Rabu, 08 April 2015

Ibnu Taimiyah dan Ahlul Bait Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam

Assalaamu ‘Alaikum Wa Rohmatullaahi Wa Barokaatuh. Bismillaah Wal Hamdulillaah. Wash-sholaatu Was-salaamu ‘Alaa Rasuulillaah Wa ‘Alaa Aalihi Wa Shohbihi Wa Man Waalaah…

Kitab Minhaajus Sunnah fii Naqdhi Kalaami asy-Syii’ah wa al-Qoadariyyah adalah karya asy-Syeikh Ahmad bin Abdul Halim bin Abdissalam rhm (671 – 728 H) yang masyhur dengan sebutan Ibnu Taimiyah. Kitab tersebut banyak dikaji dan ditakhrij oleh Ulama, salah satunya ditakhriij oleh Muhammad Aiman asy-Syabroowi, terbitan Darul Hadits – Cairo – Mesir, 4 jlid 8 juz dengan total 2.400 halaman, cetakan tahun 1425 H / 2004 M.

Kitab tersebut ditulis oleh Ibnu Taimiyah rhm sebagai tanggapan terhadap Kitab Minhaajul Karoomah fii Ma’rifatil Imaamah karya Abu Manshur Hasan bin Yusuf bin Muthohhar al-Hilliy (w : 726 H) seorang Ulama Syiah Roofidhoh yang dalam kitabnya tersebut menghujat para Shahabat Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, khususnya Dua Khalifah yang mulia yaitu: Sayyiduna Abu Bakar RA dan Sayyiduna Umar RA.

Dalam kitab tersebut, Ibnu Taimiyah rhm dengan sangat bagus dan brillian melakukan pembelaan terhadap para Shahabat Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dari serangan Syiah Roofidhoh, namun sayang mungkin karena terlalu semangat atau penuh emosi, sehingga dalam menanggapi hujatan Syiah Roofidhoh tersebut, terkadang beliau kebablasan sehingga merendahkan Ahli Bait Nabi SAW.

Ibnu Taimiyah dan Sayyidah Khadijah RA

Ibnu Taimiyah rhm dengan sangat bagus sekali melakukan pembelaan terhadap Sayyidah Aisyah RA yang dilecehkan Syiah Roofidhoh. Beliau dengan sangat cermat dan teliti mengemukakan hujjah-hujjah yang kuat tak terbantahkan. Namun, terlalu begitu semangatnya menyerang Syiah Roofidhoh yang menyanjung Sayyidah Khadijah RA dengan merendahkan Sayyidah Aisyah RA, sehingga Ibnu Taimiyah rhm terjebak dalam posisi kebalikannya yaitu menyanjung Sayyidah Aisyah RA dengan merendahkan Sayyidah Khadijah RA.

Dalam pembelaannya terhadap Sayyidah Aisyah RA, Ibnu Taimiyah rhm meremehkan peran Sayyidah Khadijah RA dengan menyebut bahwa manfaat iman Sayyidah Khadijah RA hanya terbatas untuk Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dan tidak manfaat buat umat Islam. (Juz 4 hal.138 ).

Ibnu Taimiyah dan Sayyidah Fathimah RA

Ibnu Taimiyah rhm juga sangat piawai dan cerdas dalam membela Sayyiduna Abu Bakar RA dari serangan Syiah Roofidhoh, sehingga semua hujjah Syiah Roofidhoh rontok dan terserabut hingga akar-akarnya. Namun, tatkala beliau menyoroti dan mengulas tentang perselisihan yang terjadi antara Sayyiduna Abu Bakar RA dan Sayyidah Fathimah RA terkait Tanah Fadak, maka Ibnu Taimiyah rhm terjebak dalam sikap merendahkan Sayyidah Fathimah RA.

Dalam kitab tersebut Ibnu Taimiyah rhm menyatakan tentang Sayyidah Fathimah RA putri Rasulullah SAW, antara lain:

    Bahwa pertikaian Fathimah RA dan Abu Bakar RA telah menjadi cela dan cacat buat Fathimah RA. (Juz 4 hal. 111).
    Bahwa sikap Fathimah RA tercela karena ingin menyampaikan keluhan kepada Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam di Hari Akhir nanti tentang keadaan yang menimpanya sepeninggal sang Ayah, padahal keluhan itu semestinya kepada Allah SWT bukan kepada Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. (Juz 4 hal.111).
    Bahwa kemarahan Fathimah RA terhadap Abu Bakar RA seperti kemarahan kaum munafiqin karena hanya lantaran sebab tidak diberi permintaannya. (Juz 4 hal.112).
    Bahwa Fathimah RA bodoh dan berdosa karena berwasiat agar jenazahnya tidak dishalatkan Abu Bakar RA. (Juz 4 hal.113).
    Bahwa tidak ada keutamaan Fathimah RA yang terkait ridho Allah SWT ada dalam ridhonya dan kemurkaan Allah SWT ada dalam murkanya. (Juz 4 hal.114).
    Bahwa yang menyakiti Fathimah RA adalah Ali RA, karena ingin memadunya dengan putri Abu Jahal, sehingga Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam murka. (Juz 4 hal 115).
    Bahwa kesedihan Fathimah RA atas kematian Ayahandanya, yaitu Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, sebagai kesedihan yang tidak perlu karena tidak diperintah oleh Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. (Juz 8 hal.243 ).

Ibnu Taimiyah dan Sayyiduna Ali RA

Dalam kitab Minhaajus Sunnah tersebut, Ibnu Taimiyah rhm menyebutkan tentang Sayyiduna Ali b Abi Thalib RA antara lain sebagai berikut:

    Bahwa Ali RA bodoh karena berhujjah dengan wasiat Fathimah RA agar jenazahnya tidak dishalatkan Abu Bakar RA. (Juz 4 hal 113).
    Bahwa Ali RA tidak adil dan pelaku Nepotisme serta membenci rakyatnya sendiri. (Juz 6 hal.11 & Juz 7 hal.260).
    Bahwa Ali RA tidak dibaiat sebagai khalifah kecuali oleh golongan kecil atau sedikit, bahkan banyak orang baik yang memeranginya. Dan Ali RA selama kekhilafahannya tidak menampakkan/ menjayakan agama Islam. Serta pembaiatan Ali RA tidak disepakati oleh umat Islam, dan selama kekhalifahannya pedang hanya terhunus untuk orang Islam. (Juz 4 hal.51, 56 dan 75).
    Bahwa Ali RA ditegur keras oleh Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam saat hendak memadu Fathimah RA dengan putri Abu Jahal, dan Ali RA membantah saat diajak shalat malam oleh Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dengan alasan Qadar. (Juz 4 hal 110 dan 115).
     Bahwa pendapat Ali RA banyak bertentangan dengan Hadits Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, dan Ali RA sering tidak mau mencabut pendapatnya yang sudah terang-terangan bertentangan dengan Hadits Nabi SAW. Dan Ali RA pernah menunda pembaiatan Abu Bakar karena ia yang ingin jadi Khalifah. (Juz 6 hal.16 dan Juz 7 hal.243).
    Bahwa Ali RA tidak menjadi rujukan karena tidak ada satu pun Imam Madzhab yang ikut fiqihnya, bahkan Ahli Madinah tidak ada yang ambil ilmunya, karena Ali RA tidak banyak tahu hadits. (Juz 6 hal.22, Juz 7 hal.277-278 dan 283 & Juz 8 hal.28).
    Bahwa Ali RA telah membuat perang yang tidak ada mashlahat buat agama maupun dunia, dan dalam kekhilafahannya tak seorang kafir pun terbunuh dan tak seorang muslim pun yang gembira. Dan Ali RA hanya perang untuk jabatan dan kekuasaan dengan mengorbankan orang banyak. (Juz 4 hal 175 & Juz 6 hal.105 ).
    Bahwa dalil keabsahan Kekhilafahan Ali RA sedikit, dan selama kekhilfahannya tidak pernah memerangi orang Kafir, dan tidak pernah pula ada penaklukan negeri Kafir, karena perang antara kaum muslimin sendiri. (Juz 1 hal.320, Juz 4 hal. 208 – 210 & 226 – 230 ).
    Bahwa Ali RA tidak mendapat pujian dari Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam lebih tinggi daripada Umar RA maupun Utsman RA serta Shahabat lainnya, bahkan Ali ditegur keras oleh Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. (Juz 4 hal.110).
    Bahwa Hijrah Ali RA hanya untuk menikahi Fathimah RA, sehingga Hijrah Ali RA bukan untuk Allah SWT dan Rasul-Nya. (Juz 4 hal.116).
    Bahwa Ali RA tidak memiliki keutamaan di atas Shahabat lain dalam soal Zuhud, Ibadah, Ilmu, Kecerdasan, Khithobah, Fashohah, Fiqih, Kesilaman, Keberanian maupun Kekerabatannya dan Kedekatannya dengan Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam (Juz 5 hal.9 -38 & Juz 8 hal 29 – 50 dan 223-225 serta 263 – 287).
    Bahwa kebanyakan Shahabat dan Tabi’in membenci Ali RA dan mencacinya serta memeranginya. (Juz 7 hal.77 dan Juz 8 hal.124).
    Bahwa keislaman Ali RA tidak memiliki pengaruh yang bagus kecuali sama dengan keislaman shahabat yang lain, bahkan keislaman Shahabat yang lain lebih besar pengaruhnya daripada keislaman Ali RA.(Juz 7 hal.109).
    Bahwa peran Ali RA dalam perang Badar maupun perang-perang lainnya tidak seberapa. (Juz 7 hal 110 dan Juz 8 hal.50 – 70).
    Bahwa umat Islam dari Timur hingga Barat, termasuk penduduk Madinah hampir tidak pernah mengambil pendapat Ali RA.(Juz 8 hal.28).
    Bahwa Ali RA sebagai orang paling berani adalah pernyataan dusta. (Juz 8 hal.44).
    Bahwa Islamnya Ali RA masih kecil sehingga diragukan dan masih perlu dipertanyakan. (Juz 8 hal 153 dan 224 – 225 ).
    Bahwa Muawiyah RA tidak ingin perang, tapi Ali RA yang inginkan perang dan memulainya, maka Muawiyah RA hanya bela diri, sehingga Ali RA yang tercela dan bersalah karena menumpahkan darah kaum muslimin. (Juz 4 hal.200).
    Bahwa Ali RA salah karena telah memberhentikan Muawiyah RA tanpa alasan, dan Ali RA juga salah dalam ijtihadnya memerangi Mu’waiyah RA, bahkan sulit diampuni. (Juz 4 hal. 207- 209 dan Juz 6 hal.25 ).
    Bahwa Ali RA telah memulai memerangi orang Islam yang tidak memeranginya dengan alasan Bughot hingga ribuan kaum muslimin terbunuh, dan sebagian Ulama menyetujui pendapatnya, tapi kebanyakan Ulama menyalahinya. (Juz 8 hal.123 – 124).
    Bahwa Ali RA dalam kepemimpinannya tidak memerangi orang kafir dan tidak juga merebut suatu kota, bahkan membunuh seorang kafir pun tidak. (Juz 8 hal.128).
    Bahwa hubungan mushoharah Ali RA dengan Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam tidak sesempurna hubungan mushoharah Ustman RA dengan Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam. (Juz 8 hal.125).
    Bahwa Abu Bakar RA, Umar RA dan Utsman RA tidak membutuhkan Ali RA. (Juz 8 hal. 149).
    Bahwa membenci Ali RA tidak munafiq. (Juz 4 hal.135-136 dan Juz 7 hal.83 – 86).
    Bahwa Ali RA seperti Fir’aun. (Juz 4 hal 136 & 227).
    Bahwa Ali RA amal terbaiknya hanya memerangi Khawarij. (Juz 6 hal.65).

Ibnu Taimiyah dan Cucu Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam

Saat membela Mu’awiyah RA serta Yazid dan Bani Umayyah, Ibnu Taimiyah RA lagi-lagi terjebak dalam penghinaan terhadap Ahlul Bait Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, di antaranya adalah Dua Cucu Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam yaitu Sayyiduna Al-Hasan RA dan Sayyiduna Al-Husein RA. Di antaranya beliau menyatakan:

    Bahwa tidak ada dalil tentang kezuhudan dan keilmuan Al-Hasan RA dan Al-Husein RA, sedang julukan keduanya sebagai Dua Pemimpin Pemuda Surga tiada makna istimewa. (Juz 4 hal 19 – 20 dan 78).
    Bahwa Al-Husein RA menginginan kekuasaan, namun saat tidak mampu baru minta dipertemukan dengan Yazid. (Juz 2 hal. 29).
    Bahwa Yazid adalah Khalifah yang sah, sedang Al-Husein RA adalah pemberontak yang salah, karena Al-Husein tidak sabar, sehingga pemberontakannya tidak ada manfaat agama maupun dunia, bahkan hanya menyebabkan fitnah besar. (Juz 4 hal.241).
    Bahwa pembunuhan terhadap Al-Husein RA masalah kecil dibandingkan dengan pembunuhan para nabi oleh Bani Israil, karena Al-Husein bukan Nabi. ( Juz 4 hal.252 ).
    Bahwa sejahat-jahatnya Umar b Sa’ad Si Pembunuh Al-Husein RA tetap muslim tidak murtad, bahkan jauh lebih baik daripada Mukhtar Ats-Tsaqofi Si Pembela Al-Husein RA yang akhirnya murtad karena mengaku sebagai Nabi.(Juz 2 hal.31).

Itulah sebabnya, Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqolani rhm dalam kitab Ad-Durorul Kaaminah saat mengulas tentang Ibnu Taimiyah, menyatakan:

” ومنهم من ينسبه إلى النفاق لقوله في علي ما تقدم .”


”Dan daripada mereka (para Ulama) ada yang menisbahkannya (Ibnu Taimiyah) kepada Nifaq, karena ucapan/ pernyataannya terhadap Ali sebagaimana telah disebutkan.”

Nah, kini pertanyaannya: ”Apa hukum menghina dan merendahkan Ahli Bait Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam yang juga merupakan Shahabat paling setianya, seperti Khadijah, Fathimah, Ali dan Al-Hasan serta Al-Husein, rodhiyallaahu ‘anhum?”

Wahabi Membela Ibnu Taimiyah

Kaum ”Wahabi Ekstrim” berbeda dengan ”Wahabi Moderat”. Kalangan ”Wahabi Moderat” tidak sungkan menerima kritik Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) terhadap Ibnu Taimiyah rhm, dan mereka pun dalam membela Ibnu Taimiyah rhm tetap santun dan tidak berlebihan.

Sedang Kalangan ”Wahabi Ekstrim” terlalu berlebihan dalam membela Ibnu Taimyah, seolah Ibnu Taimiyah itu ”Nabi” yang ”Ma’shum tanpa dosa dan kesalahan”. Semua kritik Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) terhadap Ibnu Taimiyah disebut sebagai FITNAH, bahkan siapa pun yang mengkritik Ibnu Taimiyah, langsung dituduh Syiah, atau divonis ternodai oleh paham Syiah, lebih dari itu mereka terkadang langsung mengkafirkannya dan menghalalkan darahnya.

Kaum ”Wahabi Ekstrim” pun mengkatagorikan Ibnu Taimiyah sebagai Ulama Salaf, sehingga siapa yang mengkritiknya berarti menghina dan melecehkan Ulama Salaf. Padahal, Terminologi Salaf itu hanya berlaku bagi Kaum Sholihin yang hidup di Tiga Abad Pertama Hijriyyah, sesuai hadits Nabi SAW yang berbunyi:

” خير القرون قرني هذا ، ثم الذي يليه ، ثم الذي يليه ”


”Kurun (Abad) terbaik adalah kurunku ini, kemudian yang berikutnya, lalu yang berikutnya.”

Nah, Kaum Sholihin yang hidup di masa tersebut adalah Shahabat, kemudian Tabi’in, lalu Tabi’it Tabi’in. Karenanya, Ibnu Taimiyah rhm tidak termasuk Ulama Salaf, sebab beliau lahir di akhir Abad Ketujuh Hijriyyah dan wafat di awal Abad Kedelapan Hijriyyah, bukan di Tiga Abad Pertama Hijriyyah yang merupakan Zaman Salaf dengan kesepakatan Ulama.

Dalam soal pernyataan Ibnu Taimiyah rhm terhadap kehormatan Ahli Bait Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam yang sudah terang benderang termaktub dalam kitab karangannya sendiri, bahkan para Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah telah menanggapi dan memberi penilaian sejak ratusan tahun lalu, melalui kitab-kitab mereka yang mu’tabar, tetap saja Kaum ”Wahabi Ekstrim” menyatakan itu semua FITNAH.

Jadi, jangan heran jika ”Wahabi Ekstrim” selalu menuduh bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) adalah Pendusta, Pembohong, Penyebar Fitnah dan Pemecah Belah Umat. Padahal, sebetulnya merekalah yang Pendusta, Pembohong, Penyebar Fitnah dan Pemecah Belah Umat. Itulah yang disebut Maling Teriak Maling.

Kaum ”Wahabi Ekstrim” berusaha membela Ibnu Taimiyah rhm dengan ”dalih” bahwa: ”Sesungguhnya semua pernyataan yang menghujat Ahli Bait Nabi Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) dalam kitab Minhaajus Sunnah bukanlah pernyataan Ibnu Taimiyah, melainkan pernyataan Kaum Nawaashib yang dinukilkan Ibnu Taimiyah untuk menanggapi Kaum Roofidhoh. Buktinya, dalam kitab tersebut Ibnu Taimiyah ada memuji dan membela Ahlul Bait ”.

Catatan Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja)

Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) memiliki beberapa catatan terhadap pembelaan Wahabi tersebut, antara lain:

    Kenapa semua pernyataan Kaum Roofidhoh yang menghujat Shahabat Nabi SAW dijawab secara tegas dan lugas serta tuntas oleh Ibnu Taimiyah rhm, namun banyak pernyataan Khawaarij/ Nawaashib yang menghujat Ahli Bait Nabi SAW justru tidak dijawab tuntas oleh Ibnu Taimiyah, bahkan justru dijadikan alat untuk menjawab Roofidhoh?!
    Apalah artinya pembelaan dan pujian Ibnu Taimiyah rhm untuk Ahlul Bait, jika dicampur dengan aneka hinaan dan pelecehan? Justru, jadi kontradiksi dan terkesan ”Mudzabdzab”.
    Pola Jawab Ibnu Taimiyah rhm terkesan sangat angkuh dan terasa amat berlebihan, sehingga terkadang beraroma merendahkan Ahlul Bait, misalnya:
        Juz 2 hal. 27 Ibnu Taimiyah menyatakan: ”Jika mereka (Roofidhoh) berhujjah tentang kemutawatiran riwayat keislaman Ali dan Hijrah serta Jihadnya, maka riwayat mereka (Khawaarij / Nawaashib) pun Mutawatir tentang keislaman Mu’waiyah, Yazid, dan para Khulafa Bani Umayyah dan Bani Abbas, serta tentang Shalat, Puasa dan Jihadnya melawan orang-orang kafir. Jika mereka (Roofidhoh) menuduh mereka dengan Nifaq, maka Khawarij (Nawaashib) pun lebih bisa menuduh (Ali) dengan Nifaq. Jika mereka (Roofidhoh) menyebutkan suatu dalih, mereka (Khawaarij) punya dalih lebih hebat lagi.”
        Juz 4 hal.175 Ibnu Taimiyah menyatakan: “ Jika Rafidhi menyatakan bahwa Mu’awiyah adalah Pemberontak yang Zholim, maka Nashibi (Khawaarij) akn mengatakan kepadanya: ”Ali juga Pemberontak Zholim, karena membunuh kaum muslimin untuk merebut kekuasaannya, dan dia yang memulai perang, serta menyerang umat Islam, lalu menumpahkan darah umat Islam tanpa manfaat bagi mereka, baik manfaat dunia mau pun akhirat, dan di zamannya pedang terhunus terhadap kaum muslimin, tidak pernah diarahkan ke kaum kafirin.”
        Juz 6 hal.185 Ibnu Taimiyah mengatakan: ”Inilah Hujjah Khawarij (Nawaashib). Dan Hujjah mereka dalam menghujat Ali lebih kuat daripada Hujjah Syiah (Roofidhoh) dalam membela Ali. Dan Pedang mereka lebih kuat daripada pedang Syi’ah, Agama mereka pun lebih sah, dan mereka orang-orang yang jujur bukan pembohong …”

Terkait dengan berbagai pernyataan Ibnu Taimiyah rhm yang tidak patut terhadap Ahlul Bait Nabi Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), sejumlah Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah telah menanggapinya melalui berbagai karya tulis mereka, di antaranya adalah kitab al-Maqoolaat as-Sunniyyah Fii Kasyfi Dholaalaati Ibni Taimiyyah karya asy-Syeikh Abdullah al-Harawi. Selain itu masih ada kitab Akhthoo-u Ibni Taimiyah Fii Haqqi Rasuulillaahi wa Ahli Baitihi karya DR. Mahmud as-Sayyid Shubaih, yang ditanggapi oleh pengikut Ibnu Taimiyah rhm melalui kitab dengan judul Rof’ul Malaam ‘an Syaikhil Islaam karya DR. ‘Athiyyah ‘Adlaan.

Kesimpulan

Ibnu Taimiyah rhm adalah ulama besar di zamannya, keluasan ilmu dan kecerdasannya dalam berhujjah diakui oleh para Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja). Namun demikian, beliau ”tidak ma’shum”, sehingga tidak luput dari kesalahan dalam berijtihad sebagaimana Ulama yang lainnya.

Harus kita akui dengan jujur bahwasanya Ibnu Taimiyah rhm pada akhirnya bertaubat dari sikap ”Takfir” sebagaimana disebutkan oleh muridnya sendiri yaitu Imam Adz-Dzahabi rhm dalam kitab Siyar A’laamin Nubalaa Juz 11 Nomor 2.898, tatkala membahas tentang Imam Asy’ari rhm.

Dan harus kita akui dengan jujur pula bahwasanya Ibnu Taimiyah rhm pernah menulis sebuah kitab khusus tentang Ahli Bait Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dengan judul Huquuq Aalil Bait. Dalam kitab tersebut beliau menunjukkan rasa cinta dan penghormatannya yang tinggi terhadap Ahlul Bait.

Serta mesti kita akui dengan tulus dan ikhlas pula bahwasanya Ibnu Taimiyah rhm dalam kitabnya Majmuu’ Faataawaa menolak sikap ”Takfir” antar sesama muslim. Semua pernyataannya bisa kita cermati antara lain:

    Dalam juz 3 hal.245 tentang sikap arif dan bijaknya dalam menyikapi pihak yang mengkafirkan dirinya.
    Dalam juz 3 hal.353 tentang pengakuannya terkait Iman dan Taqwa yang dimiliki mereka yang dicapnya sebagai Ahli Bid’ah.
    Dalam juz 13 hal.96 ada pengakuannya tentang jasa Ahli Bid’ah dalam penyebaran Islam.
    Dalam juz 13 hal.97 ada pengakuannya tentang jasa Ahli Bid’ah dalam membela Islam.
    Dalam juz 35 hal.201 ada pengakuannya tentang Ahli Bid’ah lebih baik daripada Yahudi dan Nashrani.

Karenanya, kami ber-Husnudzon bahwa semua ungkapan Ibnu Taimiyah rhm yang negatif tentang Ahli Bait Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dalam kitab Minhaajus Sunnah hanya merupakan sikap lama (qodim) yang sudah diinsyafinya, atau merupakan kekhilafan karena luapan emosi saat menanggapi tuduhan-tuduhan keji Kaum Roofidhoh terhadap Para Shahabat Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, sebagaimana digambarkan oleh Imam Ibnu Hajar al-‘Asqolani rhm dalam kitab Lisaanul Miizaan:

” وكم من مبالغة لتوهين كلام الرافضي أدته أحيانا إلى تنقيص علي .”


”Berapa banyak sikap berlebihan (Ibnu Taimiyah) dalam merendahkan perkataan Roofidhi terkadang mengantarkannya kepada merendahkan Ali RA.”

Hadaaniyallaahu wa Iyyaakum ilaa Shiroothihil Mustaqiim. Wallaahul Muwaffiq ilaa Aqwamith Thoriiq. Wassalaamu ‘Alaikum Wa Rohmatullaahi Wa Barokaatuh.

Oleh: Habib Muhammad Rizieq bin Husein bin Muhammad Shihab Lc. Imam Besar FPI (Front Pembela Islam).
Ibnu Taimiyah dan Ahlul Bait Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam was last modified: March 14th, 2015 by Pejuang Ahlussunnah in Ngaji Yuk! - Kajian Ceramah Islam Ahlussunnah wal Jamaah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar