Senin, 16 Februari 2015

Iman Syafi'i dan Ilmu Kalam

AL-IMAM AL-SYAFI’I -radhiyallahu ‘anhu- DAN ILMU KALAM
TANGGAPAN TERHADAP BUKU WAHABI (Part 1)


Beberapa waktu yang lalu, Yusuf Mukhtar Sidayu Gresik menerbitkan buku berjudul MANHAJ SALAFI IMAM SYAFI”I. Buku tersebut diberi kata pengantar oleh Arifin Badri dan Nur Ihsan, penyandang gelar dortor Wahabi yang sekarang tinggal di Jember. Melihat buku tersebut banyak kecurangannya, maka kami akan memberikan tanggapan ilmiah dengan narasi dialogis agar lebih menarik dan mudah dipahami.

WAHABI: Mengapa kalian mengikuti madzhab Asya’irah dan tidak mengikuti madzhab Imam al-Syafi’i dalam bidang akidah, yang anti ilmu kalam?

SUNNI: Imam al-Syafi’i adalah imam kami dalam bidang fiqih, sedangkan dalam bidang akidah kami mengikuti Imam al-Asy’ari dan dalam bidang tashawuf kami mengikuti Imam Junaid al-Baghdadi. Hal ini juga tidak menjadi persoalan, karena Imam al-Syafi’i tidak menolak ilmu kalam secara mutlak.

WAHABI: Kata siapa Imam al-Syafi’i tidak menolak ilmu kalam secara mutla?
Bukankah Imam al-Syafi’i telah berkata:

حكمي في أهل الكلام أن يضربوا بالجريد والنعال، ويطاف بهم في القبائل والعشائر، ويقال: هذا جزاء من أعرض عن الكتاب والسنة وأقبل على الكلام.

“Hukumanku bagi ahli kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, dan dinaikkan di atas unta, kemudian dia dikelilingkan di kampung seraya dikatakan kepada khalayak: Inilah hukuman bagi orang yang berpaling dari al-Qur’an dan Sunnah lalu menuju ilmu kalam.”

SUNNI: Anda berarti tidak teliti dalam mehamami pernyataan Imam al-Syafi’i di atas. Coba Anda perhatikan, ahli kalam yang bagaimana yang harus menerima hukuman pukulan dengan pelepah kurma dan diarak ke depan khalayak? Anda perhatikan baik-baik, yang dihukum seperti hukuman di atas adalah ahli kalam yang memiliki dua kriteria; 1) Berpaling dari al-Qur’an dan Sunnah, dan 2) mengikuti ilmu kalam secara penuh.

Dari dua kriteria tersebut dapat dipahami bahwa yang dicela oleh Imam al-Syafi’i, adalah ahli kalam yang meninggalkan al-Qur’an dan Sunnah, dan mengikuti ilmu kalam. Berarti orang yang mengikuti al-Qur’an dan Sunnah, lalu menekuni ilmu kalam, beliau tidak mencelanya. Bukankah begitu?

WAHABI: Apa mungkin seorang ahli kalam mengikuti al-Qur’an dan Sunnah?

SUNNI: Nah ini bukti bahwa Anda tidak tahu apa sebenarnya ilmu kalam. Lebih konyol lagi, Anda dengan mengikuti saran Nur Ihsan, menyamakan ilmu kalam dengan ilmu filsafat, padahal keduanya berbeda. Anda hanya bertaklid buta kepada syaikh-syaikh Wahabi di Saudi Arabia yang tidak bisa dipertanggungjawabkan keilmuannya. (Lihat status saya sebelumnya berjudul ILMU KALAM DAN ILMU FILSAFAT).

Ilmu kalam itu sebenarnya teori dan metodologi keilmuan. Sebagai sebuah teori dan metodologi, maka sama halnya dengan pisau, tergantung siapa yang menggunakannya. Kalau yang menggunakan ilmu kalam itu Mu’tazilah dan Syiah, maka jelas tujuannya untuk membela kebatilan ajaran mereka dengan ilmu kalam. Akan tetapi kalau yang menggunakan ilmu kalam itu Asya’irah-Maturidiyah, maka tujuannya untuk membela ajaran Islam Ahlussunnah Wal-Jama’ah dan mematahkan kebatilan ajaran Syiah dan Mu’tazilah, termasuk kebatilan ajaran Wahabi yang Anda ikuti.

WAHABI: Mengapa Imam al-Syafi’i mencela ilmu kalam?

SUNNI: Anda sepertinya belum mengerti pembicaraan orang lain. Ilmu kalam yang dicela oleh Imam al-Syafi’i bukan ilmu kalam secara mutlak. Akan tetapi yang dicela oleh beliau adalah
ilmu kalam yang ditekuni oleh kaum Mu’tazilah dan ahli bid’ah
untuk membela ajaran kebatilan yang bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah.

WAHABI: Mana buktinya bahwa ilmu kalam yang dicela oleh al-Imam al-Syafi’i adalah ilmu kalam yang ditekuni oleh Mu’tazilah dan ahli bid’ah?

SUNNI: Ada dua hal yang membuktikan bahwa ilmu kalam yang dicela oleh Imam al-Syafi’i adalam ilmu kalam versi Mu’tazilah dan ahli bid’ah.

Pertama, Imam al-Syafi’i seorang ulama yang menguasai ilmu kalam.
Kedua, sekian banyak riwayat yang mengindikasikan bahwa ilmu kalam yang beliau cela adalah ilmu kalam versi Mu’tazilah dan ahli bid’ah.

WAHABI: Mana buktinya bahwa Imam al-Syafi’i sangat menguasai ilmu kalam?

SUNNI: Al-Imam al-Hafizh al-Baihaqi berkata dalam kitabnya Manaqib al-Syafi’i.

وقرأت في كتاب أبي نعيم الأصبهاني حكاية عن الصاحب بن عباد أنه ذكر في كتابه بإسناده عن إسحاق أنه قال: قال لي أبي: كلَّم الشافعي يوماً بعض الفقهاء فدقق عليه وحقق، وطالب وضيق، فقلت له: يا أبا عبد الله: هذا لأهل الكلام لا لأهل الحلال والحرام، فقال: أحكمنا ذاك قبل هذا" اهـ.

Aku membaca sebuah hikayat dalam kitabnya Abu Nu’aim dari al-Shahib bin ‘Abbad, bahwa ia menyebutkan dalam kitabnya dengan sanadnya, dari Ishaq, bahwa ia berkata: “Ayahku berkata kepadaku: “Suatu hari Imam al-Syafi’i berbicara kepada sebagian ulama fuqaha, lalu beliau berbicara dengan cara yang rinci, mendalam, menuntut dan mempersempit bahasan. Lalu aku berkata: “Wahai Abu Abdillah: “Cara Anda menjelaskan ini metodologi ahli kalam, bukan ahli halal dan haram (fuqaha)”. Lalu beliau berkata: “Aku menguasai itu (ilmu kalam), sebelum menguasai ini (ilmu fiqih).” (Al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi’i, juz 1 hlm 457).

Dalam riwayat di atas, jelas sekali pengakuan Imam al-Syafi’i bahwa beliau menguasai ilmu kalam.

WAHABI: Mana riwayat-riwayat yang mengindikasikan bahwa ilmu kalam yang dicela oleh Imam al-Syafi’i adalah ilmu kalam versi Mu’tazilah dan ahli bid’ah?

SUNNI: Banyak sekali riwayat mengenai hal ini, antara lain riwayat al-Imam al-Baihaqi dalam Manaqib al-Syafi’i sebagai berikut:

وقال الربيع بن سليمان: "حضرت الشافعي وحدَّثني أبو شعيب إلا أني أعلم أنه حضر عبد الله بن عبد الحكم ويوسف بن عمرو بن يزيد وحفص الفرد وكان الشافعي يسميه المنفرد، فسأل حفص عبد الله بن عبد الحكم فقال: ما تقول في القرءان، فأبى أن يجيبه فسأل يوسف بن عمرو،فلم يجبه وكلاهما أشار إلى الشافعي، فسأل الشافعي فاحتجَّ عليه الشافعي، فطالت فيه المناظرة فقام الشافعي بالحجة عليه بأن القرءان كلام الله غير مخلوق، وكفَّر حفصاً الفرد، قال الربيع: فلقيت حفصاً الفرد في المسجد بعدُ فقال: أراد الشافعي قتلي " اهـ.

Al-Rabi’ bin Sulaiman berkata: “Aku menghadiri Imam al-Syafi’i, dan Abu Syu’aib bercerita kepadaku, hanya saja aku mengetahui bahwasanya telah hadir Abdullah bin Abdul Hakam, Yusuf bin Amr bin Yazid dan Hafsh al-Fard. Al-Syafi’i menamakannya al-Munfarid (yang suka nyeleneh). Lalu Hafsh bertanya kepada Abdullah bin Abdul Hakam: “Bagaimana pendapatmu tentang al-Qur’an?” Abdullah tidak mau menjawabnya. Lalu Hafsh bertanya kepada Yusuf bin Amr. Yusuf juga tidak menjawabnya. Lalu keduanya mengisyaratkan kepada al-Syafi’i. Lalu Hafsh bertanya kepada al-Syafi’i, lalu al-Syafi’i mematahkan hujjahnya Hafsh. Lalu perdebatan menjadi panjang. Akhirnya al-Syafi’i memenangkan hujjah kepada Hafsh bahwa al-Qur’an itu firman Allah dan bukan makhluq, dan ia mengkafirkan Hafsh.” Al-Rabi’ berkata: “Lalu aku bertemu Hafsh sesudah itu di Masjid. Ia berkata: “Al-Syafi’i hendak membunuhku.” (Al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi’i, juz 1 hlm 455).

Riwayat di atas yang menceritakan perdebatan Imam al-Syafi’i dan akhirnya mengalahkan Hafsh al-Fard menjadi bukti bahwa beliau menguasai ilmu kalam. Perdebatan dengan ahli kalam hanya bisa dilakukan dengan teori ilmu kalam yang sama. Hal ini sebagai bukti bahwa Imam al-Syafi’i menguasai ilmu kalam. Sedangkan ilmu kalam yang beliau cela adalah ilmu kalam versi Hafsh al-Fard, Mu’tazilah dan ahli bid’ah.

Sebelum Imam al-Syafi’i, sebagian ulama salaf yang shaleh sudah ada yang ahli ilmu kalam. Mereka juga dipuji oleh ulama salaf.

WAHABI: Mana buktinya bahwa sebelum Imam al-Syafi’i ada ulama salaf yang ahli ilmu kalam dan dipuji oleh ulama salaf juga?

SUNNI: Al-Imam al-Baihaqi meriwayatkan:

قَالَ ابْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنَا مَالِكٌ أَنَّهُ دَخَلَ يَوْمًا عَلىَ عَبْدِ اللهِ بْنِ يَزِيْدَ بْنِ هُرْمُزٍ فَذَكَرَ قِصَّةً ـ ثُمَّ قَالَ : وَ كَانَ ـ يَعْنِي ابْنَ هُرْمُزٍ ـ بَصِيْرَا بِالْكَلاَمِ وَ كَانَ يَرُدُّ عَلىَ أَهْلِ اْلأَهْوَاءِ وَ كَانَ مِنْ أَعْلَمِ النَّاسِ بِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنْ هَذَا اْلأَهْوَاءِ

Ibnu Wahab berkata: “Malik bercerita kepada kami, bahwa pada suatu hari ia mendatangi Abdullah bin Yazid bin Hurmuz, lalu ia menyebutkan suatu kisah, kemudian Malik berkata: “Ibnu Hurmuz seorang ulama yang ahli dalam ilmu kalam. Ia membantah kelompok ahli bid’ah. Ia termasuk ulama yang paling menguasai masalah-masalah yang diperselisihkan oleh mereka terkait ajaran-ajaran bid’ah tersebut.” (Al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, juz 1 hlm 96).

Dalam pernyataan di atas jelas sekali, Imam Malik radhiyallahu ‘anhu memuji gurunya, Abdullah bin Yazid bin Hurmuz karena keahliannya dalam bidang ilmu kalam dan perjuangannya dalam membantah ajaran-ajaran ahli bid’ah. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu kalam itu ada yang tercela dan ada yang terpuji. Ilmu kalam yang dicela oleh ulama salaf adalah ilmu kalam yang ditekuni oleh kaum ahli bid’ah untuk membela ajaran bid’ah mereka, seperti kaum Mu’tazilah, Qadariyah, Syiah dan semacamnya. Ilmu kalam yang terpuji adalah ilmu kalam yang ditekuni oleh ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah untuk membela ajaran al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’.

Anda tahu, bahwa Wahabi dan pendahulunya secara diam-diam menggunakan ilmu kalam, dan tersesat karena ilmu kalam tersebut?

WAHABI: Ah, mana buktinya?

Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar