Selasa, 21 April 2015

Fatwa Majelis Ifta Baitul Maqdis Palestina tentang Puasa Rajab

Majlis Al-Islami lil-Iftaa merupakan dewan fatwa yang ada di Baitul Maqdis, Palestina. Dewan fatwa tersebut pernah ditanya mengenai puasa di bulan Rajab. Berikut inti sari jawaban fatwa yang dikeluarkan :

——-

Pendapat jumhur Fuqaha’ dari kalangan madzhab Hanafiyah (Abu Hanifah), Malikiyah (Malik bin Anas), Syafi’iyah (Muhammad bin Idris) menyatakan kesunnahan puasa pada bulan-bulan yang dimulyakan (Asyhurul Hurum) dan bulan Rajab termasuk Asyhurul Hurum.

Telah dikeluarkan fatwa didalam Al-Fatawa al-Hindiyah (1/202) : “Puasa-puasa yang dianjurkan diantaranya adalah puasa Muharram, puasa Rajab, puasa Sya’ban dan puasa ‘Asyura’”. Dan juga disebutkan didalam Al-Khulashah al-Fiqhiyyah (1/89) karya al-Qarawi, “Sunnah : puasa Rajab”.  Al-Nafrawi didalam al-Fawakihud Dawani (8/40) juga berkata : “Diantara bulan yang dianjurkan berpuasa adalah bulan Rajab”.

Imam An-Nawawi didalam al-Majmu’ (6/386) mengatakan : “Ulama Syafi’iyah kami berkata: termasuk diantara puasa yang disunnahkan adalah puasa Asyhurul Hurum yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab, sedangkan tingkatan yang lebih utama adalah puasa Muharram. Ada juga ulama kami yaitu Al-Ruyani didalam kitab al-Bahr yang mengatakan kalau tingkatan yang lebih utama itu puasa Rajab, namun ini tidak tepat berdasarkan hadits Abu Hurairah yang nanti akan kami sebutkan, InsyaAllah Ta’alaa : (Puasa yang lebih utama setelah Ramadlan adalah bulannya Allah, bulan Muharram)”.

Setidaknya ada 6 hujjah yang disebutkan oleh Majelis al-Islami lil-Iftaa Baitil Maqdis didalam fatwanya, antara lain :

Pertama, Kesunnahkan puasa Rajab didasarkan pada keumuman hadits-hadits yang memang mensunnahkan puasa kapanpun sepanjang tahun, kecuali hari-hari yang memang dikecualikan oleh nas syara’ (yaitu hari-hari yang diharamkan berpuasa).

Nabi SAW telah menganjurkan puasa hari senin dan kamis, puasa 3 hari pada ayyamul bidh, puasa Daud dan puasa Sararusy Syahr. Perihal sararusy Syahr, sebagian ulama mengatakan bahwa itu awal bulan, sebagian lagi mengatakan pertengahan bulan dan sebagian lagi mengatakan akhir bulan. Puasa pada waktu-waktu tersebut adalah sunnah setiap bulannya, sama saja apakah itu pada bulan Rajab atau bulan-bulan lainnya, kecuali pada waktu yang memang nyata pelarangannya. Dan sama saja apakah dalam perpuasa tersebut karena memang orang itu sudah biasa melakukannya atau bukan kebiasaannya. Atau puasa dengan niat melatih diri dalam berpuasa menyambut bulan Ramadlan.

Kedua, Terdapat hadits-hadits khusus terkait fadlilah (keutamaan) puasa Muharram dan Rajab. Diantaranya, seperti yang disebutkan didalam shahih Muslim, bahwa Utsman bin Hakim al-Anshari pernah berkata :

أن عثمان بن حكيم الأنصاري قال: سألت سعيد بن جبير عن صوم رجب ونحن يومئذ في رجب فقال: سمعت ابن عباس يقول: “كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر، ويفطر حتى نقول لا يصوم

“Aku pernah bertanya kepada Sa’id bin Jubair tentang puasa Rajab dan ketika itu kami berada di bulan Rajab. Ia menjawab : Aku mendengar Ibnu ‘Abbaas berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wa sallam senantiasa berpuasa hingga kami berkata : “Beliau tidak pernah berbuka”. Dan beliau pun pernah berbuka hingga kami berkata : ‘Beliau tidak pernah berpuasa”.

Kemudian juga hadits Mujibah al-Bahiliyah yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Majah, yang mana Imam al-Nawawi memberikan komentar didalam kitabnya, Al-Majmu’, mengenai perkataan Nabi SAW didalam hadits Mujibah tersebut,

صم من الحرم واترك

“Puasalah daripada bulan Haram dan tinggalkanlah”.

Perintah meninggalkan tersebut karena memberatkan atas banyaknya puasa yang dilakukannya sebagaimana disebutkan pada awal hadits, adapun bagi orang yang tidak berat, maka berpuasa seluruhnya merupakan keutamaan.

Ketiga, Hadits berikutnya adalah hadits Usamah bin Ziyad, ia berkata :

- عن أسامة بن زيد رضي الله عنهما قال: قلت: يا رسول الله، لم أرك تصوم من شهر من الشهور ما تصوم من شعبان؟ قال: “ذاك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان، وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين، وأحب أن يرفع عملي وأنا صائم

“Ya Rasulullah,  aku tidak melihat engkau berpuasa selama sebulan pada bulan-bulan lainnya sebagaiman engkau berpuasa pada bulan Sya’ban. Nabi menjawab : “Itu adalah bulan yang manusia lalai darinya, bulan antara Rajab dan Ramadlan,  itu adalah bulan dimana pada saat itu amal-amal diangkat kepada Allah Rabb penguasa Alam, dan aku senang bila Allah mengangkat amalku sedangkan aku dalam keadaan puasa”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam an-Nasaa-i, dan seorang ulama Saudi bernama Albanni telah menghasankan hadits ini didalam kitabnya al-Targhib (1/247). Sisi pengambilan dalil dari hadits ini adalah bahwa umat Islam giat berpuasa pada bulan Rajab, tapi melalaikannya pada bulan Sya’ban, dan mereka kembali berpuasa pada bulan Ramadhan, sehingga dari hal itu, sungguh puasa bulan Rajab merupakan perkara yang disunnahkan, dan itu sudah dimaklumni oleh umat Islam.

Bahkan Imam al-Syaukani didalam kitabnya Nailul Awthar (4/291), memberikan komentarnya bahwa, “Dhohir perkataan Nabi SAW didalam hadits Usamah adalah bulan Sya’ban merupakan bulan antara Rajab dan Ramadlan yang umat Islam melalaikannya sementara sesungguhnya disunnahkan puasa bulan Rajab, karena dhahirnya menunjukkan bahwa mereka lalai dalam mengangungkan bulan Sya’ban dengan melakukan puasa, semantara mereka mengagungkan dengan berpuasa pada bulan Ramadlan dan Rajab”.

Keempat, Telah warid dalam hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan puasa Rajab, meskipun itu dloif, akan tetapi hadits dloif tetap diamalkan didalam hal fadloil.

Kelima,. Juga telah warid bahwa sejumlah sahabat Nabi SAW memang berpuasa pada Asyhurul Hurum, diantaranya adalah sahabat Al-Hasan, Ibnu ‘Umar dan lain sebagainya. Sebagaimana disebutkan didalam Mushannaf Abi Syaibah (2/457) dan Mushannaf Abdul Razaq (4/294).

Keenam, Kemudian juga, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang berasal dari Ibnu ‘Abbas bahwa “Nabi SAW melarang daripada berpuasa bulan Rajab”, ini adalah hadits dloif. Ibnu Taimiyah, sebagaimana didalam al-Fatawa al-Kubra (2/479) mengatakan : “Sungguh Ibnu Majah telah meriwayatkan didalam sunan-nya dari Ibnu ‘Abbas dari Nabi SAW, bahwa beliau melarang daripada puasa bulan Rajab, dan didalamnya sanadnya perlu diteliti lagi (fi isnadihi nadhar)”. Atas hal tersebut (hadits yg melarang adalah dlaif), maka sesungguhnya puasa didalam bulan Rajab merupakan hal yang dianjurkan sebagaimana telah kami tuturkan sebelumnya.
——-
Demikianlan keputusan dewan majelis fatwa Baitul Maqdis (Al-Majlis Al-Islami lil-Iftaa), pada 10 Rajab 1430 H bertepatan dengan 3 Juli 2009 M lalu. [red. Abdurrohim]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar