Jumat, 11 September 2015

Strategi dakwah wahabi selalu mengaku ASWAJA

9
kamuflase
Penggunaan Kata “Imam Syafi’i & Ahlus Sunnah Wal Jama’ah” dalam beberapa majalah, artikel, Instansi, Majelis Pengajian para Salafy dapat saya asumsikan dalam beberapa hal sbb:
1. Menarik Minat para pengikut Aswaja (Pancingan)
Kita telah sama – sama mengetahui betapa bencinya kaum Salafy terhadap kaum Ahlussunnah Waljama’ah (disingkat Aswaja), yang setiap saat dapat kita temukan olok-olokan mereka terhadap Aswaja, dengan kata – kata :”Asuwaja, Abwaja, Asli warisan Jawa, dll.
GOLONGAN ANTI MAZHAB
Mengetahui para Aswaja menjadi antipati terhadap Salafy , para da’i Salafy mulai mengupayakan berbagai cara agar para Aswaja mau mengikuti ajaran Salafy. Mereka mulai menggunakan kata – kata yang umum terdengar di telinga Aswaja, dalam beberapa contoh mereka mulai mencatut salah satu nama Imam Mujtahid yang menjadi rujukan disebagian besar penganut Aswaja kawasan Asia, Mesir, Yaman, Irak, Iran dll yaitu Imam Syafi’i, dalam pustaka penerbitan kitab – kitab Salafy & juga Instansi pendidikan yang di bina Salafy yang sebagian besar didanai oleh pemerintah Saudi, Sebut saja Penerbit Imam Syafi’i http://pustakaimamsyafii.com/, representasi dari hasil terbitan buku – bukunya tidaklah mencerminkan ajaran/mazhab Syafi’i, bahkan cenderung bertentangan.
STRATEGI GERAKAN SALAFY DAHULU & KINI
Belum lagi Lembaga Pendidikan, Majelis pengajian, dll yang mencatut nama Imam Syafi’i tetapi ajarannya sama sekali tidak mencerminkan Mazhab Assyafi’i, bahkan telah maklum kita ketahui bahwa Salafy anti terhadap Mazhab. Sebagai contoh masalah khilafiyah yaitu furu’ (cabang) mereka membid’ahkan Usholli (talafuzh niat) ketika hendak sholat, Qunut pada Shubuh, Tarawih 23 rakaat, dll, dimana hal itu adalah Ijtihad Imam Syafi’i yang di ikuti oleh ulama Syafi’iyyah dari dahulu hingga saat ini tanpa ada pertentangan. Begitu pula konsep pemahaman Bid’ah yang diterangkan Imam Syafi’i akan adanya Bid’ah Hasanah. Hal ini tentu saja bertentangan dengan pendapat & pemahaman para ulama Salafy yang tidak mengakui akan adanya Bid’ah hasanah. Pencatutan nama Imam Syafi’i tak sampai disitu saja, bahkan tak luput karangan kitab – kitab Salafy dengan Judul – judul yang dibuat mirip dengan kitab – kitab ulama Syafi’iyyah.
FATHUL MAJID ASWAJA VS FATHUL MAJID WAHABI
Asma wa Shifat - Imam Baihaqi
Asma wa Shifat – Imam Baihaqi
Asma wa Shifat - Ibnu Taimiyah
Asma wa Shifat – yang di lekatkan kepada Ibnu Taimiyah
Kajian Aqidah Ahlus Sunnah
Pencatutan nama Imam Syafi’i ini menjadi hal yang penting demi melancarkan strategi mereka dalam menyebar luaskan pahaman Salafy kedalam ajaran Imam Syaf’ii, Perubahan makna, maksud & tujuan dari qoul Imam Syafi’i dan para ulama pun telah sama – sama kita ketahui, fakta yang ada yaitu pemotongan & pemenggalan qoul – qoul Imam Syafii & Syafi’iyyah sehingga sesuai dengan ajaran Salafy. Termasuk pula penggunaan kata – kata Ahlus sunnah Waljama’ah, memang menjadi daya tarik para pengikut Aswaja. Tetapi dapat kita terka kembali bahwa seluruh ajarannya justru bertentangan dengan Ahlus sunnah Wal jama’ah.
Pencatutan nama Imam Syafi'i demi melegalkan konsep TriTauhid Salafy-Wahabi
Pencatutan nama Imam Syafi’i demi melegalkan konsep TriTauhid Salafy-Wahabi
Untuk lebih jelasnya silahkan baca di link ini
2. Mulai mengakui Kebid’ahan penggunanaan “Manhaj Salafy”
Sepertinya Kaum Salafy mulai tidak pede dengan “Manhaj Salafy” nya, hal ini dapat kita temukan dalam perdebatan antar sesama Salafy dalam memaknai manhaj Salafy, seperti terkutip berikut ini:
Berkata Imam Ibn Mandzur : “Salafi ialah sesiapa yang telah mendahului engkau yang terdiri dari ibu bapa atau kaum kerabat yang lebih tua pada umur dan kedudukan.” Ia juga bisa berarti nenek moyang atau generasi terdahulu (Salafun ; Aslafun).
Sehingga secara bahasa yg dimaksud dengan Madzhab As-Salaf adalah madzhab generasi terdahulu.Sehingga menurut bahasa Imam An-Nabhani, Imam Hasan Al-Banna, Imam Ad-Dahlawwi, Imam Al-Maududi, Imam Abul Hasan An-Nadwi dll adalah termasuk Salaf Ash-sholeh (yaitu generasi terdahulu yg sholeh), karena sejarah telah membuktikan mereka adalah para Ulama yg ikhlas yg memimpin umat untuk mengembalikan Izzul Islam wa Muslimun !!!??Kemudian ada sebagian Ulama yang menggunakan istilah Salaf Ash-Sholeh untuk menyebut generasi para shahabat-, tabi’in-, dan tabi’ut tabi’in, terutama Ibn Taimiyah dlm karya2-nya seperti Al-Aqidah Al-Washitiyyah, Majmu’ul Fatawa dll. Tapi belum pernah adasatupun riwayat yg shohih, yg sampai kepada kita bahwa ada diantara para Imam Mujtahid seperti:
Imam Syafi’I, Abu Hanifah, Ahmad Ibn Hambal, Malik dll yang menyebut diri mereka dan pengikutnya sebagai kelompok Salafi; ‘hatta’ para Imam ahli hadis seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi dll yang menyebut dirinya sebagai Salafi !!!!
Padahal merekalah yg sebenarnya paling layak untuk disebut sebagai Salafi (yaitu penerus madzhab shahabat-, tabi’in-, dan tabi’ut tabi’in), karena mereka mengambil ilmu dien ini langsung dari mereka.
Seperti kasus Imam Malik yang Kitabnya yang berjudul Al-Muwatho (sebagaimana dinyatakan sendiri oleh Imam Malik dalam muqadimah kitabnya) mendapat rekomendasi dari 70 ulama Madinah yang merupakan anak keturunan dan murid sahabat atau tabi’in dan tabiu’t tabi’in di Madinah, bahkan ada riwayat yg menyebutkan bahwa Imam Abu Hanifah pernah bertemu dengan para Sahabat dll.Seandainya penyebutan atau labelisasi seperti ini adalah ‘sangat penting’ (seperti klaim Salafi), maka harusnya merekalah yang paling layak untuk menggunakan sebutan sebagai kelompok Salaf, dan pastilah mereka yang pertama kali akan ‘mempopulerkan’ istilah ini, ‘hatta’ sampai Ibnu Taimiyyah-pun tidak pernah mengunakan istilah salafi untuk menyebut dan mendefinisikan madzhabnya dan para pengikutnya !!!Lalu dari mana munculnya istilah Salafi, untuk menyebut “org yg mengklaim dirinya sebagai satu2-nya penerus madzbab Salaf Ash-Sholeh yaitu Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in”.Yang jelas bukan dari para Ulama Mujtahid seperti Imam Syafi’I, Abu Hanifah, Ahmad Ibn Hambal, Malik dll yang menyebut diri mereka dan pengikutnya sebagai kelompok Salafi; hatta para imam ahli hadis spt Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzidll !!??!Tapi adalah Albani-lah yg pertama kali menggunakan istilah ini, sebagaimana terekam dalam sebuah dialognya antara Albani dengan (salah satu pengikutnya yaitu Abdul Halim Abu Syuqqah) (Lihat Majalah As-Sunnah 06\IV\1420; hal 20-25) !!!
Lalu Albani-lah yang memberi definisi Salafi sebagai ‘orang-orang yang mengikuti cara beragamanya para salaf dalam memahami islam’. Dan supaya terlihat ‘keren’ lalu dinukil-lah sejumlah ayat, hadis, atsar dan pendapat sebagian Ulama (nb: yg tentunya ditakwil sesuai dg kepentingan kelompok Neo Salafi ini !!!), untuk menunjukkan bahwa seakan-akan yg menggunakan istilah itu adalah para Imam diatas, padahal klaim itu tidaklah benar (nb : silahkan tunjukkan satu riwayat saja, yg shohih dr para imam mujtahid dan Imam Ahli Hadis yg memperkuat klaim kelompok Salafi ini) !!!?Walhasil, untuk menilai apakah Imam Taqiyyudin atau Hasan Al-Banna dll mengikuti manhaj para salafus shalih atau tidak, tidak ditentukan oleh penilaian Albani, Utsaimin, Ibn Baz dll ( kualitas keilmuannya jauh dibawahpara Imam ini !!??). Tapi hujjah dan argumentasi yg mereka gunakan !!!
Dan itu harus dikaji kasus per kasus, tidak bisa digeneralisasi (nb: tidak seperti cara salafi palsu dan kelompoknya yg sengaja mencari-cari kesalahan para Imam ini lalu digunakan untuk menyatakan bahwa seluruh pendapat mereka adalah salah dan menyimpang !!?).
Sedang klaimnya bahwa Albani, Utsaimin, Ibn Baz min firqoh As-Salafiyah Al-Jadidah (Kelompok Neo Salafi) adalah termasuk ulama salafy, dan merekalah satu2-nya yg layak mengikuti cara beragamanya para salaf dalam memahami islam adalah sebatas klaim kelompok salafi dan orang2 yg sepakat dg pemikirannya !!!?Pilih
Salafy atau Muslim, Mukmin, Muttaqin?
Saya ingin meletakkan hal ini secara objektif, agar kita tidak fanatik dan taqlid kepada siapun juga., kalau kita semuanya mau jujur bahwa perintah menjadi SALAFY itu tidak ada yang jelas, semuanya hanya berupa indikasi dan penafsiran yang sifatnya ijtihadiyah (atau maaf seperti dipaksakan).Contohnya, At-Taubah ayat 100, itu bukan perintah untuk menjadi SALAFY tapi perintah untuk mengikuti Rasulullah dan Sahabat (muhajirin dan anshor).
Kalau hal itu perintah menjadi SALAFY tentunya ayatnya akan dinyatakan secara tegas dan jelas semisal “Isyhaduu biannaa muslimuun” (Saksikanlah kami adalah muslim).
Tapi kita kan tidak pernah menemukan perintah “SAKSIKANLAH BAHWA KAMI SALAFY”.
Atau perintah “ITTAQULLAHA HAQQA TUQAATIHI” (Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa). Adakah perintah yang setegas itu untuk untuk bermanhaj SALAFY, misalnya berbunyi “BERTAKWALAH KEPADA ALLAH dan BERMANHAJ SALAFLAH KALIAN”.
Lalu dilanjutkan WA LAA TAMUUTUNNA ILLAA WA ANTUM MUSLIMUUN (perintah ini kan sangat tegas jelas tidak perlu penafsiran lagi yaitu bahwa Allah menyuruh kita menjadi MUSLIM).
Belum lagi banyak sekali akhir ayat yang secara tegas menyatakan WA NAHNU LAHU MUSLIMUN (Dan kami adalah orang-orang Islam).Adakah dalam Alqur’an yang menyatakan WA NAHNU LAHU SALAFIYUUN….? Atau dalam HADITS.Inilah yang saya maksud sebaiknya kita kembali kepada perintah yang JELAS dan TEGAS.surat Ali Imran ayat 110, ini adalah perintah untuk beramarma’ruf nahi munkar dan beriman kepada Allah SWT. Bukan perintah untuk bermanhaj SALAF.berkaitan dengan hadits-hadits yang mengindikasikan SALAF, contohnya “Sebaik-baik manusia adalah kurunku, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka…”Hadits ini khabar atau perintah. Kalau kabar maka hadits ini adalah pujian kepada generasi terbaik. Hadits ini jelas-jelas berupa kabar. Sebab jika kita kaitkan dengan ayat lainnya maka yang paling mulia adalah yang paling taqwa (INNA AKRAMAKUM ‘INDALLAHI ATQAAKUM).
Mereka tidak dibatasi ZAMAN dan WAKTU. Contohnya IMAM MAHDI meskipun lahir di akhir zaman. Beliau adalah orang yang sangat bertaqwa.
Kalau setiap khabar dijadikan dalil untuk membuat sebuah MANHAJ, Maka kita akan temukan banyak sekali MANHAJ. (Ini tidak masalah, selama hal ini tidak dipaksakan kepada orang lain). Atau dijadikan tanda/simbol bahwa merekalah satu-satunya kelompok yang selamat/yang ditolong (FIRQATUN NAJIYAH/THAIFAH MANSHURAH).Contohnya dalam Alqur’an banyak sekali kita temukan khabar tentang para Nabi dan Rasul. Lalu kemudian kitabuat namanya MANHAJ RUSULI (Pengikut 25 Nabi dan Rasul).Dalam Alqur’an dan hadits banyak kita temukan pujian terhadap SAHABAT, lalu kita buat MANHAJ ASHABI.
Atau banyak juga pujian terhadap JIBRIL lalu kita bentuk MANHAJ JIBRILI dan seterusnya.
Web Salafy almanhaj sekarang menambahkan kata "Ahlus sunnah wal jama'ah" yang dahulu mereka "Salafy" alergi menggunakannya
Web Salafy almanhaj sekarang menambahkan kata “Ahlus sunnah wal jama’ah” yang dahulu mereka “Salafy” alergi menggunakannya
pernyataan Syaikh Albani , kenapa kita butuh simbol ini, alasannya karena banyaknya aliran sesat pada zaman ini? (Silahkan baca buku Biografi Syaikh Albani)
Pertanyaannya adalah: apakah pada zaman FITNATUL KUBRA (Ali RA VS Muawiyah RA) tidak banyak aliran sesat? Lalu masa-masa setelahnya apakah juga tidak banyak aliran sesat? Lalu kenapa para IMAM dan SALAFUS SHALIH pada saat itu tidak memproklamirkan MANHAJ SALAFY. Justru yang disepakati adalah AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH (ini menjadi sumber hukum karena IJMA’/kesepakatan). Karena kesepakatan adalah (salah satu) sumber hukum Islam.
Sedangkan MANHAJ SALAF belum pernah menjadi IJMA’.Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, BAGAIMANA JIKA KEMUDIAN ORANG-ORANG MENGAKU ber-MANHAJ SALAF itu kemudian rusak lagi dan berpecah belah, terbukti saat ini SALAFY telah terbelah menjadi berbagai kelompok, LUQMAN BA’ABDUH, SALAFY-nya lawannya ba’abduh, SALAFY SYAIKH SAFAR, SALAFY-nya SYAIKH ALBANI, SALAFY-nya SYAIKH AL QARNI, SALAFY-nya SYAIKh MUQBIL, SALAFY-nya SYAIKH RABI’ dll.
Tidak pede dengan istilah "Salafy" kembali mengakui "Ahlus sunnah Wal jama'ah"
Tidak pede dengan istilah “Salafy” kembali mengakui “Ahlus sunnah Wal jama’ah”
Apakah kemudian kita membuat SIMBOL Baru lagi? Misalnya QADIMI?
Sekali lagi mari kita kembali kepada penisbatan yang dicintai Allah dan Rasul-Nya yaitu menjadi MUSLIM/MUKMIN/MUTTAQIIN.

يُخَـٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَمَا يَخۡدَعُونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمۡ وَمَا يَشۡعُرُونَ

“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.” (Albaqarah : 9)
Tak ada lagi nama Salafy menempel di slogannya meskipun dakwahnya tetap berbau Salafy (bukan Aswaja)
Tak ada lagi nama Salafy menempel di slogannya meskipun dakwahnya tetap berbau Salafy (bukan Aswaja)

Wallahu a’lam

1 komentar:

  1. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al Isra’: 36)

    BalasHapus