Aqidah Habib Rizieq Syihab Sunni Asy’ariyah atau Wahhabiyah ?
Aqidah Habib Rizieq Syihab Sunni Asy’ariyah atau Wahhabiyah ? << Klik Link
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Rizieq_Shihab
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebagai perbandingan terhadap apa yang dipaparkan oleh Habib Rizieq. Dapat membaca tulisan berikut:
red. Ibnu Manshur
Link Youtube : http://www.youtube.com/watch?v=MHxH1tCJuJ0
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Oleh : Ustadz Muhammad Idrus Ramli
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Di kalangan kaum Wahabi ada faham bahwa tauhid terbagi menjadi tiga. Pertama, Tauhid Rububiyah, yaitu iman kepada Allah sebagai satu-satunya pencipta (al-Khaliq), penguasa (al-Malik), dan pengatur seluruh makhluk (al-Mudabbir).
Adapun istilah Tauhid al-Asma wa al-Shifat mereka jadikan kaidah untuk mengkafirkan kaum muslimin yang melakukan ta’wil terhadap ayat-ayat mutasyabihat. Mereka menganggap bahwa kaum muslimin yang melakukan ta’wil telah melakukan ta’thil (penolakan) terhadap shifat-shifat Allah. Karena mereka mempunyai kaidah “Takwil adalah Ta’thil”. Sementara kita tahu bahwa barang siapa yang melakukan ta’thil berarti kafir. Jadi menurut mereka barang siapa yang men-ta’wil ayat-ayat shifat berarti kafir. Menurut mereka apabila kita menta’wil lafal istawa dalam al-Qur’an dengan Qahara atau istaula (menguasai) berarti kita telah melakukan ta’thil dan tahrif. Dan ini berarti menurut mereka, kita adalah kafir. Padahal ta’wil model seperti ini juga dilakukan oleh sebagian ulama salaf, diantaranya adalah Ibn Jarir al-Thabari dalam Tafsir-nya.
Klasifikasi tauhid rububiyah dan uluhiyah bertentangan dengan hadits mutawatir yang diriwayatkan sekelompok sahabat termasuk didalamnya adalah sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Hadits ini diriwayakan al Bukhari dalam kitab Shahih-nya bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwasanya tiada tuhan yang wajib disembah melainkan Allah (la ilaha illallah) dan sesungguhya aku adalah utusan Allah……...”
Dalam hadits ini Rasulullah menganggap cukup akan keislaman seseorang yang telah mengakui akan keesaan Allah dalam ketuhanan (uluhiyah) dan mengakui beliau sebagai Rasulullah. Adapun kaum Wahabi mensyaratkan akan keislaman seseorang tidak hanya dengan pengakuan terhadap tauhid rububiyah saja tapi harus mengakui juga terhadap tauhid uluhiyah, padahal antara tauhid rububiyah dan uluhiyah tidak ada bedanya dalam pandangan syara’.
Menurut Imam al-Haddad disebutkan, tauhid uluhiyah masuk dalam keumuman tauhid rububiyah dengan dalil bahwasanya ketika Allah mengambil perjanjian (mitsaq) dengan keturunan Nabi Adam, Allah mengatakan, "Alastu birabbikum (bukankah Aku Tuhan kalian)?" Dalam hal ini Allah tidak mengatakan, alastu biilahikum, karena Allah menganggap cukup dengan tauhid rububiyah tersebut dari mereka. Sudah maklum bahwa orang yang menetapkan ke-rububiyah-an Allah berarti ia juga mengakui akan ke-uluhiyah-an-Nya. Karena rabb pasti ilah, dan ilah pasti rabb, yaitu sama-sama bermakna Dzat Yang Wajib Disembah.
Di dalam hadits juga disebutkan bahwa ketika Malaikat Munkar dan Nakir ketika bertanya kepada orang yang meninggal, mereka berkata, “Man Rabbuka? (siapa Tuhanmu),” tanpa menambah dengan pertanyaan, “Man ilahuka?". Wallahu a'lam.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Wahabi suka menyesatkan kelompok lain
WAHABI: “Mengapa Anda menilai kami kaum Wahabi termasuk aliran sesat, dan bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Padahal rujukan kami sama-sama Kutubus-Sittah (Kitab Standar Hadits yang enam).?”
SUNNI: “Sebenarnya kami hanya merespon Anda saja. Justru Anda yang selalu menyesatkan kelompok lain, padahal ajaran Anda sebenarnya yang sesat.”
WAHABI: “Di mana letak kesesatan ajaran kami kaum Wahabi?”
SUNNI: “Kesesatan ajaran Wahabi menurut kami banyak sekali. Antara lain berangkat dari konsep tauhid yang sesat, yaitu pembagian tauhid menjadi tiga.”
WAHABI: “Kok bisa Anda menilai pembagian tauhid menjagi tiga termasuk konsep yang sesat. Apa dasar Anda?”
SUNNI: “Begini letak kesesatannya. Pembagian Tauhid menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid al-Asma' wa al-Shifat, belum pernah dikatakan oleh seorangpun sebelum Ibn Taimiyah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak pernah berkata kepada seseorang yang masuk Islam, bahwa di sana ada dua macam Tauhid dan kamu tidak akan menjadi Muslim sebelum bertauhid dengan Tauhid Uluhiyyah. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak pernah mengisyaratkan hal tersebut meskipun hanya dengan satu kalimat. Bahkan tak seorangpun dari kalangan ulama salaf atau para imam yang menjadi panutan yang mengisyaratkan terhadap pembagian Tauhid tersebut. Hingga akhirnya datang Ibn Taimiyah pada abad ketujud Hijriah yang menetapkan konsep pembagian Tauhid menjadi tiga.”
Baca selengkapnya http://www.muslimedianews.com/ 2014/08/ kesesatan-konsep-tauhid-wahhabi .html
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Posted on August 17, 2014 by Administrator
Habib
Muhammad Rizieq Syihab (FPI) kadang dituduh sebagai Wahhabi oleh
beberapa pihak, tapi ada juga yang menuduh Habib Rizieq sebagai Syi’ah,
bahkan marak pada tahun lalu. Tuduhan Syi’ah berasal dari kalangan
Wahhabiyah. Lalu siapa Habib Rizieq dan apa Akidah Habib Rizieq ?.
Secara umum Habib Rizieq dikenal sebagai
Aswaja / Sunni / Ahlussunnah Wal Jama’ah seperti halnya Nahdlatul Ulama
(NU), lainnya, meskipun Habib Rizieq identik dengan sikap keras yang
sudah terkenal luas. Namun benarkah demikian ? Benarkah aqidah Habib Rizieq Islam Sunni Asy’ariyah ??
Dalam tulisan ini tidak ingin mengambil
kesimpulan apapun mengenai Habib Rizieq ini, tetapi patut disoroti
paparan Habib Muhammad Rizieq tentang Tauhid 3 ala Wahhabi dalam sebuah ceramahnya. BACA : Habib Rizieq (FPI) Ceramah Tauhid 3 (Rububiyah, Uluhiyah dan Asma’ wash Shifat).
“belum sempurna Iman dan Islam seorang muslim, kalau dia hanya memiliki tauhidul rububiyah saja, karena ternyata macam tauhidul rububiyah ini pun ada di agama lain” , kata Habib Rizieq dalam ceramhnya.
BANDINGKAN DENGAN BERIKUT INI :
- Kesesatan Konsep Tauhid ala Wahhabi (Ust. Muhammad Idrus Ramli)
- Membedah Pembagian Tauhid Tiga ala Wahabi (Ust. Mastur Maskur)
- Astaghfirullah ! Ada Pembagian Tauhid Yang Tidak Berdalil
- Pembagian Tauhid Menjadi 3 (Uluhiyah, Rububiyah, Asma wa Shifat) Bukan Ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Rizieq_Shihab
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Muslimedianews.com ~ Ceramah Habib Muhammad Rizieq bin Hussein Shihab, akrab disapa Habib Rizieq Syihab, dalam video "HABIB RIZIEQ FPI - TAUHID ISLAM & AGAMA LAEN 1" yang di upload di Youtube 14 Agustus 2008 cukup mengejutkan.
Pasalnya, Habib Rizieq menjelaskan konsep Tauhid 3 : Rububiyyah,
Uluhiyyah dan Asma' wash Shifat, suatu konsep tauhid yang selama ini
dikenal sebagai konsep tauhid ala Wahhabiyah.
Padahal disisi lain Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu juga menyatakan sebagai Ahlussunnah wal Jama'ah Asy'ariyah
(Sunni Asy'ari) dan bermadzhab Syafi'i. Ia pun pernah membantah ustadz
Wahhabi Yazid bin Abdulqodir Jawas yang menyesatan Asy'ariyah. Video itu
juga di upload di Youtube (1 April 2012) dengan judul "Habib Rizieq: "Hakikat Wahabi (Yazid Jawas) Dlm Memecah-Belah Ummat".
Dalam video Youtube http://www.youtube.com/watch?v=MHxH1tCJuJ0 ini, Habib Rizieq menjelaskan tentang Tauhid yaitu Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma' wash Shifat. Habib Rizieq juga menyatakan bahwa orang yang bertauhid Rububiyyah belum tentu bertauhid Uluhiyyah, dan lain sebagainya. Berikut transkip ceramah Habib Rizieq :
Dalam video Youtube http://www.youtube.com/watch?v=MHxH1tCJuJ0 ini, Habib Rizieq menjelaskan tentang Tauhid yaitu Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma' wash Shifat. Habib Rizieq juga menyatakan bahwa orang yang bertauhid Rububiyyah belum tentu bertauhid Uluhiyyah, dan lain sebagainya. Berikut transkip ceramah Habib Rizieq :
Saya akan mencoba memaparkan syariat Islam dibagian pertama sebagai
aturan aqidah, sebagai aturan yang mewajibkan setiap muslim untuk
beriman dan percaya bahwa sanya Tuhan yang menciptakan alam semesta dan
menjamin rizki seluruh penghuninya adalah tuhan yang Esa, Tuhan yang
Satu, Tuhan yang tidak berbilang, tauhid semacam ini didalam Islam
disebut Tauhidul Rububiyah, yaitu tauhid pengakuan ikrar keyakinan dan
kepercayaan bahwasanya Tuhan yang menciptakan alam semesta dan seisinya
menjamin rizki segenap makhluk yang ada didalamnya adalah Tuhan Yang
Maha Esa.
Akan tetapi belum sempurna Iman dan Islam seorang muslim, kalau dia hanya memiliki tauhidul rububiyah saja, karena ternyata macam tauhidul rububiyah ini pun ada di agama lain, karena ternyata agama lain pun mengakui bahwa Tuhan yang menciptakan alama semesta adalah Tuhan yang Esa, yang Satu, tidak berbilang. Nah.. karena itu disamping Tauhidul Rububiyyah maka setiap muslim, didalam syariat Islam sebagai aturan aqidah, diwajibkan juga untuk mengimani percaya dan mengakui dengan sepenuhnya bahwasanya Tuhan sang Pecipta yang Maha Esa tadi, yang diakui dalam tauhidul rububiyah adalah satu-satunya Tuhan yang berhaq disembah, tidak ada Tuhan lain yang boleh disembah bersamanya, dan tidak boleh Tuhan Sang Pecipta yang Maha Esa tadi didalam penyembahan terhadapnya dipersekutukan oleh segala sesuatu apapun.
Nah... tauhid yang kedua ini, didalam Islam disebut Tauhidul Uluhiyah. Jadi ada Tauhidur Rububiyah dan ada Tauhidul Uluhiyyah.
Lalu apakah yang sedemikian rupa sudah sempurna iman islam seorang muslim karena memiliki kedua macam tauhid tadi? ternyata masih belum sempurna. Kenapa? ternyata di agama lain pun masih ada yang mengklaim kalau mereka juga memiliki Tauhidul Uluhiyyah, dimana sesungguhnya mereka menurut persepsi dalam tafsiran mereka tetap menyembah Tuhan Yang Satu.
Nah karena itu didalam ajaran Islam untuk menyempurnakan iman islam seorang muslim maka dia wajib untuk menyakini dan percaya bahwasanya Tuhan Sang Pecipta yang Esa tadi yang diyakini dalam Tauhidul Rububiyah dan Tuhan yang satu-satunya Tuhan yang berhak disembah sebagaimana diyakini dalam Tauhidul Uluhiyah tadi adalah Tuhan yang Maha Mulya, Yang Maha Suci dari segala sifa-sifat tercela, hina, yang tidak layak untuk dinisbatkan kepada Tuhan, dan dia harus menyakini bahwa Sang Pecipta yang Esa tadi sebagai satu-satunya yang berhak disembah adalah Tuhan yang memiliki nama-nama indah dan sifat-sifat yang Maha Mulya.
Karena itu, kepada segenap hadirin dan hadirat, semoga senantiasa kita semua mendapat petunjuk dari Allah SWT. Maka dengan ketiga macam tauhid yang telah kita jelaskan tadi, yang disempurnakan dengan tauhid yang ke-3 yaitu yang disebut dengan Tauhidul Asma' wash Shifat.
Lewat tauhid ini, maka setiap muslim berkeyakinan dengan sepenuhnya keyakinan bahwasanya Tuhan Sang Pecipta Yang Esa sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah mustahil memiliki sifat-sifata tercela, hina dan rendah bagi kesucian Tuhan itu sendiri seperti sifat menyesal, bosan, letih, lapar, haus, tidur, tamak, tersiksa, mati, kalah, bersyahwat, beranak, atau menjelma menjadi manusia. Setiap muslim menyatakan bahwa sifat-sifat sedemikian rupa, mustahil dinisbatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sang Pecipta dan Tuhan Yang Maha Esa sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah.
Akan tetapi belum sempurna Iman dan Islam seorang muslim, kalau dia hanya memiliki tauhidul rububiyah saja, karena ternyata macam tauhidul rububiyah ini pun ada di agama lain, karena ternyata agama lain pun mengakui bahwa Tuhan yang menciptakan alama semesta adalah Tuhan yang Esa, yang Satu, tidak berbilang. Nah.. karena itu disamping Tauhidul Rububiyyah maka setiap muslim, didalam syariat Islam sebagai aturan aqidah, diwajibkan juga untuk mengimani percaya dan mengakui dengan sepenuhnya bahwasanya Tuhan sang Pecipta yang Maha Esa tadi, yang diakui dalam tauhidul rububiyah adalah satu-satunya Tuhan yang berhaq disembah, tidak ada Tuhan lain yang boleh disembah bersamanya, dan tidak boleh Tuhan Sang Pecipta yang Maha Esa tadi didalam penyembahan terhadapnya dipersekutukan oleh segala sesuatu apapun.
Nah... tauhid yang kedua ini, didalam Islam disebut Tauhidul Uluhiyah. Jadi ada Tauhidur Rububiyah dan ada Tauhidul Uluhiyyah.
Lalu apakah yang sedemikian rupa sudah sempurna iman islam seorang muslim karena memiliki kedua macam tauhid tadi? ternyata masih belum sempurna. Kenapa? ternyata di agama lain pun masih ada yang mengklaim kalau mereka juga memiliki Tauhidul Uluhiyyah, dimana sesungguhnya mereka menurut persepsi dalam tafsiran mereka tetap menyembah Tuhan Yang Satu.
Nah karena itu didalam ajaran Islam untuk menyempurnakan iman islam seorang muslim maka dia wajib untuk menyakini dan percaya bahwasanya Tuhan Sang Pecipta yang Esa tadi yang diyakini dalam Tauhidul Rububiyah dan Tuhan yang satu-satunya Tuhan yang berhak disembah sebagaimana diyakini dalam Tauhidul Uluhiyah tadi adalah Tuhan yang Maha Mulya, Yang Maha Suci dari segala sifa-sifat tercela, hina, yang tidak layak untuk dinisbatkan kepada Tuhan, dan dia harus menyakini bahwa Sang Pecipta yang Esa tadi sebagai satu-satunya yang berhak disembah adalah Tuhan yang memiliki nama-nama indah dan sifat-sifat yang Maha Mulya.
Karena itu, kepada segenap hadirin dan hadirat, semoga senantiasa kita semua mendapat petunjuk dari Allah SWT. Maka dengan ketiga macam tauhid yang telah kita jelaskan tadi, yang disempurnakan dengan tauhid yang ke-3 yaitu yang disebut dengan Tauhidul Asma' wash Shifat.
Lewat tauhid ini, maka setiap muslim berkeyakinan dengan sepenuhnya keyakinan bahwasanya Tuhan Sang Pecipta Yang Esa sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah mustahil memiliki sifat-sifata tercela, hina dan rendah bagi kesucian Tuhan itu sendiri seperti sifat menyesal, bosan, letih, lapar, haus, tidur, tamak, tersiksa, mati, kalah, bersyahwat, beranak, atau menjelma menjadi manusia. Setiap muslim menyatakan bahwa sifat-sifat sedemikian rupa, mustahil dinisbatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sang Pecipta dan Tuhan Yang Maha Esa sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah.
- Diskusi kerancuan pembagian tauhid kepada tiga bagian
- Adakah Dalam Aqidah Ahlussunnah Pembagian Tauhid Menjadi 3: Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma washifat? (Penjelasn Buya Yahya)
- Memahami Hakikat Pembagian Tauhid Trisaudi: Rububiyah, Uluhiyah, Asma wa Shifat dan Pembagian Tauhid Menjadi 3 (Uluhiyah, Rububiyah, Asma wa Shifat) Bukan Ajaran Islam Ahlussunnah, dari LBM MUDI Mesra (Lajnah Bahtsul Masail Mahadal Ulum Diniyah Islamiah) Aceh.
red. Ibnu Manshur
Link Youtube : http://www.youtube.com/watch?v=MHxH1tCJuJ0
Muslimedianews.com ~ WAHABI: “Mengapa Anda menilai kami kaum
Wahabi termasuk aliran sesat, dan bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Padahal
rujukan kami sama-sama Kutubus-Sittah (Kitab Standar Hadits yang
enam).?”
SUNNI: “Sebenarnya kami hanya merespon Anda saja. Justru Anda yang selalu menyesatkan kelompok lain, padahal ajaran Anda sebenarnya yang sesat.”
WAHABI: “Di mana letak kesesatan ajaran kami kaum Wahabi?”
SUNNI: “Kesesatan ajaran Wahabi menurut kami banyak sekali. Antara lain berangkat dari konsep tauhid yang sesat, yaitu pembagian tauhid menjadi tiga.”
WAHABI: “Kok bisa Anda menilai pembagian tauhid menjagi tiga termasuk konsep yang sesat. Apa dasar Anda?”
SUNNI: “Begini letak kesesatannya. Pembagian Tauhid menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid al-Asma' wa al-Shifat, belum pernah dikatakan oleh seorangpun sebelum Ibn Taimiyah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak pernah berkata kepada seseorang yang masuk Islam, bahwa di sana ada dua macam Tauhid dan kamu tidak akan menjadi Muslim sebelum bertauhid dengan Tauhid Uluhiyyah. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak pernah mengisyaratkan hal tersebut meskipun hanya dengan satu kalimat. Bahkan tak seorangpun dari kalangan ulama salaf atau para imam yang menjadi panutan yang mengisyaratkan terhadap pembagian Tauhid tersebut. Hingga akhirnya datang Ibn Taimiyah pada abad ketujud Hijriah yang menetapkan konsep pembagian Tauhid menjadi tiga.”
WAHABI: “Anda mengerti maksud tauhid dibagi tiga?”
SUNNI: “Kenapa tidak mengerti?
Menurut Ibn Taimiyah Tauhid itu terbagi menjadi tiga:
Pertama, Tauhid Rububiyyah, yaitu pengakuan bahwa yang menciptakan, memiliki dan mengatur langit dan bumi serta seisinya adalah Allah saja. Menurut Ibn Taimiyah, Tauhid Rububiyyah ini telah diyakini oleh semua orang, baik orang-orang Musyrik maupun orang-orang Mukmin.
Kedua, Tauhid Uluhiyyah, yaitu pelaksanaan ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah. Ibn Taimiyah berkata, "Ilah (Tuhan) yang haqq adalah yang berhak untuk disembah. Sedangkan Tauhid adalah beribadah kepada Allah semata tanpa mempersekutukan-Nya".
Ketiga, Tauhid al-Asma' wa al-Shifat, yaitu menetapkan hakikat nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan arti literal (zhahir)nya yang telah dikenal di kalangan manusia.
Pandangan Ibn Taimiyah yang membagi Tauhid menjadi tiga tersebut kemudian diikuti oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, perintis ajaran Wahhabi. Dalam pembagian tersebut, Ibn Taimiyah membatasi makna rabb atau rububiyyah terhadap sifat Tuhan sebagai pencipta, pemilik dan pengatur langit, bumi dan seisinya. Sedangkan makna ilah atau uluhiyyah dibatasi pada sifat Tuhan sebagai yang berhak untuk disembah dan menjadi tujuan dalam beribadah.
Tentu saja, pembagian Tauhid menjadi tiga tadi serta pembatasan makna-maknanya tidak rasional dan bertentangan dengan dalil-dalil al-Qur'an, hadits dan pendapat seluruh ulama Ahlussunnah Wal-Jama'ah.”
WAHABI: “Maaf, dari mana Anda berkesimpulan, bahwa pembagian dan pembatasan makna tauhid versi kami kaum Wahabi bertentangan dengan al-Qur’an, hadits dan aqwal ulama?”
SUNNI: “Ayat-ayat al-Qur'an, hadits-hadits dan pernyataan para ulama Ahlussunnah Wal-Jama'ah, tidak ada yang membedakan antara makna Rabb (rububiyah) dan makna Ilah (uluhiyah). Bahkan dalil-dalil al-Qur'an dan hadits mengisyaratkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara Tauhid Rububiyyah dengan Tauhid Rububiyyah. Apabla seseorang telah bertauhid rububiyyah, berarti bertauhid secara uluhiyyah. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَلاَ يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلاَئِكَةَ وَالنَّبِيِّيْنَ أَرْبَابًا
Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai arbab (tuhan-tuhan). (QS. Ali-Imran : 80).
Ayat di atas menegaskan bahwa orang-orang Musyrik mengakui adanya Arbab (tuhan-tuhan rububiyyah) selain Allah seperti Malaikat dan para nabi. Dengan demikian, berarti orang-orang Musyrik tersebut tidak mengakui Tauhid Rububiyyah, dan mematahkan konsep Ibn Taimiyah dan Wahhabi, yang mengatakan bahwa orang-orang Musyrik mengakui Tauhid Rububiyyah. Seandainya orang-orang Musyrik itu bertauhid secara rububiyyah seperti keyakinan kaum Wahabi, tentu redaksi ayat di atas berbunyi:
وَلاَ يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلاَئِكَةَ وَالنَّبِيِّيْنَ آَلِهَةً
Dengan mengganti kalimat arbaban dengan aalihatan.”
WAHABI: “Tapi kan baru satu ayat yang bertentangan dengan tauhid kami kaum Wahabi.”
SUNNI: “Loh, kok ada tapinya. Kalau sesat ya sesat, walaupun bertentangan dengan satu ayat. Dengan ayat lain juga bertentangan. Konsep Ibn Taimiyah yang mengatakan bahwa orang-orang kafir sebenarnya mengakui Tauhid Rububiyyah, akan semakin fatal apabila kita memperhatikan pengakuan orang-orang kafir sendiri kelak di hari kiamat seperti yang dijelaskan dalam al-Qur'an al-Karim:
تَاللهِ إِنْ كُنَّا لَفِي ضَلاَلٍ مُبِينٍ (97) إِذْ نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِينَ (98)
Demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan (Rabb) semesta alam. (QS. al-Syu'ara' : 97-98).”
Coba Anda perhatikan. Ayat tersebut menceritakan tentang penyesalan orang-orang kafir di akhirat dan pengakuan mereka yang tidak mengakui Tauhid Rububiyyah, dengan menjadikan berhala-berhala sebagai arbab (tuhan-tuhan rububiyyah). Padahal kata Wahabi, orang-orang Musyrik bertauhid rububiyyah, tetapi kufur terhadap uluhiyyah. Nah, alangkah sesatnya tauhid Wahabi, bertentengan dengan al-Qur’an. Murni pendapat Ibnu Taimiya yang tidak berdasar, dan ditaklid oleh Wahabi.”
WAHABI: “Maaf, kan baru dua ayat. Mungkin ada ayat lain, agar kami lebih mantap bahwa tauhid Wahabi memang sesat.”
SUNNI: “Pendapat Ibn Taimiyah yang mengkhususkan kata Uluhiyyah terhadap makna ibadah bertentangan pula dengan ayat berikut ini:
يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ، مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلاَّ أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ
Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. (QS. Yusuf : 39-40).
Anda perhatikan, Ayat di atas menjelaskan, bagaimana kedua penghuni penjara itu tidak mengakui Tauhid Rububiyyah dan menyembah tuhan-tuhan (arbab) selain Allah. Padahal kata Ibnu Taimiyah dan Wahabi, orang-orang Musyrik pasti beriman dengan tauhid rububiyyah.
Disamping itu, ayat berikutnya menghubungkan ibadah dengan Rububiyyah, bukan Uluhiyyah, sehingga menyimpulkan bahwa konotasi makna Rububiyyah itu pada dasarnya sama dengan Uluhiyyah. Orang yang bertauhid rububiyyah pasti bertauhid uluhiyyah. Jadi konsep tauhid Anda bertentangan dengan ayat di atas.”
WAHABI: “Mungkin tauhid kami hanya bertentangan dengan al-Qur’an. Tapi sejalan dengan hadits. Jangan Anda jangan terburu-buru menyesatkan.”
SUNNI: “Anda ini lucu. Kalau konsep tauhid Anda bertentangan dengan al-Qur’an, sudah pasti bertentangan dengan hadits. Konsep pembagian Tauhid menjadi tiga kalian akan batal pula, apabila kita mengkaitkannya dengan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Misalnya dengan hadits shahih berikut ini:
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ( يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ) قَالَ نَزَلَتْ فِي عَذَابِ الْقَبْرِ فَيُقَالُ لَهُ مَنْ رَبُّكَ فَيَقُولُ رَبِّيَ اللهُ وَنَبِيِّي مُحَمَّدٌ صلى الله عليه وسلم. (رواه مسلم 5117).
Dari al-Barra' bin Azib, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Allah berfirman, "Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu", (QS. Ibrahim : 27). Nabi J bersabda, "Ayat ini turun mengenai azab kubur. Orang yang dikubur itu ditanya, "Siapa Rabb (Tuhan)mu?" Lalu dia menjawab, "Allah Rabbku, dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam Nabiku." (HR. Muslim, 5117).
Coba Anda perhatikan. Hadits di atas memberikan pengertian, bahwa Malaikat Munkar dan Nakir akan bertanya kepada si mayit tentang Rabb (Tuhan Rububiyyah), bukan Ilah (Tuhan Uluhiyyah, karena kedua Malaikat tersebut tidak membedakan antara Rabb dengan Ilah atau antara Tauhid Uluhiyyah dengan Tauhid Rububiyyah. Seandainya pandangan Ibn Taimiyah dan Wahabi yang membedakan antara Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah itu benar, tentunya kedua Malaikat itu akan bertanya kepada si mayit dengan, "Man Ilahuka (Siapa Tuhan Uluhiyyah-mu)?", bukan "Man Rabbuka (Siapa Tuhan Rububiyyah-mu)?" Atau mungkin keduanya akan menanyakan semua, "Man Rabbuka wa man Ilahuka? Ternyata pertanyaan tersebut tidak terjadi. Jelas ini membuktikan kesesatan Tauhid ala Wahabi."
WAHABI: “Maaf, seandainya kami hanya salah melakukan pembagian Tauhid di atas, apakah kami Anda vonis sebagai aliran sesat? Apa alasannya?”
SUNNI: “Nah, ini rahasianya. Anda harus tahu, apa sebenarnya makna yang tersembunyi (hidden meaning) dibalik pembagian Tauhid menjadi tiga tersebut? Apabila diteliti dengan seksama, dibalik pembagian tersebut, maka ada dua tujuan yang menjadi sasaran tembak Ibnu Taimiyah dan Wahabi:
Pertama, Ibn Taimiyah berpendapat bahwa praktek-pratek seperti tawassul, tabarruk, ziarah kubur dan lain-lain yang menjadi tradisi dan dianjurkan sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah termasuk bentuk kesyirikan dan kekufuran. Nah, untuk menjustifikasi pendapat ini, Ibn Taimiyah menggagas pembagian Tauhid menjadi tiga, antara lain Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah. Dari sini, Ibn Taimiyah mengatakan bahwa sebenarnya keimanan seseorang itu tidak cukup hanya dengan mengakui Tauhid Rububiyyah, yaitu pengakuan bahwa yang menciptakan, memiliki dan mengatur langit dan bumi serta seisinya adalah Allah semata, karena Tauhid Rububiyyah atau pengakuan semacam ini juga dilakukan oleh orang-orang Musyrik, hanya saja mereka tidak mengakui Tauhid Rububiyyah, yaitu pelaksanaan ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah. Oleh karena itu, keimanan seseorang akan sah apabila disertai Tauhid Rububiyyah, yaitu pelaksanaan ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah.
Kemudian setelah melalui pembagian Tauhid tersebut, untuk mensukseskan pandangan bahwa praktek-praktek seperti tawassul, istighatsah, tabarruk, ziarah kubur dan lain-lain adalah syirik dan kufur, Ibn Taimiyah membuat kesalahan lagi, yaitu mendefinisikan ibadah dalam konteks yang sangat luas, sehingga praktek-praktek seperti tawassul, istighatsah, tabarruk, ziarah kubur dan lain-lain dia kategorikan juga sebagai ibadah secara syar'i. Padahal itu semua bukan ibadah. Tapi bagian dari ghuluw yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah dan Wahabi. Dari sini Ibn Taimiyah kemudian mengatakan, bahwa orang-orang yang melakukan istighatsah, tawassul dan tabarruk dengan para wali dan nabi itu telah beribadah kepada selain Allah dan melanggar Tauhid Uluhiyyah, sehingga dia divonis syirik.
Tentu saja paradigma Ibn Taimiyah tersebut merupakan kesalahan di atas kesalahan. Pertama, dia mengklasifikasi Tauhid menjadi tiga tanpa ada dasar dari dalil-dalil agama. Dan kedua, dia mendefinisikan ibadah dalam skala yang sangat luas sehingga berakibat fatal, yaitu menilai syirik dan kufur praktek-praktek yang telah diajarkan oleh Rasulullah SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM dan para sahabatnya. Dan secara tidak langsung, pembagian Tauhid menjadi tiga tersebut berpotensi mengkafirkan seluruh umat Islam sejak masa sahabat. Akibatnya yang terjadi sekarang ini, berangkat dari Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah, ISIS, membantai umat Islam di Iraq dan Suriah.”
SUNNI: “Sebenarnya kami hanya merespon Anda saja. Justru Anda yang selalu menyesatkan kelompok lain, padahal ajaran Anda sebenarnya yang sesat.”
WAHABI: “Di mana letak kesesatan ajaran kami kaum Wahabi?”
SUNNI: “Kesesatan ajaran Wahabi menurut kami banyak sekali. Antara lain berangkat dari konsep tauhid yang sesat, yaitu pembagian tauhid menjadi tiga.”
WAHABI: “Kok bisa Anda menilai pembagian tauhid menjagi tiga termasuk konsep yang sesat. Apa dasar Anda?”
SUNNI: “Begini letak kesesatannya. Pembagian Tauhid menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid al-Asma' wa al-Shifat, belum pernah dikatakan oleh seorangpun sebelum Ibn Taimiyah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak pernah berkata kepada seseorang yang masuk Islam, bahwa di sana ada dua macam Tauhid dan kamu tidak akan menjadi Muslim sebelum bertauhid dengan Tauhid Uluhiyyah. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak pernah mengisyaratkan hal tersebut meskipun hanya dengan satu kalimat. Bahkan tak seorangpun dari kalangan ulama salaf atau para imam yang menjadi panutan yang mengisyaratkan terhadap pembagian Tauhid tersebut. Hingga akhirnya datang Ibn Taimiyah pada abad ketujud Hijriah yang menetapkan konsep pembagian Tauhid menjadi tiga.”
WAHABI: “Anda mengerti maksud tauhid dibagi tiga?”
SUNNI: “Kenapa tidak mengerti?
Menurut Ibn Taimiyah Tauhid itu terbagi menjadi tiga:
Pertama, Tauhid Rububiyyah, yaitu pengakuan bahwa yang menciptakan, memiliki dan mengatur langit dan bumi serta seisinya adalah Allah saja. Menurut Ibn Taimiyah, Tauhid Rububiyyah ini telah diyakini oleh semua orang, baik orang-orang Musyrik maupun orang-orang Mukmin.
Kedua, Tauhid Uluhiyyah, yaitu pelaksanaan ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah. Ibn Taimiyah berkata, "Ilah (Tuhan) yang haqq adalah yang berhak untuk disembah. Sedangkan Tauhid adalah beribadah kepada Allah semata tanpa mempersekutukan-Nya".
Ketiga, Tauhid al-Asma' wa al-Shifat, yaitu menetapkan hakikat nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan arti literal (zhahir)nya yang telah dikenal di kalangan manusia.
Pandangan Ibn Taimiyah yang membagi Tauhid menjadi tiga tersebut kemudian diikuti oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, perintis ajaran Wahhabi. Dalam pembagian tersebut, Ibn Taimiyah membatasi makna rabb atau rububiyyah terhadap sifat Tuhan sebagai pencipta, pemilik dan pengatur langit, bumi dan seisinya. Sedangkan makna ilah atau uluhiyyah dibatasi pada sifat Tuhan sebagai yang berhak untuk disembah dan menjadi tujuan dalam beribadah.
Tentu saja, pembagian Tauhid menjadi tiga tadi serta pembatasan makna-maknanya tidak rasional dan bertentangan dengan dalil-dalil al-Qur'an, hadits dan pendapat seluruh ulama Ahlussunnah Wal-Jama'ah.”
WAHABI: “Maaf, dari mana Anda berkesimpulan, bahwa pembagian dan pembatasan makna tauhid versi kami kaum Wahabi bertentangan dengan al-Qur’an, hadits dan aqwal ulama?”
SUNNI: “Ayat-ayat al-Qur'an, hadits-hadits dan pernyataan para ulama Ahlussunnah Wal-Jama'ah, tidak ada yang membedakan antara makna Rabb (rububiyah) dan makna Ilah (uluhiyah). Bahkan dalil-dalil al-Qur'an dan hadits mengisyaratkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara Tauhid Rububiyyah dengan Tauhid Rububiyyah. Apabla seseorang telah bertauhid rububiyyah, berarti bertauhid secara uluhiyyah. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَلاَ يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلاَئِكَةَ وَالنَّبِيِّيْنَ أَرْبَابًا
Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai arbab (tuhan-tuhan). (QS. Ali-Imran : 80).
Ayat di atas menegaskan bahwa orang-orang Musyrik mengakui adanya Arbab (tuhan-tuhan rububiyyah) selain Allah seperti Malaikat dan para nabi. Dengan demikian, berarti orang-orang Musyrik tersebut tidak mengakui Tauhid Rububiyyah, dan mematahkan konsep Ibn Taimiyah dan Wahhabi, yang mengatakan bahwa orang-orang Musyrik mengakui Tauhid Rububiyyah. Seandainya orang-orang Musyrik itu bertauhid secara rububiyyah seperti keyakinan kaum Wahabi, tentu redaksi ayat di atas berbunyi:
وَلاَ يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلاَئِكَةَ وَالنَّبِيِّيْنَ آَلِهَةً
Dengan mengganti kalimat arbaban dengan aalihatan.”
WAHABI: “Tapi kan baru satu ayat yang bertentangan dengan tauhid kami kaum Wahabi.”
SUNNI: “Loh, kok ada tapinya. Kalau sesat ya sesat, walaupun bertentangan dengan satu ayat. Dengan ayat lain juga bertentangan. Konsep Ibn Taimiyah yang mengatakan bahwa orang-orang kafir sebenarnya mengakui Tauhid Rububiyyah, akan semakin fatal apabila kita memperhatikan pengakuan orang-orang kafir sendiri kelak di hari kiamat seperti yang dijelaskan dalam al-Qur'an al-Karim:
تَاللهِ إِنْ كُنَّا لَفِي ضَلاَلٍ مُبِينٍ (97) إِذْ نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِينَ (98)
Demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan (Rabb) semesta alam. (QS. al-Syu'ara' : 97-98).”
Coba Anda perhatikan. Ayat tersebut menceritakan tentang penyesalan orang-orang kafir di akhirat dan pengakuan mereka yang tidak mengakui Tauhid Rububiyyah, dengan menjadikan berhala-berhala sebagai arbab (tuhan-tuhan rububiyyah). Padahal kata Wahabi, orang-orang Musyrik bertauhid rububiyyah, tetapi kufur terhadap uluhiyyah. Nah, alangkah sesatnya tauhid Wahabi, bertentengan dengan al-Qur’an. Murni pendapat Ibnu Taimiya yang tidak berdasar, dan ditaklid oleh Wahabi.”
WAHABI: “Maaf, kan baru dua ayat. Mungkin ada ayat lain, agar kami lebih mantap bahwa tauhid Wahabi memang sesat.”
SUNNI: “Pendapat Ibn Taimiyah yang mengkhususkan kata Uluhiyyah terhadap makna ibadah bertentangan pula dengan ayat berikut ini:
يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ، مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلاَّ أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ
Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. (QS. Yusuf : 39-40).
Anda perhatikan, Ayat di atas menjelaskan, bagaimana kedua penghuni penjara itu tidak mengakui Tauhid Rububiyyah dan menyembah tuhan-tuhan (arbab) selain Allah. Padahal kata Ibnu Taimiyah dan Wahabi, orang-orang Musyrik pasti beriman dengan tauhid rububiyyah.
Disamping itu, ayat berikutnya menghubungkan ibadah dengan Rububiyyah, bukan Uluhiyyah, sehingga menyimpulkan bahwa konotasi makna Rububiyyah itu pada dasarnya sama dengan Uluhiyyah. Orang yang bertauhid rububiyyah pasti bertauhid uluhiyyah. Jadi konsep tauhid Anda bertentangan dengan ayat di atas.”
WAHABI: “Mungkin tauhid kami hanya bertentangan dengan al-Qur’an. Tapi sejalan dengan hadits. Jangan Anda jangan terburu-buru menyesatkan.”
SUNNI: “Anda ini lucu. Kalau konsep tauhid Anda bertentangan dengan al-Qur’an, sudah pasti bertentangan dengan hadits. Konsep pembagian Tauhid menjadi tiga kalian akan batal pula, apabila kita mengkaitkannya dengan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Misalnya dengan hadits shahih berikut ini:
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ( يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ) قَالَ نَزَلَتْ فِي عَذَابِ الْقَبْرِ فَيُقَالُ لَهُ مَنْ رَبُّكَ فَيَقُولُ رَبِّيَ اللهُ وَنَبِيِّي مُحَمَّدٌ صلى الله عليه وسلم. (رواه مسلم 5117).
Dari al-Barra' bin Azib, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Allah berfirman, "Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu", (QS. Ibrahim : 27). Nabi J bersabda, "Ayat ini turun mengenai azab kubur. Orang yang dikubur itu ditanya, "Siapa Rabb (Tuhan)mu?" Lalu dia menjawab, "Allah Rabbku, dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam Nabiku." (HR. Muslim, 5117).
Coba Anda perhatikan. Hadits di atas memberikan pengertian, bahwa Malaikat Munkar dan Nakir akan bertanya kepada si mayit tentang Rabb (Tuhan Rububiyyah), bukan Ilah (Tuhan Uluhiyyah, karena kedua Malaikat tersebut tidak membedakan antara Rabb dengan Ilah atau antara Tauhid Uluhiyyah dengan Tauhid Rububiyyah. Seandainya pandangan Ibn Taimiyah dan Wahabi yang membedakan antara Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah itu benar, tentunya kedua Malaikat itu akan bertanya kepada si mayit dengan, "Man Ilahuka (Siapa Tuhan Uluhiyyah-mu)?", bukan "Man Rabbuka (Siapa Tuhan Rububiyyah-mu)?" Atau mungkin keduanya akan menanyakan semua, "Man Rabbuka wa man Ilahuka? Ternyata pertanyaan tersebut tidak terjadi. Jelas ini membuktikan kesesatan Tauhid ala Wahabi."
WAHABI: “Maaf, seandainya kami hanya salah melakukan pembagian Tauhid di atas, apakah kami Anda vonis sebagai aliran sesat? Apa alasannya?”
SUNNI: “Nah, ini rahasianya. Anda harus tahu, apa sebenarnya makna yang tersembunyi (hidden meaning) dibalik pembagian Tauhid menjadi tiga tersebut? Apabila diteliti dengan seksama, dibalik pembagian tersebut, maka ada dua tujuan yang menjadi sasaran tembak Ibnu Taimiyah dan Wahabi:
Pertama, Ibn Taimiyah berpendapat bahwa praktek-pratek seperti tawassul, tabarruk, ziarah kubur dan lain-lain yang menjadi tradisi dan dianjurkan sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah termasuk bentuk kesyirikan dan kekufuran. Nah, untuk menjustifikasi pendapat ini, Ibn Taimiyah menggagas pembagian Tauhid menjadi tiga, antara lain Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah. Dari sini, Ibn Taimiyah mengatakan bahwa sebenarnya keimanan seseorang itu tidak cukup hanya dengan mengakui Tauhid Rububiyyah, yaitu pengakuan bahwa yang menciptakan, memiliki dan mengatur langit dan bumi serta seisinya adalah Allah semata, karena Tauhid Rububiyyah atau pengakuan semacam ini juga dilakukan oleh orang-orang Musyrik, hanya saja mereka tidak mengakui Tauhid Rububiyyah, yaitu pelaksanaan ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah. Oleh karena itu, keimanan seseorang akan sah apabila disertai Tauhid Rububiyyah, yaitu pelaksanaan ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah.
Kemudian setelah melalui pembagian Tauhid tersebut, untuk mensukseskan pandangan bahwa praktek-praktek seperti tawassul, istighatsah, tabarruk, ziarah kubur dan lain-lain adalah syirik dan kufur, Ibn Taimiyah membuat kesalahan lagi, yaitu mendefinisikan ibadah dalam konteks yang sangat luas, sehingga praktek-praktek seperti tawassul, istighatsah, tabarruk, ziarah kubur dan lain-lain dia kategorikan juga sebagai ibadah secara syar'i. Padahal itu semua bukan ibadah. Tapi bagian dari ghuluw yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah dan Wahabi. Dari sini Ibn Taimiyah kemudian mengatakan, bahwa orang-orang yang melakukan istighatsah, tawassul dan tabarruk dengan para wali dan nabi itu telah beribadah kepada selain Allah dan melanggar Tauhid Uluhiyyah, sehingga dia divonis syirik.
Tentu saja paradigma Ibn Taimiyah tersebut merupakan kesalahan di atas kesalahan. Pertama, dia mengklasifikasi Tauhid menjadi tiga tanpa ada dasar dari dalil-dalil agama. Dan kedua, dia mendefinisikan ibadah dalam skala yang sangat luas sehingga berakibat fatal, yaitu menilai syirik dan kufur praktek-praktek yang telah diajarkan oleh Rasulullah SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM dan para sahabatnya. Dan secara tidak langsung, pembagian Tauhid menjadi tiga tersebut berpotensi mengkafirkan seluruh umat Islam sejak masa sahabat. Akibatnya yang terjadi sekarang ini, berangkat dari Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah, ISIS, membantai umat Islam di Iraq dan Suriah.”
Oleh : Ustadz Muhammad Idrus Ramli
Bersambung ….
Muslimedianews.com ~
Ummat Islam dewasa ini dikenalkan dengan pembagian tauhid menjadi tiga
(Tauhid Tiga) yang gencar dipropagandakan oleh kelompok yang beraliran Wahhabi atau orang-orang yang menjadi pengikut aliran Wahhabiyah. Tauhid 3 ini antara lain : Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid al-Asma' wa al-Shifat.
Menurut pakar Aswaja Indonesia Ust Muhammad Idrus Ramli, pembagian tauhid tersebut merupakan bentuk taklid buta pada Ibnu Taimiyyah dan tidak ada dasar dalilnya.
"Kaum Wahabi, dengan taklid buta kepada Ibnu Taimiyah al-Harrani, mempropagandakan pembagian Tauhid menjadi tiga; yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid al-Asma was-Shifat. Pembagian tauhid ini tidak memiliki dalil, baik dari al-Qur'an, hadits maupun aqwal ulama salaf yang shaleh. Namanya saja pembagian Tauhid asal-asalan, ya jelas tidak ada dalilnya"., jelas Ustadz Muhammad Idrus Ramli, anggota Lembaga Bahtsul Masaail (LBM) NU Kencong tersebut dalam status jejaring sosial facebook pribadinya. (23/11/2013)
Menurut pakar Aswaja Indonesia Ust Muhammad Idrus Ramli, pembagian tauhid tersebut merupakan bentuk taklid buta pada Ibnu Taimiyyah dan tidak ada dasar dalilnya.
"Kaum Wahabi, dengan taklid buta kepada Ibnu Taimiyah al-Harrani, mempropagandakan pembagian Tauhid menjadi tiga; yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid al-Asma was-Shifat. Pembagian tauhid ini tidak memiliki dalil, baik dari al-Qur'an, hadits maupun aqwal ulama salaf yang shaleh. Namanya saja pembagian Tauhid asal-asalan, ya jelas tidak ada dalilnya"., jelas Ustadz Muhammad Idrus Ramli, anggota Lembaga Bahtsul Masaail (LBM) NU Kencong tersebut dalam status jejaring sosial facebook pribadinya. (23/11/2013)
Ust Idrus Ramli merupakan salah seorang ustadz Aswaja (Ahlussunnah wal
Jama'ah) yang sangat gencar membendung dakwah sesat kaum Wahhabiyah di
Indonesia. Selain berdakwah melalui mimbar-mimbar dan forum-forum
diskusi ilmiah, ia juga produktif menulis buku dan artikel yang tersebar
diberbagai buletan, majalah dan berbagai media lainnya, bahkan di
website pribadi miliknya www.idrusramli.com . (*/)
Redaktur : Ibnu Manshur/Gambar: beberapa ulama Wahhabi
Membedah Pembagian Tauhid Tiga ala Wahabi
Di kalangan kaum Wahabi ada faham bahwa tauhid terbagi menjadi tiga. Pertama, Tauhid Rububiyah, yaitu iman kepada Allah sebagai satu-satunya pencipta (al-Khaliq), penguasa (al-Malik), dan pengatur seluruh makhluk (al-Mudabbir).
Kedua, Tauhid Uluhiyah, yaitu meyakini bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah.
Dan ketiga, Tauhid al-Asma wa al-Shifat, yaitu menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam al-Qur'an dan hadits, tanpa melakukan ta’thil (penolakan), tahrif (perubahan dan penyimpangan lafadz dan makna), tamtsil (penyerupaan) dan takyif (menanya terlalu jauh tentang sifat Allah).
Menyikapi pembagian tauhid ala Wahabi tersebut, Syeikh Salim Alwan al-Hasani , Mufti Australia mengatakan, bahwa menurut Ulama Ahlussunnah, pembagian tauhid menjadi tiga yang dilakukan oleh sebagian orang adalah bid’ah yang batil dan munkar. Pembagian tersebut tidak ada di dalam al-Qur’an maupun al-Hadits. Tidak pula dikatakan oleh seorangpun ulama salaf ataupun ulama yang mu’tabar. Pembagian tersebut hanya dilakukan oleh kelompok musyabbihah zaman ini (kaum wahabi.red) meskipun mereka mengira bahwa mereka memerangi bid’ah.
Di dalam majalah Nurul Islam yang di terbitkan oleh Ulama al-Azhar Mesir (edisi Rabiul Akhir 1352 H), al-Imam Yusuf al-Dijwi al-Azhari mengatakan, bahwa perkataan mereka bahwa tauhid terbagi menjadi tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah adalah pembagian yang tidak dikenal oleh seorangpun sebelum Ahmad ibn Taimiyah dan pembagian (tersebut) adalah pembagian yang tidak masuk akal.
Dalam pembagian tauhid menjadi tiga ala Wahabi di atas, sekilas memang tidak ada masalah. Karena setiap muslim memang wajib meyakini seluruh yang terkandung dalam makna ketiga pembagian tersebut. Namun permasalahannya adalah ketika kita meneliti, ternyata kaum Wahabi mempunyai maksud tertentu dibalik pembagian tauhid tersebut. Kaum Wahabi mengklasifikasikan tauhid menjadi tiga bukan tidak ada maksud dan tujuan.
Untuk istilah tauhid rububiyah dan uluhiyah mereka jadikan kaidah untuk mengkafirkan kaum muslimin yang melakukan tawassul dan tabarruk. Karena kaum muslimin yang melakukan tawassul dan tabarruk mereka anggap telah menyembah selain Allah dan ini berarti telah menyalahi yang mereka sebut sebagai tauhid uluhiyah. Bahkan mereka berani mengatakan bahwa Abu Jahal, Abu Lahab dan kaum musyrikin lainnya beriman kepada Allah dan ber-tauhid rububiyah. Mereka sama sekali tidak menyekutukan Allah dalam hal ini . Lebih parah lagi mereka mengatakan bahwa Abu Jahal dan Abu Lahab Tauhid-nya lebih banyak dan keimanannya lebih murni dibandingkan dengan kaum muslimin yang bertawassul dengan para auliya’ dan shalihin dan memohon syafa’at kepada Allah sebab mereka. (Lihat kitab Kaifa Nafhamu al Tauhid karangan Muhammad Ahmad Basyamil, hal: 16).
Bukankah ini pengkafiran terhadap kaum muslimin secara membabi buta? Bukankah mayoritas kaum muslimin mulai dari zaman Nabi, sahabat, dan salaf yang saleh sampai sekarang melakukan tawassul dan tabarruk?
Menyikapi pembagian tauhid ala Wahabi tersebut, Syeikh Salim Alwan al-Hasani , Mufti Australia mengatakan, bahwa menurut Ulama Ahlussunnah, pembagian tauhid menjadi tiga yang dilakukan oleh sebagian orang adalah bid’ah yang batil dan munkar. Pembagian tersebut tidak ada di dalam al-Qur’an maupun al-Hadits. Tidak pula dikatakan oleh seorangpun ulama salaf ataupun ulama yang mu’tabar. Pembagian tersebut hanya dilakukan oleh kelompok musyabbihah zaman ini (kaum wahabi.red) meskipun mereka mengira bahwa mereka memerangi bid’ah.
Di dalam majalah Nurul Islam yang di terbitkan oleh Ulama al-Azhar Mesir (edisi Rabiul Akhir 1352 H), al-Imam Yusuf al-Dijwi al-Azhari mengatakan, bahwa perkataan mereka bahwa tauhid terbagi menjadi tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah adalah pembagian yang tidak dikenal oleh seorangpun sebelum Ahmad ibn Taimiyah dan pembagian (tersebut) adalah pembagian yang tidak masuk akal.
Dalam pembagian tauhid menjadi tiga ala Wahabi di atas, sekilas memang tidak ada masalah. Karena setiap muslim memang wajib meyakini seluruh yang terkandung dalam makna ketiga pembagian tersebut. Namun permasalahannya adalah ketika kita meneliti, ternyata kaum Wahabi mempunyai maksud tertentu dibalik pembagian tauhid tersebut. Kaum Wahabi mengklasifikasikan tauhid menjadi tiga bukan tidak ada maksud dan tujuan.
Untuk istilah tauhid rububiyah dan uluhiyah mereka jadikan kaidah untuk mengkafirkan kaum muslimin yang melakukan tawassul dan tabarruk. Karena kaum muslimin yang melakukan tawassul dan tabarruk mereka anggap telah menyembah selain Allah dan ini berarti telah menyalahi yang mereka sebut sebagai tauhid uluhiyah. Bahkan mereka berani mengatakan bahwa Abu Jahal, Abu Lahab dan kaum musyrikin lainnya beriman kepada Allah dan ber-tauhid rububiyah. Mereka sama sekali tidak menyekutukan Allah dalam hal ini . Lebih parah lagi mereka mengatakan bahwa Abu Jahal dan Abu Lahab Tauhid-nya lebih banyak dan keimanannya lebih murni dibandingkan dengan kaum muslimin yang bertawassul dengan para auliya’ dan shalihin dan memohon syafa’at kepada Allah sebab mereka. (Lihat kitab Kaifa Nafhamu al Tauhid karangan Muhammad Ahmad Basyamil, hal: 16).
Bukankah ini pengkafiran terhadap kaum muslimin secara membabi buta? Bukankah mayoritas kaum muslimin mulai dari zaman Nabi, sahabat, dan salaf yang saleh sampai sekarang melakukan tawassul dan tabarruk?
Adapun istilah Tauhid al-Asma wa al-Shifat mereka jadikan kaidah untuk mengkafirkan kaum muslimin yang melakukan ta’wil terhadap ayat-ayat mutasyabihat. Mereka menganggap bahwa kaum muslimin yang melakukan ta’wil telah melakukan ta’thil (penolakan) terhadap shifat-shifat Allah. Karena mereka mempunyai kaidah “Takwil adalah Ta’thil”. Sementara kita tahu bahwa barang siapa yang melakukan ta’thil berarti kafir. Jadi menurut mereka barang siapa yang men-ta’wil ayat-ayat shifat berarti kafir. Menurut mereka apabila kita menta’wil lafal istawa dalam al-Qur’an dengan Qahara atau istaula (menguasai) berarti kita telah melakukan ta’thil dan tahrif. Dan ini berarti menurut mereka, kita adalah kafir. Padahal ta’wil model seperti ini juga dilakukan oleh sebagian ulama salaf, diantaranya adalah Ibn Jarir al-Thabari dalam Tafsir-nya.
Klasifikasi tauhid rububiyah dan uluhiyah bertentangan dengan hadits mutawatir yang diriwayatkan sekelompok sahabat termasuk didalamnya adalah sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Hadits ini diriwayakan al Bukhari dalam kitab Shahih-nya bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwasanya tiada tuhan yang wajib disembah melainkan Allah (la ilaha illallah) dan sesungguhya aku adalah utusan Allah……...”
Dalam hadits ini Rasulullah menganggap cukup akan keislaman seseorang yang telah mengakui akan keesaan Allah dalam ketuhanan (uluhiyah) dan mengakui beliau sebagai Rasulullah. Adapun kaum Wahabi mensyaratkan akan keislaman seseorang tidak hanya dengan pengakuan terhadap tauhid rububiyah saja tapi harus mengakui juga terhadap tauhid uluhiyah, padahal antara tauhid rububiyah dan uluhiyah tidak ada bedanya dalam pandangan syara’.
Menurut Imam al-Haddad disebutkan, tauhid uluhiyah masuk dalam keumuman tauhid rububiyah dengan dalil bahwasanya ketika Allah mengambil perjanjian (mitsaq) dengan keturunan Nabi Adam, Allah mengatakan, "Alastu birabbikum (bukankah Aku Tuhan kalian)?" Dalam hal ini Allah tidak mengatakan, alastu biilahikum, karena Allah menganggap cukup dengan tauhid rububiyah tersebut dari mereka. Sudah maklum bahwa orang yang menetapkan ke-rububiyah-an Allah berarti ia juga mengakui akan ke-uluhiyah-an-Nya. Karena rabb pasti ilah, dan ilah pasti rabb, yaitu sama-sama bermakna Dzat Yang Wajib Disembah.
Di dalam hadits juga disebutkan bahwa ketika Malaikat Munkar dan Nakir ketika bertanya kepada orang yang meninggal, mereka berkata, “Man Rabbuka? (siapa Tuhanmu),” tanpa menambah dengan pertanyaan, “Man ilahuka?". Wallahu a'lam.
Membedah Pembagian Tauhid Ala Wahabi
Tauhid Rububiyah, Uluhiyah dan al-Asma' wa al-Shifat
Oleh: Ust. Mastur Maskur, S.Ag, M.Pd
Dikutip dari www.abuibrahim.blogspot.com
Wahabi suka menyesatkan kelompok lain
WAHABI: “Mengapa Anda menilai kami kaum Wahabi termasuk aliran sesat, dan bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Padahal rujukan kami sama-sama Kutubus-Sittah (Kitab Standar Hadits yang enam).?”
SUNNI: “Sebenarnya kami hanya merespon Anda saja. Justru Anda yang selalu menyesatkan kelompok lain, padahal ajaran Anda sebenarnya yang sesat.”
WAHABI: “Di mana letak kesesatan ajaran kami kaum Wahabi?”
SUNNI: “Kesesatan ajaran Wahabi menurut kami banyak sekali. Antara lain berangkat dari konsep tauhid yang sesat, yaitu pembagian tauhid menjadi tiga.”
WAHABI: “Kok bisa Anda menilai pembagian tauhid menjagi tiga termasuk konsep yang sesat. Apa dasar Anda?”
SUNNI: “Begini letak kesesatannya. Pembagian Tauhid menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid al-Asma' wa al-Shifat, belum pernah dikatakan oleh seorangpun sebelum Ibn Taimiyah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak pernah berkata kepada seseorang yang masuk Islam, bahwa di sana ada dua macam Tauhid dan kamu tidak akan menjadi Muslim sebelum bertauhid dengan Tauhid Uluhiyyah. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak pernah mengisyaratkan hal tersebut meskipun hanya dengan satu kalimat. Bahkan tak seorangpun dari kalangan ulama salaf atau para imam yang menjadi panutan yang mengisyaratkan terhadap pembagian Tauhid tersebut. Hingga akhirnya datang Ibn Taimiyah pada abad ketujud Hijriah yang menetapkan konsep pembagian Tauhid menjadi tiga.”
Baca selengkapnya http://www.muslimedianews.com/
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Komentar Habib Rizieq Syihab
Munculnya #ISIS Ditengah Kedloliman Amerika
Islam sangat peduli terhadap keadilan, dan umat Islam wajib menjunjung tinggi keadilan. Kepada siapapun kita harus adil, termasuk kepada musuh, kepada orang-orang kafir, dan kepada orang yang kita benci tetap wajib berlaku adil. Allah Swt berfirman: Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu golongan menjadikan kamu tidak berlaku adil. Demikian dijelaskan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab mengawali ceramahnya di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat Rabu (13/8/2014).
"Namun jika keadilan tidak didapatkan, maka yang terjadi adalah kezaliman. Orang zalim pasti dia tidak adil, dan kalau orang adil pasti dia tidak zalim. Allah Swt berfirman: Kalian tidak boleh berbuat zalim dan tidak boleh dizalimi," tambahnya.
Terhadap fenomena ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) yang sedang ramai diberitakan saat ini, Habib Rizieq juga mengajak untuk bersikap adil dan tidak menghukumi sebelum tahu permasalahannya.
"Saya tidak mendukung ISIS, dan saya juga tidak berani mencela ISIS. Tapi saya ingin mengambil pelajaran dari fenomena ISIS," ujarnya.
Sebelum menilai ISIS, kata Habib Rizieq, kita mesti tahu dulu bagaimana latar belakang masalahnya. Saat Irak di pimpin oleh Presiden Saddam Hussein, Amerika menyerang Irak. Tidak hanya Amerika, 40 negara lain juga ikut bekerjasama menyerang Irak. Mereka gulingkan Saddam Hussein, mereka ambil minyaknya, mereka porak-porandakan Iraq, dan mereka taruh pemerintahan boneka disana.
Akhirnya yang terjadi sendi-sendi tata negara Irak rontok, pemerintahan Irak rusak, lalu di mana-mana di negeri Irak terjadi kerusuhan. Suku perang antar suku, golongan perang antar golongan, kota perang antar kota, komandan perang lawan komandan lainnya, dan dimana-mana terjadi kezaliman. Bahkan oknum-oknum tentara Irak, oknum-oknum polisi Irak banyak yang berbuat zalim kepada rakyat. Tentara-tentara Amerika perkosa wanita-wanita Irak, mereka membunuhi rakyat Iraq. Jutaan orang terbunuh akibat kezaliman yang terjadi. Anak-anak menyaksikan langsung bagaimana bapaknya disembelih, mereka juga melihat bagaimana ibunya diperkosa, mereka merasakan bagaimana harta benda rumahnya dirampas. Dan itu semua berlangsung selama 15 tahun.
"Dan ketika semua itu terjadi, Saudi dimana? Quwait dimana? Bahrain dimana? Yaman, Mesir dimana? Dan Indonesia dimana? Semua tidak mau angkat bicara, semua diam, takut dengan Amerika. Masya Allah.." ungkap Habib Rizieq.
"Amerikalah yang mengacak-acak Irak. Berapa banyak perempuan Irak yang ditangkap di jalan, dimasukkan ke penjara Abu Ghraib, penjara paling manakutkan di Irak. Dan setiap hari mereka diperkosa oleh tentara Amerika. Begitu Amerika pulang, kebiadaban itu terus berlanjut oleh tentara-tentara dan polisi-polisi Irak. Disaat terjadi itu semua, kemana kita? Kenapa kita tidak datang menolong mereka? Kenapa kita tidak suarakan penderitaan mereka? 15 tahun mereka dizalimi dan kita diam," ujarnya.
Dijelaskan Habib, setelah 15 tahun kezaliman berlangsung, mereka mulai membela diri dengan membuat kelompok-kelompok jihad. Ada yang anggotanya 50 orang, ada yang 100 orang, ada juga yang 1000 orang. Dan salah satunya ISIS ini. Setelah mereka menyusun kekuatan, lalu mereka serbu sarang-sarang tentara, setelah mereka serbu mereka rampas senjatanya, mereka juga menyerbu kantor-kantor polisi negara dan mereka mulai melakukan perlawanan.
"Dan yang peristiwa terbesar adalah yang kemarin yang bikin gempar dunia, mereka serbu kota Mosul kota kedua terbesar setelah Baghdad. Mereka tangkap tentara-tentara Irak mereka tangkap polisi-polisi Irak yang mereka vonis sebagai antek Amerika, yang memperkosa perempuan-perempuan mereka, yang membunuh keluarga mereka. Begitu mereka tangkap, 1700 orang di eksekusi mati ditengah kota. Ini yang membuat dunia gempar. Ya mereka memang kejam, ya katakan mereka zalim, ya memang brutal. Tapi kebrutalan itu tidak lahir begitu saja, kebrutalan itu lahir dari kezaliman yang mereka alami selama 15 tahun. Itulah yang terjadi di Iraq," jelas Habib Rizieq.
Karena itu, kata Habib Rizieq, yang dapat kita ambil pelajaran ialah jika tidak ingin muncul kelompok-kelompok seperti ISIS di Indonesia, gampang caranya. Tegakkan saja keadilan. Rakyat Indonesia jangan dizalimi, tanahnya jangan dirampas, tentara dan polisinya harus bersikap baik, baik kepada ulama juga kepada rakyat. Jadilah pemerintahan yang adil, kesejahteraan diperhatikan, pendidikan dan kesehatan rakyat diperhatikan, korupsi diberantas, tampat maksiat semua ditutup, dan jangan biarkan Islam dihina oleh siapapun.
"Tetapi jika pemerintah zalim. Korupsi dibiarkan, rakyat miskin makin miskin, kemunkaran dibiarkan, minuman keras judi pelacuran dilegalkan, homo lesbi dibiarkan, pornografi dibiarkan, aliran sesat dibiarkan, tanah rakyat dirampas, tentara zalim, polisi membunuhi rakyat, main culik main bunuh seperti yang dilakukan densus 88, kezaliman dimana-mana maka jangan salahkan rakyat jika nantinya muncul gerakan-gerakan perlawanan," tegas Habib Rizieq.
Jadi kembali terkait ISIS, jangan percaya media sekuler karena tidak semua diberitakan. Disaat mereka membebaskan tahanan di penjara Abu Ghraib atau disaat mereka disambut bak pahlawan oleh masyarakat Mosul itu tidak diberitakan.
"Kita harus adil, apa-apa yang buruk terbukti dari ISIS katakan buruk, setiap kezaliman ISIS kita harus tolak itu semua dan kritisi. Tapi jangan lupa ISIS ingin menegakkan khilafah itu bagus, ingin menerapkan syariat Islam itu bagus, dan ISIS ingin melawan Amerika juga itu bagus," pungkas Habib Rizieq.
~Sumber : FP Habib Rizieq~
Munculnya #ISIS Ditengah Kedloliman Amerika
Islam sangat peduli terhadap keadilan, dan umat Islam wajib menjunjung tinggi keadilan. Kepada siapapun kita harus adil, termasuk kepada musuh, kepada orang-orang kafir, dan kepada orang yang kita benci tetap wajib berlaku adil. Allah Swt berfirman: Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu golongan menjadikan kamu tidak berlaku adil. Demikian dijelaskan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab mengawali ceramahnya di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat Rabu (13/8/2014).
"Namun jika keadilan tidak didapatkan, maka yang terjadi adalah kezaliman. Orang zalim pasti dia tidak adil, dan kalau orang adil pasti dia tidak zalim. Allah Swt berfirman: Kalian tidak boleh berbuat zalim dan tidak boleh dizalimi," tambahnya.
Terhadap fenomena ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) yang sedang ramai diberitakan saat ini, Habib Rizieq juga mengajak untuk bersikap adil dan tidak menghukumi sebelum tahu permasalahannya.
"Saya tidak mendukung ISIS, dan saya juga tidak berani mencela ISIS. Tapi saya ingin mengambil pelajaran dari fenomena ISIS," ujarnya.
Sebelum menilai ISIS, kata Habib Rizieq, kita mesti tahu dulu bagaimana latar belakang masalahnya. Saat Irak di pimpin oleh Presiden Saddam Hussein, Amerika menyerang Irak. Tidak hanya Amerika, 40 negara lain juga ikut bekerjasama menyerang Irak. Mereka gulingkan Saddam Hussein, mereka ambil minyaknya, mereka porak-porandakan Iraq, dan mereka taruh pemerintahan boneka disana.
Akhirnya yang terjadi sendi-sendi tata negara Irak rontok, pemerintahan Irak rusak, lalu di mana-mana di negeri Irak terjadi kerusuhan. Suku perang antar suku, golongan perang antar golongan, kota perang antar kota, komandan perang lawan komandan lainnya, dan dimana-mana terjadi kezaliman. Bahkan oknum-oknum tentara Irak, oknum-oknum polisi Irak banyak yang berbuat zalim kepada rakyat. Tentara-tentara Amerika perkosa wanita-wanita Irak, mereka membunuhi rakyat Iraq. Jutaan orang terbunuh akibat kezaliman yang terjadi. Anak-anak menyaksikan langsung bagaimana bapaknya disembelih, mereka juga melihat bagaimana ibunya diperkosa, mereka merasakan bagaimana harta benda rumahnya dirampas. Dan itu semua berlangsung selama 15 tahun.
"Dan ketika semua itu terjadi, Saudi dimana? Quwait dimana? Bahrain dimana? Yaman, Mesir dimana? Dan Indonesia dimana? Semua tidak mau angkat bicara, semua diam, takut dengan Amerika. Masya Allah.." ungkap Habib Rizieq.
"Amerikalah yang mengacak-acak Irak. Berapa banyak perempuan Irak yang ditangkap di jalan, dimasukkan ke penjara Abu Ghraib, penjara paling manakutkan di Irak. Dan setiap hari mereka diperkosa oleh tentara Amerika. Begitu Amerika pulang, kebiadaban itu terus berlanjut oleh tentara-tentara dan polisi-polisi Irak. Disaat terjadi itu semua, kemana kita? Kenapa kita tidak datang menolong mereka? Kenapa kita tidak suarakan penderitaan mereka? 15 tahun mereka dizalimi dan kita diam," ujarnya.
Dijelaskan Habib, setelah 15 tahun kezaliman berlangsung, mereka mulai membela diri dengan membuat kelompok-kelompok jihad. Ada yang anggotanya 50 orang, ada yang 100 orang, ada juga yang 1000 orang. Dan salah satunya ISIS ini. Setelah mereka menyusun kekuatan, lalu mereka serbu sarang-sarang tentara, setelah mereka serbu mereka rampas senjatanya, mereka juga menyerbu kantor-kantor polisi negara dan mereka mulai melakukan perlawanan.
"Dan yang peristiwa terbesar adalah yang kemarin yang bikin gempar dunia, mereka serbu kota Mosul kota kedua terbesar setelah Baghdad. Mereka tangkap tentara-tentara Irak mereka tangkap polisi-polisi Irak yang mereka vonis sebagai antek Amerika, yang memperkosa perempuan-perempuan mereka, yang membunuh keluarga mereka. Begitu mereka tangkap, 1700 orang di eksekusi mati ditengah kota. Ini yang membuat dunia gempar. Ya mereka memang kejam, ya katakan mereka zalim, ya memang brutal. Tapi kebrutalan itu tidak lahir begitu saja, kebrutalan itu lahir dari kezaliman yang mereka alami selama 15 tahun. Itulah yang terjadi di Iraq," jelas Habib Rizieq.
Karena itu, kata Habib Rizieq, yang dapat kita ambil pelajaran ialah jika tidak ingin muncul kelompok-kelompok seperti ISIS di Indonesia, gampang caranya. Tegakkan saja keadilan. Rakyat Indonesia jangan dizalimi, tanahnya jangan dirampas, tentara dan polisinya harus bersikap baik, baik kepada ulama juga kepada rakyat. Jadilah pemerintahan yang adil, kesejahteraan diperhatikan, pendidikan dan kesehatan rakyat diperhatikan, korupsi diberantas, tampat maksiat semua ditutup, dan jangan biarkan Islam dihina oleh siapapun.
"Tetapi jika pemerintah zalim. Korupsi dibiarkan, rakyat miskin makin miskin, kemunkaran dibiarkan, minuman keras judi pelacuran dilegalkan, homo lesbi dibiarkan, pornografi dibiarkan, aliran sesat dibiarkan, tanah rakyat dirampas, tentara zalim, polisi membunuhi rakyat, main culik main bunuh seperti yang dilakukan densus 88, kezaliman dimana-mana maka jangan salahkan rakyat jika nantinya muncul gerakan-gerakan perlawanan," tegas Habib Rizieq.
Jadi kembali terkait ISIS, jangan percaya media sekuler karena tidak semua diberitakan. Disaat mereka membebaskan tahanan di penjara Abu Ghraib atau disaat mereka disambut bak pahlawan oleh masyarakat Mosul itu tidak diberitakan.
"Kita harus adil, apa-apa yang buruk terbukti dari ISIS katakan buruk, setiap kezaliman ISIS kita harus tolak itu semua dan kritisi. Tapi jangan lupa ISIS ingin menegakkan khilafah itu bagus, ingin menerapkan syariat Islam itu bagus, dan ISIS ingin melawan Amerika juga itu bagus," pungkas Habib Rizieq.
~Sumber : FP Habib Rizieq~
Sekitar 34.300 hasil (0,44 detik)
Hasil Telusur
HABIB RIZIEQ FPI - TAUHID ISLAM & AGAMA LAEN 1 ...
www.youtube.com/watch?v=MHxH1tCJuJ0
14 Agt 2008 - Diunggah oleh bang jampanx
Paparan landasan tauhid islam sebagai fondasi syari'at islam keseluruhan, diulas abis sama habib ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar