Minggu, 05 April 2015

Wahabi memalsu Kitab lagi

‎Woowwwww…Mufti Wahabi nekat banget’s
mengatasnamakan Ulama Besar pendiri
Mazhab Hanbali yang jelas-jelas
membolehkan bertabarruk di plintir oleh Bin
Bazz jadi Syirik dengan kata lain Bertabarruk
itu Syirik Cuma Akal-Akalan Bin Bazz Bukan
Fatwa Imam Ahmad Bin Hanbali
,Yocckkkk…Simak format dialog antara
Wahabi( W) dengan Mantan Wahabi(MW)
mengenai hal ini.
Sahdan….Suatu ketika seorang Wahabi (W)
berkunjung ke rumah teman akrabnya yang
Mantan Wahabi ( MW). Setelah sampai di
rumahnya, ternyata MW baru pulang dari
ziarah ke kuburan seorang wali dengan
tujuan tabarruk. Akhirnya terjadilah dialog
berikut ini:
W: “Dari mana bro?”
MW: “Dari ziaroh ke makam waliyullah
dengan tujuan tabaruk?”
W: “Loh, kok tabaruk ke kuburan. Syirik bro,
tidak boleh dilakukan.”
MW: “Siapa yang bilang syirik? ora popo
kok.”
W: “Menurut Ahlussunnah Wal-Jama’ah,
tabaruk dengan orang mati atau
kuburannya itu syirik.”
MW: “Loh, kok ada Ahlussunnah Wal-Jama’ah
mensyirikkan tabaruk dengan orang wali
atau kuburannya? Pasti ente salah alamat
bro. itu pasti bukan Ahlussunnah. Itu pasti
wahabi bro.”
W: “Loh, ini justru menurut madzhab
Hanbali, yang didirikan oleh Imam Ahmad
bin Hanbal, panutan seluruh Ahlussunnah
bro.”
MW: “Di kitab apa ente dapatkan hukum
syirik ini bro?”
W: “Di fatwanya Syaikh Ibnu Baz, dalam
kitab Majmu’ Fatawa wa Maqalat
Mutanawwi’ah, juz 13 halaman 291”.
Kemudian W mengambil kitab tersebut di
ruang baca rumah MW, dan memperlihatkan
fatwa tersebut kepada MW.
[kitab Majmu’ Fatawa wa Maqalat
Mutanawwi’ah, juz 13 halaman 291]
MW: “Begini bro, madzhab Hanbali versi
Syaikh Ibnu Baz berbeda dengan madzhab
Hanbali yang asli. Kaum wahabi mengaku
sebagai pengikut Hanbali hanya semacam
propaganda saja bro, agar mereka masih
dikatakan sebagai bagian dari kaum Sunni.
Karenanya dalam fatwa-fatwa Syaikh Ibnu
Baz, meskipun dalam catalog penerbitannya
dikatakan sebagai fiqih Hanbali, banyak
yang bertentangan dengan pendapat ulama
Hanbali, bahkan bertentangan dengan
pendapat Imam Madzhab nya sendiri, yaitu
Imam Ahmad bin Hanbal.”
W: “Loh, kok bisa bro? Bukankah Syaikh
Ibnu Baz selalu menganjurkan kejujuran
dan keikhlasan dalam beragama?”
MW: “Begini saja bro. Syaikh Ibnu Baz dalam
fatwanya mensyirikkan dan melarang
bertabaruk dengan wali atau makam wali.
Padahal Imam Ahmad bin Hanbal sendiri
membolehkan bertabaruk dengan makam
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Coba ente
baca ini bro”. MW mengambil kitab al-‘Ilal wa
Ma’rifah al-Rijal, karya Imam Ahmad bin
Hanbal, yang diriwayatkan oleh putranya,
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal. Dalam kitab
tersebut juz 2 halaman 492, terdapat
keterangan sebagai berikut ini:3242 –
[kitab al-‘Ilal wa Ma’rifah al-Rijal, karya Imam
Ahmad bin Hanbal juz 2 halaman 492]
ﺳَﺄَﻟْﺘُﻪُ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞِ ﻳَﻤَﺲُّ ﻣِﻨْﺒَﺮَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ ﻭَﻳَﺘَﺒَﺮَّﻙُ ﺑِﻤَﺴِّﻪِ ﻭَﻳُﻘَﺒِّﻠُﻪُ ﻭَﻳَﻔْﻌَﻞُ ﺑِﺎﻟْﻘَﺒْﺮِ ﻣِﺜْﻞَ ﺫَﻟِﻚَ ﺃَﻭْ
ﻧَﺤْﻮَ ﻫَﺬَﺍ ﻳُﺮِﻳْﺪُ ﺑِﺬَﻟِﻚَ ﺍﻟﺘَّﻘَﺮُّﺏَ ﺇِﻟﻰَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺟَﻞَّ ﻭَﻋَﺰَّ ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻻَ
ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺬَﻟِﻚَ. (ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺍﻟﻌﻠﻞ ﻭﻣﻌﺮﻓﺔ
ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ، 2/492 ( “.
3243. Aku bertanya kepada ayahanda, al-
Imam Ahmad bin Hanbal, tentang seorang
laki-laki mengusap mimbar Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, bermaksud tabarruk
dengan mengusapnya itu, ia mencium
mimbar itu, dan melakukan hal yang sama
terhadap makam Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam atau yang seperti itu dengan
maksud ber-taqarrub (mendekatkan diri)
kepada Allah – jalla wa ‘azza. Beliau
menjawab: “Boleh”. (Al-Imam Ahmad bin
Hanbal, al-‘Ilal wa Ma’rifah al-Rijal, juz 2
halaman 492).
Kemudian MW menyodorkan kitab lain yang
ditulis oleh ulama ahli hadits, tentang
pernyataan Imam Ahmad bin Hanbal
tersebut, seperti kitab Mu’jam al-Syuyukh
karya al-Dzahabi dan lain-lain. Setelah
membaca kitab-kitab tersebut, akhirnya si W
baru sadar bahwa fatwa-fatwa ulama
Wahabi yang mengaku pengikut madzhab
Hanbali ternyata banyak berbeda dengan
fatwa ulama Hanabilah (pengikut Hanbali)
masa lalu.
W: “Loh, kok fatwa Syaikh Ibnu Baz berbeda
ya dengan fatwa Imam Ahmad bin
Hanbali?”Lalu MW menyodorkan kitab-kitab
fiqih Hanbali, yang ditulis sebelum lahirnya
aliran Wahabi. Ternyata semuanya
menganjurkan tabaruk dengan wali dan
makam wali.
W: “Kenapa bro fatwa Syaikh Ibnu Baz dan
ulama wahabi lainnya banyak berbeda
dengan ulama dulu?”
MW: “Ya namanya saja aliran baru. Pasti
banyak berbeda dengan ulama salaf. Kalau
tidak berbeda namanya bukan aliran baru.
Karena itu, ente harus keluar dari aliran
Wahabi bro. Ikuti saja Ahlussunnah Wal-
Jama’ah, pasti mantap bro.”
Akhirnya si W keluar dari wahabi dan
mantap dengan Ahlussunnah Wal-Jama’ah,
karena dasar-dasarnya sangat kuat dan
mantap.‎

Woowwwww…Mufti Wahabi nekat banget’smengatasnamakan Ulama Besar pendiri Mazhab Hanbali yang jelas-jelas membolehkan bertabarruk di plintir oleh Bin Bazz jadi Syirik dengan kata lain Bertabarruk itu Syirik

Cuma Akal-Akalan Bin Bazz Bukan Fatwa Imam Ahmad Bin Hanbali,

Yocckkkk…Simak format dialog antara
Wahabi( W)
dengan
Mantan Wahabi(MW)
mengenai hal ini. Sahdan….

Suatu ketika seorang Wahabi (W) berkunjung ke rumah teman akrabnya yang  Mantan Wahabi ( MW). Setelah sampai dirumahnya, ternyata MW baru pulang dari ziarah ke kuburan seorang wali dengan tujuan tabarruk. Akhirnya terjadilah dialog berikut ini:

W: “Dari mana bro?”

MW: “Dari ziaroh ke makam waliyullah dengan tujuan tabaruk?”

W: “Loh, kok tabaruk ke kuburan. Syirik bro, tidak boleh dilakukan.”

MW: “Siapa yang bilang syirik? ora popo kok.”

W: “Menurut Ahlussunnah Wal-Jama’ah, tabaruk dengan orang mati atau kuburannya itu syirik.”

MW: “Loh, kok ada Ahlussunnah Wal-Jama’ah mensyirikkan tabaruk dengan orang wali atau kuburannya? Pasti ente salah alamat bro. itu pasti bukan Ahlussunnah. Itu pasti wahabi bro.”

W: “Loh, ini justru menurut madzhab Hanbali, yang didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, panutan seluruh Ahlussunnah bro.”

MW: “Di kitab apa ente dapatkan hukum syirik ini bro?”

W: “Di fatwanya Syaikh Ibnu Baz, dalam kitab Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 13 halaman 291”.

Kemudian W mengambil kitab tersebut di ruang baca rumah MW, dan memperlihatkan fatwa tersebut kepada MW. [kitab Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 13 halaman 291]

MW: “Begini bro, madzhab Hanbali versi Syaikh Ibnu Baz berbeda dengan madzhab Hanbali yang asli. Kaum wahabi mengaku sebagai pengikut Hanbali hanya semacam propaganda saja bro, agar mereka masih
dikatakan sebagai bagian dari kaum Sunni.
Karenanya dalam fatwa-fatwa Syaikh Ibnu Baz, meskipun dalam catalog penerbitannya dikatakan sebagai fiqih Hanbali, banyak yang bertentangan dengan pendapat ulama Hanbali, bahkan bertentangan dengan
pendapat Imam Madzhab nya sendiri, yaitu Imam Ahmad bin Hanbal.”

W: “Loh, kok bisa bro? Bukankah Syaikh Ibnu Baz selalu menganjurkan kejujuran dan keikhlasan dalam beragama?”

MW: “Begini saja bro. Syaikh Ibnu Baz dalam fatwanya mensyirikkan dan melarang
bertabaruk dengan wali atau makam wali. Padahal Imam Ahmad bin Hanbal sendiri membolehkan bertabaruk dengan makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Coba ente baca ini bro”. MW mengambil kitab al-‘Ilal wa Ma’rifah al-Rijal, karya Imam Ahmad bin Hanbal, yang diriwayatkan oleh putranya,

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal. Dalam kitab tersebut juz 2 halaman 492, terdapat keterangan sebagai berikut ini: 3242 – [kitab al-‘Ilal wa Ma’rifah al-Rijal, karya Imam Ahmad bin Hanbal juz 2 halaman 492]

ﺳَﺄَﻟْﺘُﻪُ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞِ ﻳَﻤَﺲُّ ﻣِﻨْﺒَﺮَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭَﻳَﺘَﺒَﺮَّﻙُ ﺑِﻤَﺴِّﻪِ ﻭَﻳُﻘَﺒِّﻠُﻪُ ﻭَﻳَﻔْﻌَﻞُ ﺑِﺎﻟْﻘَﺒْﺮِ ﻣِﺜْﻞَ ﺫَﻟِﻚَ ﺃَﻭْ ﻧَﺤْﻮَ ﻫَﺬَﺍ ﻳُﺮِﻳْﺪُ ﺑِﺬَﻟِﻚَ ﺍﻟﺘَّﻘَﺮُّﺏَ ﺇِﻟﻰَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺟَﻞَّ ﻭَﻋَﺰَّ ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻻَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺬَﻟِﻚَ.(ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺍﻟﻌﻠﻞ ﻭﻣﻌﺮﻓﺔ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ، 2/492)

3243. Aku bertanya kepada ayahanda, al-Imam Ahmad bin Hanbal, tentang seorang laki-laki mengusap mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bermaksud tabarruk dengan mengusapnya itu, ia mencium mimbar itu, dan melakukan hal yang sama terhadap makam Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam atau yang seperti itu denganmaksud ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah – jalla wa ‘azza. Beliau menjawab: “Boleh”. (Al-Imam Ahmad bin Hanbal, al-‘Ilal wa Ma’rifah al-Rijal, juz 2 halaman 492).

Kemudian MW menyodorkan kitab lain yang ditulis oleh ulama ahli hadits, tentang pernyataan Imam Ahmad bin Hanbal tersebut, seperti kitab Mu’jam al-Syuyukh karya al-Dzahabi dan lain-lain. Setelah membaca kitab-kitab tersebut, akhirnya si W baru sadar bahwa fatwa-fatwa ulama Wahabi yang mengaku pengikut madzhab Hanbali ternyata banyak berbeda dengan fatwa ulama Hanabilah (pengikut Hanbali) masa lalu.

W: “Loh, kok fatwa Syaikh Ibnu Baz berbeda ya dengan fatwa Imam Ahmad bin Hanbali?”
Lalu MW menyodorkan kitab-kitab fiqih Hanbali, yang ditulis sebelum lahirnya aliran Wahabi.
Ternyata semuanya menganjurkan tabaruk dengan wali dan makam wali.
W: “Kenapa bro fatwa Syaikh Ibnu Baz dan ulama wahabi lainnya banyak berbeda dengan ulama dulu?”
MW: “Ya namanya saja aliran baru. Pasti banyak berbeda dengan ulama salaf. Kalau tidak berbeda namanya bukan aliran baru.
Karena itu, ente harus keluar dari aliran Wahabi bro. Ikuti saja Ahlussunnah Wal- Jama’ah, pasti mantap bro.”

Akhirnya si W keluar dari wahabi dan mantap dengan Ahlussunnah Wal-Jama’ah, karena dasar-dasarnya sangat kuat dan mantap.

Sebagai pengetahuan saja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar