Pelajaran Islam: Sunni, Syi’ah, dan Khawarij
KH Said Aqil Siradj (lahir 3 Juli 1953)
saat ini berusia 60 tahun. Beliau menyatakan Syi’ah tidak sesat karena
pada kurikulum pendidikan pada almamaternya, Universitas Ummul-Quro di
Arab Saudi, Syi’ah saat itu tidak disebut Sesat. “Wahabi yang keras
saja menggolongkan Syi’ah bukan sesat,” begitu kata Aqil Siradj.
Namun banyak anak-anak muda Wahabi yang
umurnya paling 30-40 tahun mencerca KH Said Aqil Siradj karena itu.
Bahkan sebagian ada yang memfitnahnya sebagai seorang Syi’ah yang
“Taqiyyah”.
Padahal apa yang dipelajari KH Said Aqil
Siraj, sama dengan yang saya pelajari di bangku pendidikan SD di tahun
1970-an (sekitar tahun 1977). Saya sekolah di SD Negeri. Saat itu buku
pendidikan agama dicetak berdasarkan bimbingan ulama NU.
Yang saya
pelajari saat di SD Negeri tahun 1970-an sama dgn yg dipelajari dengan
KH Said Aqil Siradj. Yaitu hingga zaman Khalifah Ali, Islam itu SATU.
Belum ada Sunni, Syi’ah, dsb. Aqidah dan cara ibadah ummat Islam masih
satu. Mereka generasi terbaik Islam: GENERASI SAHABAT. TIDAK ADA YANG
SESAT. Namun saat pecah perang karena pemberontakan yang dilakukan oleh
Mu’awiyyah, Islam terbagi 3: Sunni, Syi’ah, dan Khawarij. Sunni dan
Syi’ah masih lurus. Khawarij yang mengkafirkan Muslim lain bahkan
membunuh Khalifah Ali dan berusaha membunuh Mu’awiyyah itulah yang
sesat. Arti Khawarij adalah orang-orang yang keluar dari Islam. Sunni
dan Syi’ah itu lurus. Bagian dari ISLAM.
Syi’ah itu berasal dari Syi’ah Ali yang
artinya Pengikut Ali. Khawarij itu adalah pengikut Ali yang membangkang.
Sunni adalah selain dari di atas (Pengikut Mu’awiyyah dan yang netral).
Karena Mu’awiyyah menang, maka Syi’ah pun
tersingkir selama berabad-abad karena Dinasti Umayyah (Keturunan
Mu’awiyyah) berkuasa selama ratusan tahun yang dilanjutkan oleh Dinasti
Abbasiyyah.
Saat itu di tahun 1977 masalah perbedaan
Sunni dengan Syi’ah tidak sebesar sekarang. Zaman itu penguasa Iran
(Syi’ah), Syah Iran Reza Pahlevi dan juga Raja Arab Saudi (Raja Fahad)
sama-sama sekutu dekat AS. Jadi sama-sama teman.
Namun saat Revolusi Islam Iran terjadi di
tahun 1979 oleh Imam Khomeini, hubungan Iran dengan AS terputus.
Mahasiswa Iran menyandera Kedubes AS selama 444 hari untuk kemudian
ditutup hingga kini. Iran namanya berubah jadi Republik Islam Iran.
AS pun melalui negara-negara Arab
menghasud Saddam Husein, presiden Iraq, untuk menyerang Iran. Perang
Iran-Iraq berlangsung selama 8 tahun (1980-1988). 1 juta orang tewas
(baik dari Iraq dan Iran) dengan biaya sekitar Rp 10.000 Trilyun.
Ini video dari Dr Habib Rizieq Shihab:
Perang tersebut membuat Iraq jadi
bangkrut. Saat ditagih hutangnya (sebagian biaya perang berasal dari
hutang dari Eropa dan negara2 Arab) oleh negara-negara Arab, Saddam
marah. Iraq segera menyerbu Kuwait dan juga Arab Saudi. Beberapa
keluarga kerajaan Kuwait tewas.
Arab Saudi dan Kuwait pun akhirnya meminta bantuan AS untuk melawan Iraq.
Sejak tahun 1980-an, mengalirlah aliran
Wahabi dan “Modernis” Islam dari Timur Tengah dengan lebih gencar.
Aliran ini adalah aliran Takfiri yang mengkafirkan Syi’ah dan menganggap
Syi’ah bukan Islam. Berbagai buku tentang kesesatan dan kekafiran
Syi’ah dicetak. Kemudian setelah era internet muncul, Website2 yang
memuat kesesatan dan kekafiran Syi’ah juga dibuat. Jadi masyarakat awam
yang mengandalkan buku2 dan website2 yang dibuat belakangan ini, wajar
saja menganggap Syi’ah itu kafir dan bukan Islam. Karena baru belajar
Islam kemarin sore.
Saat perseteruan AS dengan Iran semakin
keras, saya lihat desakan untuk mengkafirkan Syi’ah makin kuat. Apalagi
Wahabi yang mengkafirkan Syi’ah dan halal membunuh Syi’ah menurut mereka
menyusup ke lembaga2 Islam seperti MUI.
Di Malaysia, tahun 1984 Mazhab Syiah dari
golongan Al – Zaidiyah dan Jaafariah diterima untuk diamalkan di
Malaysia. Syi’ah dianggap tidak sesat di Malaysia saat itu. Namun tahun
1996, Keputusan tersebut dimansukh. Artinya Syi’ah sekarang dianggap
sesat/kafir di Malaysia. Aneh bukan?
Di Indonesia pun hingga saat ini MUI
belum mengeluarkan Fatwa Sesat tentang Syi’ah. Yang ada adalah
REKOMENDASI MUI tentang Syi’ah yang meminta ummat waspada akan Syi’ah
karena ada 2 perbedaan: 1. Masalah Imamah dan 2 Nikah Mut’ah:
Tidak ada kata FATWA atau SESAT di situ
meski kata Waspada sebetulnya menyuruh kita agar tidak masuk Syi’ah.
Namun tidak menyebut Syi’ah sesat atau kafir. Biasanya jika sesat, MUI
menyebut aliran tsb “SESAT DAN MENYESATKAN”. Rekomendasi tsb tahun 1984.
Jumhur Ulama pun seperti di Indonesia KH
Hasyim Muzadi, KH Said Aqil Siradj, KH Umar Shihab, KH Quraisy Shihab,
Prof Dr Din Syamsuddin, Prof Dr. Ahmad Syafi’ie Ma’arif, Hajjah Tuti
‘Alawiyyah, Habib Rizieq Syihab, KH Ali Yafie, dsb tidak menganggap
Syi’ah itu sesat.
Bagi yang mengatakan Syi’ah bukan Islam,
silahkan lihat Risalah Amman yang ditanda-tangani 542 ulama dari 84
negara bahwa Sunni dan Syi’ah itu lurus. Di antara pendukungnya: Menag
Miftah Basuni, Menko Kesra Alwi Syihab, KH Hasyim Muzadi, Prof Dr. Din
Syamsuddin, Hj Tuti Alawiyah. Dari Malaysia: Anwar Ibrahim dan PM
Abdullah Badawi. Dari Suriah: Syeikh Al Buthi, Taufiq Al Buthi, dan
Syeikh Ahmad Hassoun.
Silahkan lihat:
Firman Allah:
“…Bertanyalah kepada Ahli Zikir (Ulama) jika kamu tidak mengetahui” [An Nahl 43]
Bahkan Yusuf Qaradhawi yang katanya
sekarang menyesal ikut Deklarasi Amman tahun 2006 ikut menanda-tangani
Risalah Amman pada usia 80 TAHUN. Artinya saat menyatakan SUNNI dan
SYI’AH itu lurus dan merupakan bagian dari ISLAM serta dilarang saling
MENGKAFIRKAN, Qaradhawi dgn umur 80 tahun harusnya sudah cukup matang
baik dari segi usia atau pun keIlmuan. Hingga tahun 2009, Qaradhawi
masih mempersatukan Islam. Baru sejak Bughot di Libya tahun 2011 dan
Suriah sajalah Qaradhawi mulai jadi takfiri dgn memfatwa mati Qaddafi
dan semua pendukung Assad.
Meski demikian, seperti disebut Habib
Rizieq Syihab, memang ada aliran Syi’ah yang sesat bahkan kafir seperti
Syi’ah Ghulat yang memperTuhankan Ali, Syi’ah Rafidhoh yang menghina
istri dan sahabat Nabi, menganggap Al Qur’an mengalami perubahan, dsb.
Tapi jika mereka tidak memperTuhankan Ali, tidak menghina istri dan
sahabat Nabi, serta menganggap Al Qur’an masih asli, insya Allah masih
bagian dari Islam.
Jika Jumhur Ulama yang merupakan pewaris Nabi tidak kita ikuti, siapa lagi?
Sejarah Lahirnya Islam Syi’ah dan Sunni
Kita sering mendengar istilah Islam
Syiah, tetapi kadang lupa istilah Islam Sunni. Sunni atau Ahlus Sunnah
Wal Jamaah adalah pemeluk Islam mayoritas di dunia. Jumlahnya mencapai
90% sedangkan Syiah hanya 10% dan terfokus di Republik Islam Iran.
Sesuai namanya, Sunni berarti “orang-orang yang senantiasa menegakkan
Islam sesuai dengan Al-Quran dan hadits, sesuai dengan pemahaman sahabat
nabi, tabi’in (sahabat dari sahabat nabi), dan tabi’ut tabi’in (sahabat
dari sahabat dari sahabat nabi).
Diskusi tentang Syiah dan Sunni sampai
hari ini menjadi diskusi tak berkesudahan, terkait dengan persoalan
keyakinan, fikih, bahkan politik. Sering kali perdebatan dan saling
tuduh terjadi lantaran sudut pandang yang bias.
Agar kita mendapatkan sudut pandang yang jernih tentang hal ini, tentu
kita mesti menengok terlebih dahulu sejarah Syiah dan Sunni, terutama
pada era kekhalifahan, di mana kedua sekte (aliran) itu lahir,
bergesekan dan berdampingan.
Berawal dari Pertikaian
Dikotomi Syiah dan Sunni tidak pernah ada sebelum peristiwa tahkim (arbitrase) pada abad ke-1 H, yaitu perundingan damai antara Ali bin Abi Thalib, yang saat itu menjabat sebagai khalifah ketiga, dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang mengklaim sebagai khalifah. Kedua sahabat tersebut bertikai, bahkan berperang, dan menemui titik temu pada peristiwa tahkim itu.
Sebagian pengikut Ali tidak sepakat dengan arbitrase ini. Mereka lalu
keluar dari barisan pendukung dan membuat kelompok tersendiri yang
kemudian dikenal dengan nama Khawarij, yang malah balik menentang Ali.
Sedangkan sebagian lagi bersikap sebaliknya: mendukung penuh Ali.
Kelompok ini lantas dinamai Syiah, yang artinya “para pengikut.” Adapun
umat Islam yang lain, yang tidak masuk dalam kelompok pendukung maupun
penentang, disebut kelompok Sunni. Khawarij punah seiring zaman,
sementara dua sekte yang lain tetap hidup.
Pada perkembangan selanjutnya, kedua
sekte ini mengembangkan perbedaan-perbedaan mereka kepada ranah teologi
(keyakinan), fikih, dan sikap politik. Kaum Sunni sepakat bahwa para
Khalifah Yang Empat (khulafaur-rasyidin) adalah sah, yaitu Abu Bakar,
Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Sementara,
beberapa kelompok Syiah hanya mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai
khalifah. Menurut mereka, penerus sah kepemimpinan Muhammad Saw adalah
Ali, lalu diteruskan kepada para imam yang suci dari kalangan Ahlul Bayt
(keluarga Nabi Muhammad Saw).
Dalam sejarah politik Islam, Syiah menjadi oposan (penentang) utama
kekhalifahan Dinasti Umayah (abad ke-1 -2 H) yang Sunni, karena dianggap
memusuhi ahlul bayt yang dalam Syiah disucikan dan diagungkan. Ketika
Dinasti Umayah runtuh, Syiah sempat mendapatkan kekuasaan ketika turut
serta mendirikan kekhalifahan Dinasti Abassiyah pada pertengahan abad
ke-2 H. Namun, beberapa lama kemudian, Syiah menjauh lagi dari
kekuasaan.
Pada masa kekacauan pemerintahan Abassiyah, salah satu sekte Syiah,
yaitu Ismailiyah (yang paling banyak dipermasalahkan oleh Sunni akibat
keyakinannnya yang menyimpang) menguasai Mesir dan mendirikan
kekhalifahan Dinasti Fathimiyah di sana pada 910 M. Dinasti ini sempat
mendirikan sebuah universitas yang terkenal hingga kini, yaitu
Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Setelah beberapa kurun, Fathimiyah
runtuh dan Al-Azhar diambil alih oleh Sunni.
Aliran dan Mazhab dalam Syiah
Terkait keyakinan Syiah tentang para “Imam yang suci”, ada beberapa
aliran dalam hal ini. Ada yang menetapkan jumlah 12 untuk imam, yaitu
aliran Syiah “itsna ‘asyari” (syiah 12 imam), dan ini aliran yang paling
populer. Ada juga yang menetapkan lima imam dan tujuh imam. Namun tidak
semua aliran menentang keabsahan kekhalifahan Abu Bakar dan Umar
seperti yang dituduhkan. Aliran Zaidiyah misalnya, tetap mengakui
kekhalifahan sebelum Ali.
Dalam bidang fikih (hukum), Syiah dan Sunni memiliki banyak perberbedaan
karena metode ushul fikih (kaidah penggalian hukum) yang berbeda,
terutama karena Syiah menjadikan pendapat imam sebagai sumber hukum
Islam. Sedangkan, Sunni hanya membatasi sumber hukum Islam pada
Al-Quran, Hadits, Ijma (kesepakatan), dan qiyas (analogi). Namun, ada
satu mazhab fikih Syiah yang diakui oleh golongan Sunni, yaitu mazhab
Ja’fari, hingga dikatakan sebagai “mazhab kelima” setelah Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hambali. Keempat mazhab ini beraliran Sunni.
Sunni-Syiah Hari Ini
Akibat perbedaan mendasar dalam banyak hal, kedua sekte ini tetap hidup masing-masing hingga kini. Pengikut Sunni meliputi mayoritas umat Islam di seluruh dunia Islam. Sedangkan, penganut Syiah terkonsentrasi di Irak dan Iran. Bahkan di Iran, Syiah mendirikan negara sendiri berdasarkan teologi dan fikih Syiah sejak Revolusi Iran tahun 1979.
Hingga saat ini, kedua sekte mengembangkan pemikiran keagamaannya masing-masing, meski ada beberapa upaya untuk mendekatkan pemikiran Sunni dan Syiah.
Mengapa Sunni muncul?
Sejarah Sunni dimulai ketika ricuhnya perpolitikan yang mengatasnamakan Islam. Nabi Muhammad wafat sebelum menunjuk pengganti. Oleh karena itu, terjadi konflik tentang siapa yang paling pantas menggantikan beliau sebagai khalifah. Setelah ketegangan dan tarik-ulur selama dua hari sehingga menunda pemakaman jasad Nabi Muhammad, ditunjuklah Abu Bakar as-Shiddiq sebagai khalifah. Penunjukan ini tidak memuaskan beberapa kalangan. Bahkan, kalangan yang mengklaim bahwa Ali bin Abi Thalib lebih sah menjadi khalifah kemudian memisahkan diri dan membentuk Syiah.
Sementara itu, golongan yang lebih umum, kemudian disebut Sunni.
Golongan ini hingga saat ini terbagi dalam empat mahzab berbeda. Yang
perlu dicatat, empat mahzab tersebut tidak menandakan perpecahan.
Perbedaan empat mahzab hanya terletak pada masalah-masalah yang bersifat
“abu-abu”, tidak diterangkan secara jelas oleh Al-Quran atau hadits
seiring dengan kemajuan zaman dan kompleksitas hidup muslim.
Empat Imam utama Sunni yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hambal. Mereka sama-sama mengambil ijtihad (upaya) dalam menyelesaikan masalah yang bersifat “abu-abu” tersebut.
Empat Imam utama Sunni yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hambal. Mereka sama-sama mengambil ijtihad (upaya) dalam menyelesaikan masalah yang bersifat “abu-abu” tersebut.
Adapun empa mahzab Sunni adalah sebagai berikut.
1. Mahzab Hanafi
Mahzab ini didirikan oleh Imam Abu Hanifah. Mahzab ini diikuti oleh 45% muslim dunia; jumlah yang paling besar di dunia. Penganut mahzab Hanafi kebanyakan terletak di Asia Selatan dan Asia Tengah. India, Libanon, dan Pakistan termasuk negara-negara yang berkiblat pada Imam Abu Hanifah.
Mahzab ini didirikan oleh Imam Abu Hanifah. Mahzab ini diikuti oleh 45% muslim dunia; jumlah yang paling besar di dunia. Penganut mahzab Hanafi kebanyakan terletak di Asia Selatan dan Asia Tengah. India, Libanon, dan Pakistan termasuk negara-negara yang berkiblat pada Imam Abu Hanifah.
2. Mahzab Syafi’i
Mahzab ini didirikan oleh Imam Syafi’i. Jumlah pengikutnya mencapai 28% muslim dunia. Umat Islam negara kita, Indonesia, dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya (Malaysia, Brunei, Thailand, Singapura) berbasis pada mahzab ini.
Mahzab ini didirikan oleh Imam Syafi’i. Jumlah pengikutnya mencapai 28% muslim dunia. Umat Islam negara kita, Indonesia, dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya (Malaysia, Brunei, Thailand, Singapura) berbasis pada mahzab ini.
3. Mahzab Maliki
Mahzab ini didirikan oleh Imam Malik. Penganutnya tersebar luas di daerah Afrika Barat dan Utara. Jumlah pengikutnya mencapai 20% muslim.
Mahzab ini didirikan oleh Imam Malik. Penganutnya tersebar luas di daerah Afrika Barat dan Utara. Jumlah pengikutnya mencapai 20% muslim.
4. Mahzab Hambali
Mahzab ini digagas oleh murid Imam Ahmad
bin Hambal. Meskipun hanya dianut oleh 5% muslim dunia, mahzab inilah
yang dipegang oleh negara Arab Saudi. Yang menarik, Arab Saudi yang
didirikan oleh Klan Saud termasuk dalam negara yang juga berpegang teguh
pada sikap eksklusif Wahhabiyah, yang kadang dikaitkan dengan
“terorisme Islam”.
Syiah Di Malaysia
Muzakarah Khas Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia yang bersidang pada 5 May 1996 telah membincangkan Syiah Di Malaysia. Muzakarah telah memutuskan bahawa:- Bersetuju supaya keputusan Muzakarah Jawatankuasa Fatwa yang telah diadakan pada 24 dan 25 September 1984 [Kertas Bil. 2/8/84, Perkara 4.2. (2)] mengenai aliran Syiah yang menetapkan seperti berikut :” Setelah berbincang dan menimbang kertas kerja ini Jawatankuasa telah mengambil keputusan bahawa hanya Mazhab Syiah dari golongan Al – Zaidiyah dan Jaafariah sahaja yang diterima untuk diamalkan di Malaysia.” Dimansuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar