Sabtu, 01 Agustus 2015

Wahabi mencatut Imam Syafi'i dalam tuchid tiga macam

Sumber : https://generasisalaf.wordpress.com/2014/04/01/salafy-wahabi-memfitnah-mencatut-nama-imam-syafii-demi-melegalkan-konsep-tritauhid-salafy-wahabi/
menggunting1
Aksi keji kelompok Wahabi Salafi kembali terjadi. Di dalam sebuah buku (yang belum diketahui siapa pengarang dan judulnya), kelompok Wahabi Salafi dengan begitu beraninya melakukan fitnah dan kebohongan besar terhadap salah satu ulama ahlussunnah wal jama’ah, Imam Syafi’i. Seorang ulama kenamaan pendiri Madzhab Syafi’i diftnah mengikuti aqidah mujassimah.

Disebutkan dalam buku fitnah tersebut dengan judul yang begitu jelas tertulis “Imam Syafi’i menetapkan pembagian tauhid menjadi tiga”. Yang dimaksudkan adalah tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah, dan tauhid asma wa shifat. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.
Selama ini, tidak ada satu pun ulama yang membagi tauhid menjadi tiga baik ulama salaf maupun khalaf. Apalagi Imam Syafi’i, sejak kapan beliau membagi tauhid menjadi tiga? Darimana sumber yang menyatakan bahwa Imam Syafi’i membagi-bagi tauhid menjadi tiga? Yang melakukan hal itu hanyalah dari kelompok Wahabi Salafi saja. Astaghfirulloh, kami berlindung kepada Allah dari fitnah Wahabi Salafi.
Berikut kami nukilkan potongan tulisan yang berisi fitnah yang mengatasnamakan Imam Syafi’i dalam buku itu:
Imam Syafi’i menetapkan pembagian tauhid menjadi tiga
Berdasarkan penelitian yang saksama terhadap dalil-dalil al-Qur’an dan hadits Nabi SAW, para ulama menyimpulkan bahwa tauhid dibagi menjadi:
1. Tauhid Rububiyyah,
2. Tauhid Uluhiyyah,
3. Tauhid Asma wa Shifat.
Pembagian tauhid ini bukanlah perkara baru (baca: bid’ah) apalagi menyerupai agama trinitas, tetapi pembagian ini berdasarkan penelitian terhadap dalil. Hal ini persis dengan pembagian para ulama ahli bahasa yang membagi kalimat menjadi tiga: isim, fi’il, dan huruf.
Berikut adalah gambar scan buku fitnah tersebut:
Manipulasi Salafy-wahabi Imam Syafi'i tidak pernah mengakui konsep tri tauhid-00
Pencatutan nama Imam Syafi'i demi melegalkan konsep TriTauhid Salafy-Wahabi
Pencatutan nama Imam Syafi’i demi melegalkan konsep TriTauhid Salafy-Wahabi
Astaghfirulloh. Itulah satu dari sekian banyak bukti bagaimana Wahabi Salafi menghalalkan segala cara untuk menyebarkan pahamnya sampai-sampai melakukan fitnah dan kebohongan kepada para ulama salaf ahlussunnah wal jama’ah. Padahal Imam Syafi’i dan ulama-ulama salaf lainnya tidak pernah membagi tauhid menjadi tiga seperti di atas. Karena, ketiga “Aqidah Trinitas” tersebut adalah aqidah kaum Mujassimah yang dianut oleh Wahabi Salafi dan ujung-ujugnya membid’ahkan dan memusyrikkan amaliyah ulama Ahlussunnah wal Jama’ah yang tidak sepaham dengan aqidah mereka.
Tauhid Imam Syafi'i menurut ulama-ulama mu'tabar Syafi'iyyah
Hal itu bisa dilihat dan dibuktikan di dalam kitab tauhid “AL-KAWKABUL AZHAR SYARAH AL-FIQHUL AKBAR “ karya Imam Syafi’i sebagai berikut:
Kitab “Al-Kawkab Al-Azhar Syarah Al-Fiqhu Al-Akbar”, karya Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i
قال الشافيع رحمه الله تعالى ( فان قيل : أليس قد قال الله تعالى ( الرحمن على العرش استوى ) يقال ان هذه الأية من المتشابهات و الذي نختار من الجواب عنها و عن أمثالها لمن لا يريد التبحر فى العلم أن يمر بها كما جاءت و لا يبحث عنها و لا يتكلم فيها لأنه لا يأمن من الوقوع فى ورطة التشبيه اذا لم يكن راسخا فى العلم . و يجب أن يعتقد فى صفات الباري تعالى من ذكرناه و أنه لا يحويه مكان و لا يجري عليه زمان منزه عن الحدود و النهايات مستغن عن المكان و الجهات و يتخلص من الهالك و الشبهات . و لهذا المعنى زجر مالك رحمه الله رجلا حين سأله عن هذه الأية فقال : الاستواء مذكور و الكيفية مجهولة و الايمان به واجب و السؤال عنه بدعة ثم قال : و ان عدت الى مثله أمرت بضرب رقبته . أعاذنا الله و اياكم من التشبيه
Berkata Imam Syafi’i, semoga Allah ta’ala merahmatinya: (Maka seandainya dikatakan: Tidakkah Allah ta’ala berfirman:
الرجمن على العرش استوى
Dikatakan bahwa ayat ini bagian dari ayat mustasyabbihat (ayat yang samar untuk mengetahui maksud dan tujuannya dan perlu penjelasan dari pakar tafsir Al-Qur’an). Adapun jawaban yang kami pilih dari ayat mutasyabbihat dan keasamaan-kesamaannya ini berlaku bagi orang yang tidak mau mendalami ilmunya agar melewatinya seperti apa adanya ayat dan tidak perlu membahas dan membicarakan ayat ini. Karena, hal ini tidak akan aman untuk terjatuh ke dalam lumpur “Tasybih”, yakni menyamakan Allah dengan makhluk apabila bukan dari golongan orang-orang yang dalam ilmunya.
Dengan demikian, wajib bagi setiap muslim yang mukallaf untuk mengi’tiqadkan atau meyakinkan perkara di dalam sifat-sifat Dzat Maha Pencipta (Allah) ta’ala seperti apa yang telah kami terangkan, di mana Allah ta’ala tidak diliputi oleh tempat dan tidak berlaku zaman bagi-Nya. Juga, Dia maha dibersihkan dari segala batasan, dan ujung dan tidak butuh kepada tempat dan arah. Dia selamat dari segala bentuk kerusakan dan keserupaan.
Oleh karena dengan adanya makna ayat ini, maka Imam Malik rahimahullah melarang kepada seseorang untuk menanyakan tentang ayat ini. Beliau berkata: Al-Istiwa’ sesuatu yang sudah disebut. Kaifiat (pertingkah) sesuatu yang samar. Iman dengan ayat ini wajib. Dan, bertanya tentang ayat ini bid’ah.
Kemudian, beliau berkata: Seandainya engkau kembali menanyakan kepada semitsal ayat ini, maka aku memerintahkan supaya engkau menepuk lehermu. Semoga Allah melindungi kita dan kalian untuk tidak menyamakan Allah dengan makhluk !
{Keterangan dari kitab “Al-Kawkab Al-Azhar Syarah Al-Fiqhu Al-Akbar”, karya Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, halaman 68, cetakan “Darul Fikr”, Beirut – Libanon. Ditulis ulang oleh KH. Muhammad Thobary Syadzily, Pengasuh Pondok Pesantren Al Husna Tangerang).
Ketahuilah pembagian tauhid menjadi tiga (Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma wa Shifat) telah terbukti secara ilmiah kebatilannya dan bukan bersumber dari ajaran Islam. Allah dan RasulNya tidak pernah mengajarkan tauhid dengan model trinitas seperti itu. Begitu juga para Sahabat Nabi tidak ada satu pun yang mengajarkan “tauhid tiga” tersebut.
Umat Islam harus paham bahwa masalah tauhid/aqidah merupakan masalah ushul, yang wajib berdasar dalil Qoth’i (pasti). Perlu dipertanyakan darimana dan apa dalil Qoth’i yang menjadi dasar pembagian tauhid tiga tersebut. Selain itu, efek samping dari ajaran “tauhid tiga” yang batil ini hanya akan menimbulkan fitnah di tengah Umat Islam. Seperti kita ketahui bersama, tauhid tiga ajaran Wahabi Salafi ujung-ujungnya hanya bermaksud untuk menuduh bahkan memvonis kaum beriman sebagai musyrik. Sebagai contoh dalam masalah tauhid asma wasifat dimana kelompok Wahabi Salafi ingin mengeluarkan faham Asy’ariah dari kelompok kaum muslimin yang benar, khususnya berkenaan dengan ayat-ayat sifat atau ayat-ayat mutasabihat yang berkaitan dengan masalah boleh tidaknya ta’wil.
Dan ternyata memang pembagian tauhid menjadi tiga (Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma wa Shifat) sama sekali tidak memiliki dasar, baik dari al-Qur’an, dan hadits, serta tidak ada seorang pun dari para ulama Salaf atau seorang ulama saja yang kompeten dalam keilmuannya yang membagi tauhid kepada tiga bagian tersebut. Pembagian tauhid kepada tiga bagian ini adalah pendapat ekstrim dari kaum Musyabbihah masa sekarang, mereka mengaku datang sebagai penegak Tauhid untuk memberantas bid’ah namun sebenarnya mereka adalah orang-orang yang membawa bid’ah. Mereka adalah kelompok yang terjerumus dalam aqidah tasybih dan tajsim yang menyamakan Allah SWT dengan makhlukNya. Wallohu a’lam.
*****
FITNAH SALAFY & WAHABI YANG LAIN
Mereka (wahhaby salafy) mengatakan bahwa Imam Syafi’I saja berkeyakinan bahwa Allah itu berada di atas Arsy di dalam langitnya, berikut dalil palsu mereka :Di dalam kitab Mukhtashor Al-‘ulwu halaman : 176, juga terdapat dalam ucapan Ibnu Al-Qoyyim dalam bab Ijtima’ul juyusy, disebutkan berikut ini :

” روى شيخ الإسلام أبو الحسن الهكاري ، والحافظ أبو محمد المقدسي بإسنادهم إلى أبي ثور وأبي شعيب كلاهما عن الإمام محمد بن إدريس الشافعي ناصر الحديث رحمه الله قال: القول في السنة التي أنا عليها ورأيت أصحابنا عليها أهل الحديث الذين رأيتهم وأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الاقرار بالشهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ، وأن الله تعالى على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وأن الله ينزل إلى السماء الدنيا كيف شاء ”
” Syaikhul Islam Abu Hasan Al-Hakary meriwayatkan dan Al-Hafidz Abu Muhammad Al-Muqoddasi dengan isnad mereka kepada Abu Tsaur dan Abu Syu’aib, keduanya dari imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I, Nashirul hadits Rh, beliau berkata ” Pendapat di dalam sunnah yang aku pegang dan juga para sahabatku dari Ahli hadits yang telah aku saksikan dan aku ambil dari mereka seperti Sufyan, Malik dan selain keduanya adalah pengakuan dengan syahadah bahwa tiada Tuhan selain Allah Swt, Muhammad adalah utusan Allah dan sesungguhnya Allah Swt di atas Arsy-Nya di dalam langit-Nya yang mendekat kepada makhluk-Nya kapan saja DIA kehendaki, dan sesungguhnya Allah turun ke langit dunia kapan saja DIA kehendaki “.
JAWABAN :
Benarkah ini ucapan dan pendapat imam Syafi’i ??? di sini kita akan membongkar kebusukan dan penipuan mereka atas nama imam Syafi’i.
Dari sisi sanad :
1. Al-Hafidz Adz-Dzahaby di dalam kitabnya MIZAN AL-I’TIDAL juz : 3 halaman : 112 berkata :
أبي الحسن الهكاري : أحد الكذابين الوضاعين
” Abu Al-Hasan Al-Hakkari adalah salah satu orang yang suka berdusta dan sering memalsukan ucapan ”
2. Abul Al-Qosim bin Asakir juga berkata :
قال أبو القاسم بن عساكر : لم يكن موثوقاً به
” Dia (Abu Al-Hasan) orang yang tidak dapat dipercaya ”
3. Ibnu Najjar berkata :
وقال ابن النجار : متهم بوضع الحديث وتركيب الأسانيد
” Dia dicurigai memalsukan hadits dan menyusun-nysun sanad ”
Al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitab LISAN AL-MIZAN juz : 4 halaman : 159 berkata :
وكان الغالب على حديثه الغرائب والمنكرات ، وفي حديثه أشياء موضوعة
” Kebanyakan hadits yg diriwayatkannya adalah ghorib dan mungkar dan juga terdapat hadits-hadits palsunya “.
4. Ibrahim bin Muhammad Ibn Sibth bin Al-Ajami di di dalam kitabnya Al-Kasyfu Al-Hatsits juz ; 1 halaman : 184 :
وهو كذاب وضاع
” Dia adalah seorag yang suaka berdusta dan suka memalsukan hadits ”
Dari sisi tarikh / sejarah :
Mereka (wahhaby salafy) mengaku atsar tersebut diriwayatkan oleh Abu Syu’aib dari imam Syafi’i. Benarkah ??
Ini sebuah kedustaan yang nyata karena di dalam kitab-kitab tarikh / sejarah bahwasanya Abu Syu’aib ini dilahirkan dua tahun setelah wafatnya imam Syafi’i, sebagaimana disebutkan dalam kitab TARIKH AL-BAGHDADI juz : 9 halaman : 436.
Sekarang bagaimanakah aqidah imam syafi’i yang sebenarnya tentang Istiwa Allah Swt ?
Berikut ini ucapan-ucapan imam Syafi’i yang kami nukil dari kitab-kitab yang mu’tabar dan dari riwayat-riwayat yang tsiqoh :

1 Ketika imam Syafi’I ditanya tentang makna ISTIWA dalam al-Quran beliau menjawab :

” ءامنت بلا تشبيه وصدقت بلا تمثيل واتهمت نفسي في الإدراك وأمسكت عن الخوض فيه كل الإمساك”
ذكره الإمام أحمد الرفاعي في ( البرهان المؤيد) (ص 24) والإمام تقي الدين الحصني في (دفع شبه من شبه وتمرد ) (ص 18) وغيرهما كثير.
” Aku mengimani istiwa Allah tanpa memberi perumpamaan dan aku membenarkannya tanpa member permisalan, dan aku mengkhawatirkan nafsuku di dalam memahaminya dan aku mencegah diriku dari memperdalam persoalan ini dengan sebenar-benarnya pencegahan ”
Ini telah disebutkan oleh imam Ahmad Ar-Rifa’i di dalam kitab ” Al-Burhan Al-Muayyad ” (Bukti yang kuat) halaman ; 24.
Juga telah disebutkan oleh imam Taqiyyuddin Al-Hishni di dalam kitab Daf’u syibhi man syabbaha wa tamarroda halaman : 18. Di dalam kitab ini juga pada halaman ke 56 disebutkan bahwa imam Syafi’I berkata :
ءامنت بما جاء عن الله على مراد الله وبما جاء عن رسول الله على مراد رسول الله
” Aku beriman dengan apa yang dating dari Allah Swt atas menurut maksud Allah Swt, dan beriman dengan apa yang dating dari Rasulullah Saw menurut maksud Rasulullah Saw “.
Syaikh Salamah Al-Azaami dan selainnya mengomentari ucapan imam syafi’I tsb :
ومعناه لا على ما قد تذهب إليه الأوهام والظنون من المعاني الحسية والجسمية التي لا تجوز في حق الله تعالى.
” Maknanya adalah bukan seperti yang terlitas oleh pikiran dan persangkaan dari makna fisik dan jisim yang tidak boleh bagi haq Allah Swt ”
Dan masih banyak lagi yang lainnya.

2. Ketika imam Syafi’i ditanya tentang sifat Allah Swt, beliau menjawab :

حرام على العقول أن تمثل الله تعالى وعلى الأوهام أن تحد وعلى الظنون أن تقطع وعلى النفوس أن تفكر وعلى الضمائر أن تعمق وعلى الخواطر أن تحيط إلا ما وصف به نفسه – أي الله – على لسان نبيه صلى الله عليه وسلم
ذكره الشيخ ابن جهبل في رسالته انظر طبقات الشافعية الكبرى ج 9/40 في نفي الجهة عن الله التي رد فيها على ابن تيمية.
” Haram bagi akal untuk menyerupakan Allah Swt, haram bagi pemikiran untuk membatasi Allah Swt, haram bagi persangkaan untuk memutusi Allah Swt, haram bagi jiwa untuk bertafakkur, haram bagi hati untuk memperdalam sifat Allah, haram bagi lintasan hati untuk membatasi Allah, kecuali apa yang telah Allah sifati sendiri atas lisan nabi-Nya Muhammad Saw “.
(Telah disebutkan oleh syaikh Ibnu Jahbal di dalam Risalahnya, lihatlah Thobaqot Asy-Syafi’iyyah Al-Kubra juz : 9 halaman : 40 tentang menafikan arah dari Allah Swt sebagai bantahan atas Ibnu Taimiyyah)
3. Di dalam kitab Ittihaafus saadatil muttaqin juz : 2 halaman ; 24, imam Syafi’I berkata :
إنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان وهو على صفة الأزلية كما كان قبل خلقه المكانَ لا يجوز عليه التغييرُ في ذاته ولا التبديل في صفاته”
” Sesungguhnya Allah Ta’ala ada dan tanpa tempat, lalu Allah menciptakan tempat sedangkan Allah masih atas sifat azaliyah-Nya sebagaimana wujud-Nya sebelum menciptakan tempat. Mustahil bagi Allah perubahan di dalam Dzat-Nya dan juga pergantian di dalam sifat-sifat-Nya “.
4. Di dalam kitab Syarh Al-Fiqhu Al-Akbar halaman : 52, imam Syafi’I berkata yang merupakan keseluruhan pendapat beliau tentang Tauhid :
من انتهض لمعرفة مدبره فانتهى إلى موجود ينتهي إليه فكره فهو مشبه وإن اطمأن إلى العدم الصرف فهو معطل وإن اطمأن لموجود واعترف بالعجز عن إدراكه فهو موحد
” Barangsiapa yang bergerak untuk mengetahui Allah Sang Maha Pengatur-Nya hingga pikirannya sampai pada hal yang wujud, maka ia adalah musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dgn makhluq). Dan jika ia merasa tenang dengan suatu hal yang tiada, maka ia adalah mu’aththil (meniadakan sifat Allah Swt). Dan jika ia merasa tenang pada kwujudan Allah Swt dan mengakui ketidak mampuan untuk memahaminya, maka ia adalah muwahhid (orang yang mengesakan Allah Swt) ”
Sungguh imam Syafi’I begitu jeli dan luas pemahamannya akan hal ini, beliau sungguh telah mengambil dari ayat-ayat Allah Swt dalam Al-Quran :
– {لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ } [سورة الشورى]
” Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah ”
– فَلاَ تَضْرِبُواْ لِلّهِ الأَمْثَالَ } [سورة النحل]
” Janganlah kalian membuat perumpamaan-perumpoamaan bagi Allah Swt ”
– :{هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا } [سورة مريم]
” Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia ? ”
Semua ini membuktikan bahwa imam Syafi’I Ra mensucikan Allah Swt dan sifat-sifat-Nya dari apa yang terlintas dalam pikiran berupa makna-makna jisim / fisik seperti duduk, dibatasi dengan arah, tempat, gerakan dan diam serta yang semisalnya dan inilah aqidah Ahlus sunnah wal jama’ah.
Source: inilah-salafi.blogspot.com, KH. Thobary Syadzily & kampussalafi.blogspot.com
SALAFY-WAHABI MEMFITNAH & MENCATUT NAMA IMAM SYAFI’I DEMI MELEGALKAN KONSEP TRITAUHID SALAFY WAHABI
Aksi keji kelompok Wahabi Salafi kembali terjadi. Di dalam sebuah buku (yang belum diketahui siapa pengarang dan judulnya), kelompok Wahabi Salafi dengan begitu beraninya melakukan fitnah dan kebohongan besar terhadap salah satu ulama ahlussunnah wal jama’ah, Imam Syafi’i. Seorang ulama kenamaan pendiri Madzhab Syafi’i diftnah mengikuti aqidah mujassimah.
Disebutkan dalam buku fitnah tersebut dengan judul yang begitu jelas tertulis “Imam Syafi’i menetapkan pembagian tauhid menjadi tiga”.
Yang dimaksudkan adalah tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah, dan tauhid asma wa shifat.
Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.

Selama ini, tidak ada satu pun ulama yang membagi tauhid menjadi tiga baik ulama salaf maupun khalaf. Apalagi Imam Syafi’i, sejak kapan beliau membagi tauhid menjadi tiga? Darimana sumber yang menyatakan bahwa Imam Syafi’i membagi-bagi tauhid menjadi tiga? Yang melakukan hal itu hanyalah dari kelompok Wahabi Salafi saja. Astaghfirulloh, kami berlindung kepada Allah dari fitnah Wahabi Salafi.
Berikut kami nukilkan potongan tulisan yang berisi fitnah yang mengatasnamakan Imam Syafi’i dalam buku itu:
Imam Syafi’i menetapkan pembagian tauhid menjadi tiga
Berdasarkan penelitian yang saksama terhadap dalil-dalil al-Qur’an dan hadits Nabi SAW, para ulama menyimpulkan bahwa tauhid dibagi menjadi:
1. Tauhid Rububiyyah,
2. Tauhid Uluhiyyah,
3. Tauhid Asma wa Shifat.
Pembagian tauhid ini bukanlah perkara baru (baca: bid’ah) apalagi menyerupai agama trinitas, tetapi pembagian ini berdasarkan penelitian terhadap dalil. Hal ini persis dengan pembagian para ulama ahli bahasa yang membagi kalimat menjadi tiga: isim, fi’il, dan huruf.

Berikut adalah gambar scan buku fitnah tersebut:
Manipulasi Salafy-wahabi Imam Syafi'i tidak pernah mengakui konsep tri tauhid-00 Pencatutan nama Imam Syafi'i demi melegalkan konsep TriTauhid Salafy-Wahabi
Pencatutan nama Imam Syafi’i demi melegalkan konsep TriTauhid Salafy-Wahabi Astaghfirulloh. Itulah satu dari sekian banyak bukti bagaimana Wahabi Salafi menghalalkan segala cara untuk menyebarkan pahamnya sampai-sampai melakukan fitnah dan kebohongan kepada para ulama salaf ahlussunnah wal jama’ah. Padahal Imam Syafi’i dan ulama-ulama salaf lainnya tidak pernah membagi tauhid menjadi tiga seperti di atas. Karena, ketiga “Aqidah Trinitas” tersebut adalah aqidah kaum Mujassimah yang dianut oleh Wahabi Salafi dan ujung-ujugnya membid’ahkan dan memusyrikkan amaliyah ulama Ahlussunnah wal Jama’ah yang tidak sepaham dengan aqidah mereka.

Tauhid Imam Syafi'i menurut ulama-ulama mu'tabar Syafi'iyyah, Hal itu bisa dilihat dan dibuktikan di dalam kitab tauhid “AL-KAWKABUL AZHAR SYARAH AL-FIQHUL AKBAR “ karya Imam Syafi’i sebagai berikut:

Kitab “Al-Kawkab Al-Azhar Syarah Al-Fiqhu Al-Akbar”, karya Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i

ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﺎﻓﻴﻊ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ( ﻓﺎﻥ ﻗﻴﻞ : ﺃﻟﻴﺲ ﻗﺪ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ( ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺮﺵ ﺍﺳﺘﻮﻯ ) ﻳﻘﺎﻝ ﺍﻥ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻳﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺘﺸﺎﺑﻬﺎﺕ ﻭﺍﻟﺬﻱ ﻧﺨﺘﺎﺭ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻮﺍﺏ ﻋﻨﻬﺎ ﻭ ﻋﻦ ﺃﻣﺜﺎﻟﻬﺎ ﻟﻤﻦ ﻻ ﻳﺮﻳﺪ ﺍﻟﺘﺒﺤﺮ ﻓﻰ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﻤﺮ ﺑﻬﺎ ﻛﻤﺎ ﺟﺎﺀﺕ ﻭ ﻻ ﻳﺒﺤﺚ ﻋﻨﻬﺎ ﻭ ﻻ ﻳﺘﻜﻠﻢ ﻓﻴﻬﺎ ﻷﻧﻪ ﻻ ﻳﺄﻣﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﻮﻗﻮﻉ ﻓﻰ ﻭﺭﻃﺔ ﺍﻟﺘﺸﺒﻴﻪ ﺍﺫﺍ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺭﺍﺳﺨﺎ ﻓﻰ ﺍﻟﻌﻠﻢ . ﻭ ﻳﺠﺐ ﺃﻥ ﻳﻌﺘﻘﺪ ﻓﻰ ﺻﻔﺎﺕ ﺍﻟﺒﺎﺭﻱ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻣﻦ ﺫﻛﺮﻧﺎﻩ ﻭ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺤﻮﻳﻪ ﻣﻜﺎﻥ ﻭ ﻻ ﻳﺠﺮﻱ ﻋﻠﻴﻪ ﺯﻣﺎﻥ ﻣﻨﺰﻩ ﻋﻦ ﺍﻟﺤﺪﻭﺩ ﻭ ﺍﻟﻨﻬﺎﻳﺎﺕ ﻣﺴﺘﻐﻦ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ ﻭ ﺍﻟﺠﻬﺎﺕ ﻭ ﻳﺘﺨﻠﺺ ﻣﻦ ﺍﻟﻬﺎﻟﻚ ﻭ ﺍﻟﺸﺒﻬﺎﺕ . ﻭ ﻟﻬﺬﺍ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ ﺯﺟﺮ ﻣﺎﻟﻚ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺭﺟﻼ ﺣﻴﻦ ﺳﺄﻟﻪ ﻋﻦ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻳﺔ ﻓﻘﺎﻝ : ﺍﻻﺳﺘﻮﺍﺀ ﻣﺬﻛﻮﺭ ﻭ ﺍﻟﻜﻴﻔﻴﺔ ﻣﺠﻬﻮﻟﺔ ﻭ ﺍﻻﻳﻤﺎﻥ ﺑﻪ ﻭﺍﺟﺐ ﻭ ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ ﻋﻨﻪ ﺑﺪﻋﺔ ﺛﻢ ﻗﺎﻝ : ﻭ ﺍﻥ ﻋﺪﺕ ﺍﻟﻰ ﻣﺜﻠﻪ ﺃﻣﺮﺕ ﺑﻀﺮﺏ ﺭﻗﺒﺘﻪ . ﺃﻋﺎﺫﻧﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﺍﻳﺎﻛﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺸﺒﻴﻪ

Berkata Imam Syafi’i, semoga Allah ta’ala merahmatinya: (Maka seandainya dikatakan:
Tidakkah Allah ta’ala berfirman:

ﺍﻟﺮحمن ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺮﺵ ﺍﺳﺘﻮﻯ

Dikatakan bahwa ayat ini bagian dari ayat mustasyabbihat (ayat yang samar untuk mengetahui maksud dan tujuannya dan perlu penjelasan dari pakar tafsir Al-Qur’an). Adapun jawaban yang kami pilih dari ayat mutasyabbihat dan keasamaan-kesamaannya ini berlaku bagi orang yang tidak mau mendalami ilmunya agar melewatinya seperti apa adanya ayat dan tidak perlu membahas dan membicarakan ayat ini.
Karena, hal ini tidak akan aman untuk terjatuh ke dalam lumpur “Tasybih”, yakni menyamakan Allah dengan makhluk apabila bukan dari golongan orang-orang yang dalam ilmunya.
Dengan demikian, wajib bagi setiap muslim yang mukallaf untuk mengi’tiqadkan atau meyakinkan perkara di dalam sifat-sifat Dzat Maha Pencipta (Allah) ta’ala seperti apa yang telah kami terangkan, di mana Allah ta’ala tidak diliputi oleh tempat dan tidak berlaku zaman bagi-Nya. Juga, Dia maha dibersihkan dari segala batasan, dan ujung dan tidak butuh kepada tempat dan arah. Dia selamat dari segala bentuk kerusakan dan keserupaan.

Oleh karena dengan adanya makna ayat ini, maka Imam Malik rahimahullah melarang kepada seseorang untuk menanyakan tentang ayat ini. Beliau berkata: Al-Istiwa’ sesuatu yang sudah disebut. Kaifiat (pertingkah) sesuatu yang samar. Iman dengan ayat ini wajib. Dan, bertanya tentang ayat ini bid’ah.
Kemudian, beliau berkata: Seandainya engkau kembali menanyakan kepada semitsal ayat ini, maka aku memerintahkan supaya engkau menepuk lehermu. Semoga Allah melindungi kita dan kalian untuk tidak menyamakan Allah dengan makhluk !
{Keterangan dari kitab “Al-Kawkab Al-Azhar Syarah Al-Fiqhu Al-Akbar”, karya Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, halaman 68, cetakan “Darul Fikr”, Beirut – Libanon. Ditulis ulang oleh KH. Muhammad Thobary Syadzily, Pengasuh Pondok Pesantren Al Husna Tangerang).

Ketahuilah pembagian tauhid menjadi tiga
(Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma wa Shifat) telah terbukti secara ilmiah kebatilannya dan bukan bersumber dari ajaran Islam. Allah dan RasulNya tidak pernah mengajarkan tauhid dengan model trinitas seperti itu. Begitu juga para Sahabat Nabi tidak ada satu pun yang mengajarkan “tauhid tiga” tersebut.
Umat Islam harus paham bahwa masalah tauhid aqidah merupakan masalah ushul, yang wajib berdasar dalil Qoth’i (pasti). Perlu dipertanyakan darimana dan apa dalil Qoth’i yang menjadi dasar pembagian tauhid tiga tersebut. Selain itu, efek samping dari ajaran “tauhid tiga” yang batil ini hanya akan menimbulkan fitnah di tengah Umat Islam. Seperti kita ketahui bersama, tauhid tiga ajaran Wahabi Salafi ujung-ujungnya hanya bermaksud untuk menuduh bahkan memvonis kaum beriman sebagai musyrik. Sebagai contoh dalam masalah tauhid asma wasifat dimana kelompok Wahabi Salafi ingin mengeluarkan faham Asy’ariah dari kelompok kaum muslimin yang benar, khususnya berkenaan dengan ayat-ayat sifat atau ayat-ayat mutasabihat yang berkaitan dengan masalah boleh tidaknya ta’wil.
Dan ternyata memang pembagian tauhid menjadi tiga (Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma wa Shifat) sama sekali tidak memiliki dasar, baik dari al-Qur’an, dan hadits, serta tidak ada seorang pun dari para ulama Salaf atau seorang ulama saja yang kompeten dalam keilmuannya yang membagi tauhid kepada tiga bagian tersebut.
Pembagian tauhid kepada tiga bagian ini adalah pendapat ekstrim dari kaum Musyabbihah masa sekarang, mereka mengaku datang sebagai penegak Tauhid untuk memberantas bid’ah namun sebenarnya mereka adalah orang-orang yang membawa bid’ah. Mereka adalah kelompok yang terjerumus dalam aqidah tasybih dan tajsim yang menyamakan Allah SWT dengan makhlukNya.

Wallohu a’lam.
*****

FITNAH SALAFY & WAHABI YANG LAIN

Mereka (wahhaby salafy) mengatakan bahwa Imam Syafi’I saja berkeyakinan bahwa Allah itu berada di atas Arsy di dalam langitnya, berikut dalil palsu mereka :Di dalam kitab Mukhtashor Al-’ulwu halaman : 176, juga terdapat dalam ucapan Ibnu Al-Qoyyim dalam bab Ijtima’ul juyusy, disebutkan berikut ini :

ﺭﻭﻯ ﺷﻴﺦ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺃﺑﻮ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﺍﻟﻬﻜﺎﺭﻱ ، ﻭﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺃﺑﻮ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﻤﻘﺪﺳﻲ ﺑﺈﺳﻨﺎﺩﻫﻢ ﺇﻟﻰ ﺃﺑﻲ ﺛﻮﺭ ﻭﺃﺑﻲ ﺷﻌﻴﺐ ﻛﻼﻫﻤﺎ ﻋﻦ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺇﺩﺭﻳﺲ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻧﺎﺻﺮ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﻝ : ﺍﻟﻘﻮﻝ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺃﻧﺎ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﺭﺃﻳﺖ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺭﺃﻳﺘﻬﻢ ﻭﺃﺧﺬﺕ ﻋﻨﻬﻢ ﻣﺜﻞ ﺳﻔﻴﺎﻥ ﻭﻣﺎﻟﻚ ﻭﻏﻴﺮﻫﻤﺎ ﺍﻻﻗﺮﺍﺭ ﺑﺎﻟﺸﻬﺎﺩﺓ ﺃﻥ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺃﻥ ﻣﺤﻤﺪﺍ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ، ﻭﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻠﻰ ﻋﺮﺷﻪ ﻓﻲ ﺳﻤﺎﺋﻪ ﻳﻘﺮﺏ ﻣﻦ ﺧﻠﻘﻪ ﻛﻴﻒ ﺷﺎﺀ ﻭﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻨﺰﻝ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻛﻴﻒ ﺷﺎﺀ

” Syaikhul Islam Abu Hasan Al-Hakary meriwayatkan dan Al-Hafidz Abu Muhammad Al-Muqoddasi dengan isnad mereka kepada Abu Tsaur dan Abu Syu’aib, keduanya dari imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I, Nashirul hadits Rh, beliau berkata ” Pendapat di dalam sunnah yang aku pegang dan juga para sahabatku dari Ahli hadits yang telah aku saksikan dan aku ambil dari mereka seperti Sufyan, Malik dan selain keduanya adalah pengakuan dengan syahadah bahwa tiada Tuhan selain Allah Swt, Muhammad adalah utusan Allah dan sesungguhnya Allah Swt di atas Arsy-Nya di dalam langit-Nya yang mendekat kepada makhluk-Nya kapan saja DIA kehendaki, dan sesungguhnya Allah turun ke langit dunia kapan saja DIA kehendaki “.

JAWABAN :
Benarkah ini ucapan dan pendapat imam Syafi’i ??? di sini kita akan membongkar kebusukan dan penipuan mereka atas nama imam Syafi’i.

Dari sisi sanad :
1. Al-Hafidz Adz-Dzahaby di dalam kitabnya MIZAN AL-I’TIDAL juz : 3 halaman : 112 berkata :

ﺃﺑﻲ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﺍﻟﻬﻜﺎﺭﻱ : ﺃﺣﺪ ﺍﻟﻜﺬﺍﺑﻴﻦ ﺍﻟﻮﺿﺎﻋﻴﻦ

” Abu Al-Hasan Al-Hakkari adalah salah satu
orang yang suka berdusta dan sering memalsukan
ucapan “

2. Abul Al-Qosim bin Asakir juga berkata :

ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺍﻟﻘﺎﺳﻢ ﺑﻦ ﻋﺴﺎﻛﺮ : ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻣﻮﺛﻮﻗﺎً ﺑﻪ

” Dia (Abu Al-Hasan) orang yang tidak dapat dipercaya “

3. Ibnu Najjar berkata :

ﻭﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﻨﺠﺎﺭ : ﻣﺘﻬﻢ ﺑﻮﺿﻊ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻭﺗﺮﻛﻴﺐ ﺍﻷﺳﺎﻧﻴﺪ

” Dia dicurigai memalsukan hadits dan menyusun-nysun sanad “

Al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitab LISAN AL-MIZAN juz : 4 halaman : 159 berkata :

ﻭﻛﺎﻥ ﺍﻟﻐﺎﻟﺐ ﻋﻠﻰ ﺣﺪﻳﺜﻪ ﺍﻟﻐﺮﺍﺋﺐ ﻭﺍﻟﻤﻨﻜﺮﺍﺕ ، ﻭﻓﻲ ﺣﺪﻳﺜﻪ ﺃﺷﻴﺎﺀ ﻣﻮﺿﻮﻋﺔ

” Kebanyakan hadits yg diriwayatkannya adalah ghorib dan mungkar dan juga terdapat hadits- hadits palsunya “.

4. Ibrahim bin Muhammad Ibn Sibth bin Al-Ajami
di di dalam kitabnya Al-Kasyfu Al-Hatsits juz ; 1
halaman : 184 :

ﻭﻫﻮ ﻛﺬﺍﺏ ﻭﺿﺎﻉ

” Dia adalah seorag yang suaka berdusta dan suka memalsukan hadits “

Dari sisi tarikh / sejarah :
Mereka (wahhaby salafy) mengaku atsar tersebut diriwayatkan oleh Abu
Foto Nur Farhana Adilah Binti Ahmad Khushiri.
Semoga bermanfaat

1 komentar:

  1. sebaiknya tulisan seperti ini tidak perlu di anggkat mas.
    pembahasan ini sangat lemah. dimana...
    anda bisa mendapatkan gambar. tp anda tidakbisa menunjukkan kitab judulnya apa. karangan siapa penerbit mana?

    tanpa ke 3 poin di atas.
    sulit sebuah kebenaran bisa di ungkap keilmiayahannya.

    BalasHapus