Apakah yang memilih Imam al-Maturidiy juga tergolong ahlussunnah waljama’ah?
Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bersabda, yang artinya: “Sebaik-baik abad adalah abadku kemudian abad setelah mereka kemudian abad setelah mereka”. (Hadits Riwayat Imam Tirmidzi)
Pada masa ulama salaf ini, di sekitar tahun 260 H, mulai menyebar bid’ah Mu’tazilah, Khawarij, Musyabbihah dan lainnya dari kelompok-kelompok yang membuat faham baru.
Kemudian dua imam agung; Abu al-Hasan al-Asy’ari (W. 324 H) dan Abu Manshur al-Maturidi (W. 333 H) –semoga Allah meridlai keduanya– datang dengan menjelaskan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diyakini para Sahabat Nabi dan orang-orang yang mengikuti mereka, dengan mengemukakan dalil-dalil naqli (nash-nash al-Quran dan al-Hadits) dan dalil-dalil aqli (argumen rasional) disertai dengan bantahan-bantahan terhadap syubhat-syubhat (sesuatu yang dilontarkan untuk mengaburkan hal yang sebenarnya) Mu’tazilah, Musyabbihah, Khawarij tersebut di atas dan ahli bid’ah lainnya.
Sehingga Ahlussunnah dinisbatkan kepada keduanya. Mereka; Ahlussunnah Wal Jamaah akhirnya dikenal dengan nama al-Asy’ariyyun (para pengikut imam Abu al-Hasan Asy’ari) dan al-Maturidiyyun (para pengikut imam Abu Manshur al-Maturidi). Hal ini tidak menafikan bahwa mereka adalah satu golongan yaitu al-Jama’ah. Karena sebenarnya jalan yang ditempuh oleh al-Asy’ari dan al-Maturidi dalam pokok aqidah adalah sama dan satu.
Adapun perbedaan yang terjadi di antara keduanya hanya pada sebagian masalah-masalah furu’ (cabang) aqidah. Hal tersebut tidak menjadikan keduanya saling menghujat atau saling menyesatkan, serta tidak menjadikan keduanya lepas dari ikatan golongan yang selamat (al-Firqah al-Najiyah).
Perbedaan antara al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah ini adalah seperti halnya perselisihan yang terjadi antara para Sahabat Nabi, perihal apakah Rasulullah melihat Allah pada saat Mi’raj?.
Sebagian sahabat, seperti ‘Aisyah dan Ibn Mas’ud mengatakan bahwa Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam tidak melihat Tuhannya pada waktu Mi’raj.
Sedangkan Abdullah ibn ‘Abbas mengatakan bahwa Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam melihat Allah dengan hatinya. Allah memberi kemampuan melihat kepada hati Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam sehingga dapat melihat Allah.
Namun demikian al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah ini tetap sepaham dan sehaluan dalam dasar-dasar aqidah.
Al-Hafizh- Murtadla az-Zabidi (W. 1205 H) mengatakan: “Jika dikatakan Ahlussunnah wal Jama’ah, maka yang dimaksud adalah al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah “. (al-Ithaf, juz 2 hlm 6).
Jadi aqidah yang benar dan diyakini oleh para ulama salaf yang shalih adalah aqidah yang diyakini oleh al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah. Karena sebenarnya keduanya hanyalah meringkas dan menjelaskan aqidah yang diyakini oleh para nabi dan rasul serta para sahabat.
Apakah Aqidah Ahlussunnah Asy’ariyah Sama Dengan Aqidah Salafi Wahabi?
Aqidah Ahlusssunnah adalah aqidah yang diyakini oleh ratusan juta umat Islam, mereka adalah para pengikut madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi, serta orang-orang yang utama dari madzhab Hanbali (Fudhala’ al-Hanabilah).
Wallahu a’lam bish-showaab.
Pertanyaan:
Assalamu ‘Alaikum WR. WB.
Saya ingin bertanya. Apakah sama Aqidah As’ariyah dengan Aqidah yang dibagi 3, yaitu Uluhiyah, Rububiyah dan Asma’ Wassifat?. Karena aqidah yang 3 ini biasa dianut oleh golongan yang biasa membid’ahkan, mengkafirkan sesama muslim? Mohon penjelasannya. Jazakallah khairon.
Wassalamu ‘Alaikum WR.WB.
Saudaraku yang semoga di mulyakan Allah.
Faham Asy’ari tidak pernah membagi tauhid menjadi 3 bagian seperti tersebut dalam soal. Aqidah Asy’ariah adalah aqidah yang sudah dianut mayoritas ulama dunia diantaranya Amirul Muminin Filhadits Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dan Imam Nawawi yang kitab-kitab mereka sudah tersebar dan dibaca oleh umat islam di penjuru dunia.
Pembagian tauhid rububiyah, uluhiyah dan asma wasifat adalah pembagian yang tidak ada di dalam aqidah Asy’ariah.
Dan benar yang anda katakan pembagian tauhid ini adalah aqidahnya orang yang suka membidahkan orang lain dan telah terbukti secara ilmiyah kebatilan cara pembagian tauhid menurut cara mereka ini. Dan ada maksud didalam pembagian ini khususnya didalam masalah tauhid asma wasifat yaitu karena kelompok sesat ini ingin mengeluarkan faham Asy’ariah dari kelompok kaum muslimin yang benar khususnya berkenaan dengan ayat-ayat sifat atau ayat-ayat mutasabihat berkenaan dengan masalah boleh tidaknya ta’wil.
Wallohu a’lam bishshowab.
Aqidah Aswaja: Allah Tidak Bertempat di Langit
Allah adalah Dzat yang keberadaan-Nya tidak `harus` terikat berada di tempat mana, termasuk tidak berada di langit maupun di surga. Karena Allah itu bukan makhluk yang membutuhkan tempat. Allah adalah Dzat yang berdiri sendiri, dan tempat itu adalah makhluk. Sedangkan langit juga adalah makhluk, dan tempat yang berada di bawah serta di atas langit juga makhluk. Semua makhluq, termasuk langit, dan tempat yang berada di atas maupun di bawah langit itu adalah ciptaan Allah, sedangkan sebelum Allah menciptakan makhluk, Allah tidak membutuhkan apapun terhadap makhluk. Termasuk tidak butuh makhluk yang bernama tempat.
Artinya Allah tidak membutuhkan tempat untuk keberadaan-Nya, karena Allah itu bukan suatu materi yang membutuhkan tempat. Allah adalah Dzat yang Maha Suci dari membutuhkan tempat. Keberadaan Allah itu, tidak sama dengan keberadaan makhluk. Karena keberadaan makhluq itu selalu membutuhkan tempat, dan Allah itu sangat berbeda dan tidak sama dengan makhluk. Laisa kamitslihi syaiun (Allah itu tidak menyerupai/ tidak sama dengan sesuatu apapun).
Lafadz innallah ma`ana, itu berarti Sungguh Allah menyertai kita, artinya kekuasaan dan ilmunya Allah meliputi seluruh alam, sehingga di manapun kita berada, maka Allah selalu mengetahui perilaku kita.
Innahu fis saama (Sesungguhnya Dia ada di langit), artinya kekuasaan Allah itu meliputi langit. Wa innahu fil ardli (dan sesungguhnya Dia ada di bumi), artinya kekuasaan Allah itu meliputi bumi.
Fainamaa tuwallu fatsamma wajhullah (kemana saja engkau menghadap/ ke langit, ke bumi, ke segala penjuru, maka di sanalah Allah berada, alias kekuasaan dan ilmu-Nya berada di mana-mana), jelas-jelas ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak menetap di langit seperti pemahaman kaum Wahhabi (Salafi).
Jadi, menurut Ahlus sunnah wal jamaah Allah itu adalah Dzat yang tidak membutuhkan tempat dan kekuasaan serta ilmu-Nya meliputi segala sesuatu dan di mana-mana.
Dimensi Dzat Allah sama sekali sangat berbeda dengan dimensi seluruh makhluk ciptaan-Nya. Jadi Allah itu tidak membutuhkan tempat yang mana dimensi tempat itu sangat berbeda dengan dimensi Dzat Allah itu sendiri.
Ilustrasi paling mudah, ruh manusia itu memiliki dimensi yang berbeda dengan dimensi sebuah botol gelas. Maka ruh manusia tidak mungkin ditempatkan ke dalam botol gelas, karena dimensi keduanya sangat berbeda. Kalau ada orang yang menyakini/ mengatakan ada ruh manusia dapat ditempatkan di dalam botol gelas (sekalipun dimensinya berbeda), pasti orang itu adalah penganut kepercayaan adat tradisional China atau terbiasa menonton film vampir ala China, yang pemeran tokohnya digambarkan dapat menyedot ruh vampir untuk ditempatkan di dalam botol.
Artinya siapa saja yang meyakini bahwa Dzat Allah itu bertempat di suatu tempat (di atas langit), sedangkan dimensi Dzat Allah itu berbeda dengan dimensi tempat itu sendiri, maka sama saja keyakinan orang itu dengan keyakinan masyarakat China tradisional sebagaimana cerita vampir di atas.
Maha Suci Allah dari penyamaan Dzat-Nya dengan makhluk manapun, termasuk penyamaan kepada kebutuhan makhluk terhadap tempat. Karena Allah adalah Dzat yang sama sekali tidak membutuhkan tempat.
Tatkala Rasulullah isra` dan mi`raj, maka dengan kelimat `kun fayakuun` Allah menjadikan Rasulullah SAW bersama jasadnya berada pada dimensi yang berbeda dibanding dimensi manusia pada umumnya, karena itu beliau mampu menembus 7 langit dalam waktu yang sangat singkat. Hingga beliau SAW dipanggil menghadap Allah juga di saat beliau berada pada dimensi yang jauh berbeda dengan dimensi kemanusiaan beliau SAW sebagai makhluk.
Umat Islam diperintahkan untuk mengucapkan: Aamanna billah wama ja-a anillah ala muradillah, wa- amanna birasulillah wama ja-a an rasulillah ala muradi rasulillah bilaa takyifin (kami beriman kepada Allah, dan apa yang datang dari Allah sesuai dengan yang dikehendaki Allah, dan kami beriman kepada Rasulullah dan apa yang datang dari Rasulullah sesuai yang dikehandaki Rasululah, tanpa harus bertanya bagaimana-bagaimana). Karena otak manusia yang sangat lemah ini pasti tidak mampu menyerap hakikatnya masalah tersebut di atas.
Syaikh Yusuf Qaradhawi: Mayoritas Umat Islam Adalah Asy’ariyyah
Pejuang Ahlussunnah in Internasional, Mengenal Islam, Video Ahlussunnah.
Syaikh Yusuf Qaradhawi: Mayoritas Umat Islam Adalah Asy’ariyyah
Dibawah ini adalah pendapat Syaikh DR. Yusuf al-Qaradhawi mengenai Aqidah al-Azhar asy-Syarif, az-Zaituniyah, ad-Deoband, Nadwah al-Ulama’, Madrasah Pakistan, dan seluruh Dunia Islam:
عقيدة الأزهر
حديث الدكتور يوسف القرضاوي عن الأشعرية وردا على سؤال آخر من أحد الحضور جاء فيه: “بعض الناس يطعن في عقيدة الأزهر الشريف، فما رد فضيلتكم على هذا الكلام؟ قال الشيخ القرضاوي بنبرة استفهام ساخرة: “عقيدة الأزهر الشريف؟!”
AQIDAH AL-AZHAR ASY-SYARIF
Wawancara dengan DR. Yusuf al-Qaradhawi perihal Asy’ariyyah menanggapi pertanyaan dari salah seorang yang hadir bahwa: “Sebagian masyarakat mengkritik tentang aqidah al-Azhar asy-Syarif, maka apakah jawaban anda yang terhormat tentang perkataan semacam ini?” Syaikh al-Qaradlawi berkata dengan pernyataan yang mengagumkan mengenai “Aqidah al-Azhar asy-Syarif”:
ورأى أن من يقول ذلك “فهو يطعن في الأشعرية”، وتابع: “ليس الأزهر وحده أشعريا.. الأمة الإسلامية أشعرية.. الأزهر أشعري والزيتونة أشعري والديوباندي (بالهند) أشعري وندوة العلماء أشعرية ومدارس باكستان أشعرية.. وكل العالم الإسلامي أشعرية“.
“Saya telah melihat bahwa memang ada orang mengatakan demikian “Yaitu orang yang mengkritik tentang al-Asy’ariyah”, kemudian beliau berkata: “Al-Azhar bukanlah satu-satunya yang berfaham Asy’ariyah… Umat Islamiyyah pun adalah Asy’ariyyah, al-Azhar adalah Asy’ariy, az-Zaituniyyah adalah Asy’ariy, ad-Deobandi (Di India) adalah Asy’ariy, Nadwah al-‘Ulama adalah Asy’ariyah, madrasah-madrasah di Pakistan adalah Asy’ariyah, dan seluruh dunia Islam (Mayoritas) adalah Asy’ariyah”.
وأشار إلى أنه حتى الأشعرية موجودة بالسعودية التي تعد مركز السلفية الوهابية، وقال: “السلفيون مجموعة صغيرة، حتى إذا قلنا السعودية فليس كل السعودية سلفيين، فالحجازيون غير النجديين غير المنطقة الشرقية غير منطقة جيزان وهكذا“.
Dan beliau mengisyaratkan hingga Asy’ariyah juga terdapat di Negeri Saudi yang dianggap sebagai Markas Salafiyah al-Wahabiyah, dan beliau berkata: “Salafiyah (Orang-orang Wahabi) hanya segelitir saja (Minoritas), hingga apabila kita katakan Negeri Saudi, maka bukan seluruh Saudi adalah Salafi (Orang-orang Wahabi). Maka Penduduk Hijaz itu (Asy’ariy) selain Orang-orang Najed, (Penduduk Najed) pun yang bukan bagian timur, (Yang bagian timur) pun bukan seperti di wilayah Jizan, begitulah seterusnya”.
وأضاف: “فإذا أخذنا بالأغلبية، فإن أغلبية الأمة أشعرية.. هذه كلها اجتهادات في فروع العقيدة، والكل متفق على شهادة أن لا اله إلا الله وأن محمد رسول الله وعلى النبوة في الإيمان بالله وكتبه ورسله وفي اليوم الآخر”.
Dan beliau menambahkan: “Apabila kita mengambil perkiraan, maka sesungguhnya perkiraan mayoritas umat adalah ‘Asy’ariyah, ini semuanya hanya ijtihad-ijtihad dalam masalah cabang aqidah (Furu’ aqidah), dan semua bersepakat atas Syahadatain (Persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dan juga terhadap kenabian (begitu pun) di dalam beriman kepada Allah, kitabNya, rasulNya dan hari Qiamat”.
“وشدد على أن “هذه الاختلافات لا ينبغي أن نكفر بها أحدا
Dan beliau menekankan bahwa: “Ini semua hanya masalah ikhtilaf yang tidak sepatutnya kita mengkafirkan disebabkan ikhtilaf hal itu kepada seseorang muslim”.
VIDEO WAWANCARA SYAIKH DR. YUSUF AL-QARADHAWI: KELOMPOK TERBANYAK UMAT ISLAM ADALAH AL-ASY’ARIYYAH
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-Sawad al-aA’zham (mayoritas kaum muslim).” (Hadits Riwayat Imam Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut al-Hafidz as-Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
TENTANG KELOMPOK TERBANYAK UMAT ISLAM
.”قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : ” اِتَّبِعُوْا السَّوَادَ الأَعْظَمَ
وَ لَمَّا اِنْدَرَسَتْ المَذَاهِبُ الْحَقَّةُ بِانْقِرَاضِ أَئِمَّتِهَا إِلاَّ الْمَذَاهِبُ الأَرْبَعَةُ الَّتِى انْتَشَرَتْ أَتْبَاعُهَا كَانَ اِتِّبَاعُهَا اِتِّبَاعًا لِلسَّوَادِ الأَعْظَمِ وَ الْخُرُوْجُ عَنْهَا خُرُوْجًا عَنِ السَّوَادِ الأًعْظَمِ
Rasulullah صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ bersabda: “Ikutilah as-Sawadul A’zham (kelompok terbanyak umat Islam)”. Ketika madzhab-madzhab yang hak (benar) itu telah tiada bersamaan dengan masa wafatnya para imamnya, kecuali Imam Madzhab Empat yang pengikutnya tersebar luas, maka mengikuti Madzhab Empat tersebut berarti mengikuti as-Sawadul A’zham, dan keluar dari Madzhab Empat tersebut berarti keluar dari as-Sawadul A’zham. (Muhammad Bahith al-Muti’i, Sullamul Wushul Syarh Nihayatus Sul, (Mesir: Bahrul Ulum, t. th.), Jilid III, h. 921 dan Jilid IV, h. 580 dan 581, ibarah ini pada Jilid III Hadits itu sebagai dasar Ijma’ dan ibarah pada Jilid IV dimaksud merupakan kesimpulan tentang al-istifta’. Tentang Hadits ini selengkapnya adalah: Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat atas kesesatan, jika kamu melihat suatu perbedaan maka wajib bagimu mengikuti as-Sawadul A’zham (HR. Ibnu Majah dari Anas ibn Malik). Ibarah ini sesungguhnya terdapat pada kitab ‘Iqdul Jid fi Ahkamil Ijtihad karya Syekh Ahmad Waliyullah al-Dahlawi, Cet. Cairo: al-Matba’ah as-Salafiyah, 1965 M, h. 13. Untuk pengertian yang sama dapat dirujuk pula kepada pendapat Fakhruddin Muhammad ar-Razi dalam kitabnya al-Mahshul fi Ilmi Ushulil Fiqh, (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, 1408 H/1988 M), Cet. ke-1, Juz II, h. 535-540).
وَلَمْ يَزَلْ أَهْلُ السُّنَّةِ بِحَمْدِ للّٰهِ تَعَالَى مِنَ الزَّمَنِ الأَوَّلِ إِلَى الْيَوْمِ هُمُ السَّوَادُ الأَعْظَمُ
Ahlus Sunnah – al-hamdulillah Ta’ala – sejak masa awwal hingga masa sekarang, merekalah yang dimaksud dengan al-Sawad al-A’zham. (Abdullah Ba’alawi al-Haddad, al-Nashaihud Diniyah, (Semarang: Thoha Putera, t. th.), h. 7).
وَاعْلَمْ يَاأَخِي أَنَّ الْمُرَادَ بِأَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فِي عُرْفِ النَّاسِ الْيَوْمَ الشَّيْخُ أَبُوْ الْحَسَنِ اْلأَشْعَرِيّ وَمَنْ سَبَقَهُ بِالزَّمَانِ كَالشَّيْخِ أَبُوْ مَنْصُوْرِ الْمَاتُرِيْدِيّ.
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa yang dimaksud dengan ahli al-Sunnah wa al-Jamaah dalam pemahaman orang-orang sekarang ini adalah pandangan Syeikh Abu al-Hasan al-Asy’ari dan angkatan sebelumnya, demikian juga Syeikh Abu Manshur al-Maturidi. (Abdul Wahhab asy-Sya’rani, al-Yawaqit wal Jawahir, (Mesir: Mustafa al-Halabi, 1378 H./1959 M.), Jilid I, h. 3).
Demikian. Wallahua’lam.
Syaikh Yusuf Qaradhawi: Mayoritas Umat Islam Adalah Asy’ariyyah was last modified: March 13th, 2015 by Pejuang Ahlussunnah in Ngaji Yuk! - Kajian Ceramah Islam Ahlussunnah wal Jamaah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar