat-riwayat palsu ke dalam buku-bukunya tanpa ia sadari, laluia menyampaikan riwayat tersebut kepada orang lain dengan ketulusan hati.
Paparan di atas menyimpulkan bahwa akidah al-Imamal-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Salafi-Wahabi dan pendahulu mereka,adalah palsu dan diriwayatkan melalui perawi yang lemah dan pemalsu hadits ataumelalui perawi jujur dan lugu yang tidak menyadari bahwa riwayatnya telahdisisipi riwayat palsu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.”

WAHABI: “Tapi walaupun palsu, akidah tersebutmendukung perjuangan ajaran Wahabi. Gak papa walaupun palsu. Yang pentingcocok. Lagi pula Cuma itu yang palsu. Yang lain shahih kok.”

SUNNI: “Anda ini lucu, sok anti dan alergi haditsdha’if, tapi riwayat palsu disebarluaskan. Tidak hanya itu riwayat palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Kaum Wahabi yang mengaku pengikut madzhab ImamAhmad bin Hanbal, juga menyebarkan kitab palsu yang dinisbatkan kepada ImamAhmad bin Hanbal, antara lain kitab Risalah al-Ishthakhri dan kitab al-Radd‘ala al-Jahamiyyah. Kedua kitab ini disebarluaskan oleh Salafi-Wahabi dandiklaim sebagai karangan Ahmad bin Hanbal. Padahal kitab tersebut bukankarangan Ahmad bin Hanbal, akan tetapi karang sebagin kaum Mujassimah dan dinisbatkankepada Ahmad bin Hanbal. Al-Hafizh al-Dzahabi berkata:

لاَ كَرِسَالَةِ اْلاِصْطَخْرِيِّ، وَلاَ كَالرَّدِّ عَلىَالْجَهَمِيَّةِ الْمَوْضُوْعِ عَلىَ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ، فَإِنَّ الرَّجُلَ كَانَتَقِيًّا وَرِعًا لاَ يَتَفَوَّهُ بِمِثْلِ ذَلِكَ.


“Tidak seperti Risalah-nya al-Ishthakhri, dan tidakseperti al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah yang dipalsukan kepada Abu Abdillah (Ahmadbin Hanbal), karena beliau seorang yang bertakwa, wara’ dan tidak berkataseperti itu.” (Al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, juz 11, hal. 286.)

Pernyataan al-Dzahabi tersebut diperkuat olehSyaikh Muhammad bin Ibrahim al-Wazir al-Yamani, yang mengutip pernyataanal-Dzahabi tersebut bahwa kitab Risalah al-Ishthakhri dan al-Radd ‘alaal-Jahamiyyah adalah kitab palsu yang dinisbarkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal.(Ibnu al-Wazir al-Yamani, al-‘Awashim wa al-Qawashim, juz 4, hal. 340-241)Kitab al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah tersebut merupakan rujukan utama Syaikh IbnuTaimiyah dalam menulis kitabnya Bayan Talbis al-Jahamiyyah, padahal isinyaterdiri dari hadits-hadits palsu, lemah dan munkar.”.

WAHABI: “Anda hanya menyebutkan tiga kitab palsu,yang kami sebarluaskan. Kan hanya tiga kitab. Lagi pula gak papa pakai kitabpalsu, yang penting isinya mendukung perjuangan ajaran Wahabi.”

SUNNI: “Tidak hanya tiga kitab palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Syaikh al-Jumaizi dan Syaikh al-Raddadi, ulamaWahabi dari Saudi juga menyebarkan kitab Syarh al-Sunnah, dan dinisbatkankepada al-Barbahari. Padahal dalam manuskrip yang menjadi satu-satunya sumberterbitnya kitab Sayrh al-Sunnah tersebut, pada bagian awal disebutkan bahwakitab Syarh al-Sunnah tersebut adalah karya Ahmad bin Muhammad bin Ghalibal-Bahili, yang populer dengan julukan Ghulam Khalil, wafat tahun 275 H. Halini juga diakui oleh ketiga ulama Salafi-Wahabi tersebut ketika melakukanautentisifikasi kitab tersebut kepada al-Barbahari. Dengan demikian, ketigaulama Salafi-Wahabi tersebut sengaja menerbitkan kitab karya Ghulam Khalil danmenisbatkannya kepada al-Barbahari, salah seorang ulama Hanabilah ekstrem yangberpaham tajsim.”

WAHABI: “Maaf, walaupun al-Jumaizi dan al-Raddadiitu ulama Wahabi, tapi mereka bukan guru kami. Dalam Wahabi, kami bergurukepada ulama Madinah, Dr. Ali bin Nashir al-Faqihi, pakar hadits kaum kami yangAnda sebut Wahabi di Universitas Islam Madinah. Kalau beliau dijamin OK, antikitab lemah dan palsu.”

SUNNI: “Guru Anda, Dr Ali bin Nashir al-Faqihi,juga terlibat skandal yang sama, penyebar kitab tidak jelas sanadnya. Al-Imamal-Daraquthni termasuk salah satu ulama ahli hadits terkemuka dan bermadzhabal-Syafi’i. Al-Daraquthni adalah yang mengarahkan al-Hafizh Abu Dzar al-Harawiuntuk mengikuti madzhab al-Asy’ari. Pada tahun 1411 Hijriah, Salafi-Wahabi diYordania menerbitkan kitab al-Ru’yah yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni.Beberapa tahun sebelumnya Salafi-Wahabi Saudi Arabia menerbitkan kitabal-Shifat, yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni dan di-tahqiq oleh Alial-Faqihi. Kedua naskah tersebut diriwayatkan melalui jalur Abu al-‘Izz binKadisy al-‘Ukbarawi dari Abu Thalib al-‘Asysyari.

Para ulama ahli hadits menilai Abu al-‘Izz binKadisy termasuk perawi yang tidak dapat dipercaya dan pendusta. Al-Hafizh IbnuHajar berkata:

أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ أَبُو الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ أَقَرَّبِوَضْعِ حَدِيْثٍ وَتَابَ وَأَنَابَ انتهى قَالَ ابْنُ النَّجَّارِ: وَكَانَمُخَلِّطًا كَذَّابًا لاَ يُحْتَجُّ بِمِثْلِهِ وَلِلأَئِمَّةِ فِيْهِ مَقَالٌوَقَالَ أَبُوْ سَعْدٍ ابْنُ السَّمْعَانِيِّ كَانَ ابْنُ نَاصِرٍ سَيِّءَالْقَوْلِ فِيْهِ وَقَالَ ابْنُ اْلأَنْمَاطِيِّ كَانَ مُخَلِّطًا وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَقَالَ لِيْ أَبُو الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ وَسَمِعَ رَجُلاً قَدْ وَضَعَ فِيْ حَقِّعَلِيٍّ حَدِيْثًا وَوَضَعْتُ أَنَا فِيْ حَقِّ أَبِيْ بَكْرٍ حَدِيْثًا بِاللهِأَلَيْسَ فَعَلْتُ جَيِّدًا. (الحافظ ابن حجر، لسان الميزان).


“Ahmad bin Ubaidillah Abu al-‘Izz bin Kadisy,mengaku memalsu hadits dan bertaubat.
Ibnu al-Najjar berkata: “Ia perawi yangmembingungkan, pendusta, tidak dapat dijadikan hujjah, dan para imammembicarakannya.”
Abu Sa’ad bin al-Sam’ani berkata: “Ibnu Nashirberpendapat buruk tentang Ibnu Kadisy”.
Ibnu al-Anmathi berkata: “Ia perawi yangmembingungkan”.
Ibnu Asakir berkata: “Abu al-‘Izz bin Kadiysberkata kepadaku, ia mendengar seseorang yang memalsu hadits tentang keutamaanAli: “Aku juga memalsu hadits tentang keutamaan Abu Bakar. Demi Allah, apakahaku tidak berbuat baik”. (Al-Hafizh Ibn Hajar, Lisan al-Mizan (1/218).).

Demikian pandangan ulama ahli hadits tentang Abual-‘Izz bin Kadisy. Sedangkan pernyataan al-Dzahabi bahwa Abu al-‘Izz binKadiys telah bertaubat dari memalsu hadits, tidak menjadikan riwayatnyaditerima. Al-Imam al-Nawawi berkata:

تُقْبَلُ رِوَايَةُ التَّائِبِ مِنَ الْفِسْقِ إِلاَّ الْكَذِبَ فِيأَحَادِيْثِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَلاَ تُقْبَلُ رِوَايَةُالتَّائِبِ مِنْهُ أَبَدًا وَإِنْ حَسُنَتْ طَرِيْقَتُهُ كَذَا قَالَهُ أَحْمَدُبْنُ حَنْبَلٍ وَ أَبُوْ بَكْرٍ الْحُمَيْدِيُّ شَيْخُ الْبُخَارِيِّ وَ أَبُوْبَكْرٍ الصَّيْرَفِيُّ الشَّافِعِيُّ. (الحافظ السيوطي، تدريب الراوي).


“Riwayatnya perawi yang bertaubat dari kefasikandapat diterima, kecuali berdusta dalam hadits-hadits Rasulullah , maka riwayatperawi yang bertaubat dari berdusta dalam hadits tersebut tidak dapat diterima,meskipun prilakunya telah baik. Demikian apa yang dikatakan oleh Ahmad binHanbal, Abu Bakar al-Humaidi –guru al-Bukhari-, dan Abu Bakar al-Shairafial-Syafi’i”. (Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi Syarh Taqribal-Nawawi (1/329).

Sementara Abu Thalib al-‘Asysyari juga perawi yangbermasalah, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
Paparan di atas menyimpulkan, bahwa kitab al-Ru’yahdan al-Shifat, yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni sangat meragukan, karenariwayatnya melalui perawi yang memalsu hadits. Karena itu sebagian ulamamenilai kitab tersebut palsu, bukan karya al-Daraquthni sendiri.”

WAHABI: “Ya bagaimana lagi, untuk memperjuangkankebenaran apa tidak boleh dengan menyebarkan riwayat palsu???””

SUNNI: “Ya itu urusan Anda, yang sok anti danalergi hadits dha’if, tapi diam-diam menyebarkan kitab palsu. Ulama Anda jugamenyebarkan kitab yang dipalsu kepada al-Imam al-Juwaini, al-Imam al-Nawawi danlain-lain. Itulah bukti bahwa ajaran Anda memang rapuh dan tidak kuat.”

Wassalam
MUHAMMAD IDRUS RAMLI
Kiriman dari Hamba Allah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar