Download Kajian Islam Ahlussunnah Terlengkap: audio, video, artikel pustaka aswaja.
elhooda.net|Oleh Ngaji Yuk!
Download Audio Video Diklat Keaswajaan Bersama KH Idrus Ramli di MUDI Mesra Aceh
بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين وصلى الله على سيدنا محمد النبي الأمي وآله الطاهرين وصحابته أجمعين
Pejuang dan Pakar Ahlussunnah wal
Jama’ah (Aswaja) KH Muhammad Idrus Ramli baru saja melakukan kunjungan
safari dakwah perdanaya ke berbagai tempat di Aceh. Salah satu yang
menjadi tujuan beliau adalah bersilaturahmi ke LPI Ma’hadal Ulum Diniyah
Islamiyah Mesjid Raya (MUDI Mesra) Samalanga, Bireuen, Aceh pada 1
April 2015.
Di Pondok Pesantren Dayah MUDI Mesra Samalanga ini, KH Muhammad Idrus Ramli datang secara khusus untuk menjadi narasumber utama dalam acara Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Keaswajaan bersama Dewan Guru MUDI Mesra. Dalam diklat tersebut, kiai muda asal Jember Jawa Timur itu menyampaikan beberapa poin penting yang perlu diperhatikan oleh Asatidz khususnya para guru Dayah MUDI Mesra.
Pertama, beliau menyampaikan bahwa pondok pesantren salaf seperti MUDI Mesra ini merupakan benteng terakhir pertahanan umat Islam di Indonesia. Karena dari ponpes salaf yang mengajarkan kitab kuning seperti inilah yang nantinya akan melahirkan sosok ulama yang mengajarkan Islam ahlussunnah wal jama’ah, bukan dari tempat lain seperti perguruan tinggi agama Islam.
Yang kedua, beliau mengingatkan para Asatidz bahwasanya tantangan yang akan dihadapi para murid atau anak-anak didiknya ketika berada di luar pondok pesantren, pulang ke rumah atau merantau ke luar daerah, itu jauh lebih komplek dan lebih rumit. Diantara tantangan yang dapat menghadang mereka adalah munculnya berbagai aliran pemikiran di luar ahlussunnah wal jama’ah yang berbeda dalam hal aqidah maupun furu’iyah. Menurutnya, aliran pemikiran yang berbeda dengan ahlussunnah wal jama’ah baik di Indonesia maupun tingkatan global dapat dibagi menjadi beberapa kelompok aliran, yaitu:
- Aliran Liberal, yang disebarkan melalui universitas-universitas atau perguruan tinggi Islam,
- Aliran Syiah, yang mempunyai konsep aqidah ketuhanan mengadopsi pemikiran Mu’tazilah,
- Aliran Hizbut Tahrir, yang juga beraqidah mengadopsi pemikiran Mu’tazilah, yang tidak mempercayai adanya Qadha dan Qadar, sedangkan fiqihnya mengadopsi faham Wahabi, dan
- Aliran Wahabi, yang mempunyai aqidah mujassimah.
Kemunculan berbagai aliran di atas
menuntut Asatidz untuk lebih meningkatkan kemampuan dirinya karena
kualitas murid di manapun itu tergantung kepada Asatidz atau para guru.
Ada pepatah Arab yang mengatakan:
اَلْمِنْهَجُ اَهَمُّ مِنَ الْمَادَّةِ – اَلطَّرِيْقَةُ اَهَمُّ مِنَ الْمَادَّةِ
Metode mengajar itu lebih penting dari materi.
Ketika kita menyampaikan pelajaran kepada murid, bagaimana metode kita cara menyampaikan, apakah mudah dipahami atau tidak, itu sangat penting. Walaupun kitabnya bagus, yang mengarang kitabnya bagus, tetapi metode penyampaiannya kurang bagus maka daya tangkap murid pun akan lemah. Dan lebih dari itu, kualitas guru itu juga lebih penting daripada metode itu sendiri. Walaupun metodenya bagus tetapi kualitas gurunya kurang bagus, maka muridnya tetap kurang faham.
Dalam ilmu Tasawuf disebutkan:
حَاجَةُ الْمُعَلِّمِ اِلٰى زِيَادَةِ الْعِلْمِ اَشَدُّ مِنْ حَاجَةِ الْمُتَعَلِّمِ اِلٰى عِلْمِهِ
Kebutuhan seorang guru untuk
meningkatkan ilmunya itu sebenarnya lebih besar daripada kebutuhan
seorang murid terhadap ilmu seorang guru.
Biasanya seorang guru di pondok pesantren itu senantiasa dituntut untuk mengikuti banyak kegiatan sampai-sampai ia tidak sempat untuk belajar. Hal ini, yakni ketidaksempatan waktu untuk belajar, tidak boleh ada dalam kamus seorang guru karena bagi seorang guru setiap waktu itu adalah ilmu. Seorang guru harus lebih banyak mengembangkan kemampuan diri mengingat tantangan yang akan dihadapi anak didiknya di masa mendatang akan jauh lebih besar.
Yang ketiga atau yang terakhir, KH
Muhammad Idrus Ramli menyatakan bahwa sebenarnya semua tantangan yang
sedang dan akan dihadapi baik oleh Asatidz maupun anak-anak didiknya itu
sudah ada jawabannya dari para ulama terdahulu yang telah membangun
aqidah dan fiqih umat Islam. Apa yang telah dirumuskan para ulama
ahlussunnah wal jama’ah terdahulu mempunyai pengaruh yang sangat penting
dalam merespon faham-faham sesat saat ini seperti aliran liberal,
syiah, hizbut tahrir, dan wahabi. Persoalannya adalah apakah kita bisa
menyampaikan permasalahan ini kepada anak didik kita. Kalau tidak bisa,
yang akan terjadi setelah anak-anak didik kita keluar dari pondok
pesantren akan menjadi bingung lagi.
Untuk itulah, betapa pentingya Asatidz selain harus meningkatkan cara mengajar juga perlu mengembangkan kualitas dirinya dengan memperbanyak membaca kitab-kitab dan kajian Islam. Karena memang tantangan yang akan dihadapi para ulama, ustadz, dan anak didiknya kelak lebih berat di masa mendatang. Terlebih dengan hadirnya sarana teknologi informasi yang canggih saat ini. Masyarakat lebih senang mencari hukum-hukum agama Islam seperti melalui teknologi internet. Mereka merasa cukup bertanya kepada Ustadz Google, ustadz yang paling ‘alim, karena ditanya apa saja selalu ada jawabannya. Sayangnnya jawaban Ustadz Google tersebut banyak yang salah meskipun itu ada dalilnya tetapi dalilnya tidak nyambung.
KH Muhammad Idrus Ramli mengakui pengaruh teknologi informasi sekarang ini terhadap pembelajaran agama di kalangan masyarakat itu luar biasa. Seiring berkembangnya zaman dan semakin majunya teknologi telah merubah cara berpikir masyarakat. Sedikit-sedikit mereka menanyakan dalilnya apa, Qur’an dan Haditsnya ada atau tidak, Haditsnya shohih atau tidak, dan lain sebagainya. Semua ini menuntut kemampuan para ustadz untuk lebih mengembangkan dirinya lebih baik lagi agar dapat menghadapi tantangan zaman yang semakin komplek dan rumit.
Untuk lebih detailnya, silahkan
dengarkan atau download pemaparan lengkap dari KH Muhammad Idrus Ramli
melalui rekaman audio mp3 dan video kajian Islam Diklat Keaswajaan
bersama Dewan Guru MUDI Mesra yang telah didokumentasikan oleh Tim IT Lajnah Pengembangan Dakwah Mudi Mesra Samalanga pada link yang tertera di bawah. Bagi yang ingin melihat foto dokumentasinya, silahkan kunjungi website resmi LPI Ma’hadal Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Raya (MUDI Mesra) Samalanga, Bireuen, Aceh.
MP3 DIKLAT KEASWAJAAN BERSAMA KH IDRUS RAMLI DI MUDI MESRA SAMALANGA
(Cara Download: klik pada link “Download MP3″ atau klik kanan pada link “Download MP3″ lalu pilih “Save Target As…” atau “Save Link As…”)
Dewan Pakar Aswaja NU Center Jawa Timur KH Muhammad Idrus Ramli selama ini sangat keras menyerang Syiah dan Wahabi. Ia bahkan sering terang-terangan menuding Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj berparadigma dan membela Syiah. Tapi anehnya gerakan-gerakan Kiai Idrus Ramli malah dituding dibiayai Syiah.
”Ada yang melaporkan saya kepada Rais Syuriah PWNU kalau saya dibiayai Syiah,” kata Kiai Idrus Ramli kepada BANGSAONLINE.com.
”Kan aneh. Seharusnya orang yang membela Syiah yang dituduh dibiayai Syiah,” imbuhnya.
Menurut dia, orang yang melaporkan itu menyatakan, jika dirinya menyerang Syiah, maka yang membiayai adalah Wahabi. Tapi kalau dirinya menyerang Wahabi, maka yang membiayai adalah Syiah.
”Padahal saya tak pernah membela Syiah dan Wahabi,” katanya. ”Kalau seandainya saya menyerang Wahabi dan membela Syiah karuan saya dibayar Syiah. Atau saya menyerang Syiah dan membela Wahabi, wajar saya dibiayai Wahabi. Tapi saya kan tak pernah membela Syiah dan Wahabi,” jelasnya.
Sebelumnya ia pernah bercerita kalau pernah diundang kelompok Wahabi sebagai pembicara. "Mereka tidak berani dialog sendiri dengan Syiah, kita yang disuruh ngomong," katanya.
Ia diminta menjelaskan kesalahan-kesalahan Syiah dan ia pun melakukanya. Syiah tidak hanya salah dalam berakidah, tetapi juga beribadah. “Syiah itu salatnya tiga waktu dan salat Jum’at tidak wajib. Jika salat tangan mereka begini (tegap dan tidak bersedekap),” katanya.
Tapi ia tidak tahan juga menjelaskan kesalahan-kesalahan Wahabi. “Maka kita jangan ragu mengatakah Wahabi itu bukan ahlussunnah wal jamaah, kenapa? Karena meskipun mereka mengambil hadits Bukhari dan Muslim, hadits yang dipilih hanya yang sesuai dengan kepentingannya. Mereka hanya mengambil hadits ‘Kullu bid’atin dholalah’. Hadits yang diambil cuma satu, yang lain tidak. Saya katakan anda bukan ahli hadits, tapi ahli hadats (ahli membid’ahkan, red),” katanya.
“Setelah dialog itu saya ditanya oleh seorang wartawan dari Wahabi. Kenapa anda menyerang Wahabi juga? Bukannya musuh kita Syiah? Saya menjawab, oh saya tidak menyerang. Saya hanya merespon. Mengapa saya tidak menyerang? Karena merespon saja sudah cukup. Saya tegaskan kepada wartawan itu, saya tidak menyerang Wahabi, karena serangan belum dimulai,” katanya.
Menurut dia, Syiah dan Wahabi itu sangat anti NU. Kelompok Syiah tidak suka dengan para sahabat Nabi yang disimbolkan dengan kebencian mereka kepada tiga sahabat utama Nabi yakni Abu Bakar, Umar dan Utsman. Sementara kelompok Wahabi tidak suka tradisi, tidak suka istighatsah, tidak suka berdzikir seperti yang sudah dijalankan oleh umat Islam Nusantara.
Dari sini lah para ulama mengembangkan syair khusus yang selain berisi dzikir juga berisi puji-pujian kepada para sahabat Nabi, termasuk Sayyidina Ali dan Fatimah binti Rasul.
“Astaghfirullah robbal baroya. Astaghfirullah minal khothoya. Robbi zidni ilman nafi’a. Wawafiqni amalan sholiha. Ya Allahu ya Muhammad ya Aba Bakar ya Shiddiq, ya Umar Usmanu Ali, Siti Fatimah binti Rosuli.”
Syair ini sekaligus merupakan penegasan bahwa ulama Nusantara berhadapan dengan Wahabi dan Syiah sekaligus.
“Saya berkeliling dari Sabang sampai Merauke, dzikir dan puji-pujian seperti ini ada di masjid-masjid dan musholla,” katanya. Ia mengajak para jamaah berdzikir. Ia pun memulai dan semua pun larut dalam dzikir.
Apa kunci sukses penyebaran Islam di Indonesia? Tidak lain karena para penyebar Islam sangat menghargai tradisi Islam. Menurut Idrus Ramli, tradisi yang baik menjadi salah satu sumber hukum Islam. Beberapa ibadah umat Islam yang diajarkan Nabi juga merupakan peninggalan dari agama Yahudi dan orang-orang zaman jahiliyah.
Demikilanlah juga yang dijalankan oleh para penyebar Islam di Indonesia. Berbagai tradisi yang dijalankan oleh penduduk Nusantara seperti upacara kehamilan, kelahiran, dan kematian diislamisasi sedemikian rupa oleh para penyebar Islam di Indonesia.
“Tradisi yang sudah dijalankan itu diislamisasi. Dulu kalau ada orang meninggal, para tetangga berkumpul di rumah duka. Mereka makan-makan, ada yang sambil minum-minum dan bermain judi. Kemudian oleh para ulama kita kumpul-kumpul ini diisi dengan berdzikir dan berdoa,” katanya.
Jika tradisi yang berlaku itu tidak bisa diislamisasi, maka yang dilakukan para ulama adalah meminimalkan mudaratnya. Ia mencontohkan tradisi buang kepala kerbau atau sapi untuk menghindari bencana gunung merapi. Menurut Ustadz Idrus, orang-orang dulu membuang gadis untuk menolak bencana.
“Oleh ulama kita, upacara membuang gadis ini diganti dengan membuang kepala kerbau. Lagi pula di negara-negara tetangga kepala kerbau tidak dimakan, hanya di Indonesia saja semua dimakan, karena kita ini memang kreatif,” katanya.
Semua tradisi baik yang sudah diislamisasi itu juga mempunyai dasar legitimasi dari Al-Qur’an dan Hadits atau dari para Sahabat Nabi. “Jika ada yang tidak tahu dasarnya berarti ngaji dia belum sampai ke situ,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar