Selasa, 20 Januari 2015

Maulid Nabi Saw Bid’ah, Bagaimana Penjelasan Ulama Soal Maulid Nabi ?

Mufti Arab Saudi VS Penjelasan Ulama Soal Maulid Nabi Saw
Mufti Arab Saudi Sebut Peringatan Maulid Nabi Saw Bid’ah, Bagaimana Penjelasan Ulama Soal Maulid Nabi ?

RIYADH, Arab Saudi –
Mufti Arab Saudi, Abdul Aziz Al-Asheikh membuat fatwa kontroversial. Dia memperingatkan terhadap kaum Muslim yang merayakan ulang tahun Nabi Muhammad Saw, sebagai bentuk praktik tahayul yang secara ilegal ditambahkan ke dalam ritual agama.

“Ini adalah bidah (inovasi agama yang berdosa) yang merayap ke Islam setelah tiga abad pertama ketika para sahabat dan penerus dari para sahabat hidup,” katanya dalam kutbah Jumat di Masjid Imam Turki bin Abdullah di Riyadh sebagaimana dilansir Arab News, Ahad (4/1).

Sebaliknya, ia memperingatkan umat Islam untuk wajib mengikuti ajaran Rasulullah sebagaimana tercantum dalam Sunnah. Asheikh mengatakan bahwa mereka yang mendorong orang lain untuk merayakan Maulid Nabi adalah jahat dan korup.

“Cinta sejati Rasulullah diwujudkan dengan mengikuti jejaknya dan mendukung sunnahnya … itu adalah bagaimana cinta untuk Nabi (saw) dinyatakan.”

Dia mengatakan, Allah Swt telah menyatakan, “Katakanlah: ‘Jika Anda mencintai Allah, ikutilah aku: Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu'”.

Dia pun memperingatkan, seorang Muslim memiliki kewajiban untuk percaya pada Nabi Muhammad, yang dikirim sebagai panduan untuk seluruh alam semesta.

Karena itu, menjadi tugas umat Islam untuk mencintai dan menghormati nabi terakhir tersebuit. Mereka, pesan Asheikh, juga harus membelanya terhadap orang-orang yang salah menafsirkan ajaran-ajarannya, para ateis yang menyangkal Beliau, dan mereka yang menyalahgunakan atau mengejek Beliau.

“Ini adalah tugas umat Islam yang benar-benar mencintai Nabi (saw),” kata ketua Dewan Ulama Senior Arab Saudi itu.  (republika)

mufti arab saudi
---------------------------------------------------------------------------

Inilah Penjelasan Para Ulama Tentang Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw

Tentang Maulid Nabi Muhammad Saw, betapa pun sudah banyak dijelaskan bahwa Peringatan Maulid Nabi Muhammad adalah ekspresi kegembiraan umat Nabi Muhammad atas kelahiran beliau, masih saja para pembenci Maulid Nabi Muhammad seakan tak berkurang jumlahnya. Justru tampaknya akhir-akhir ini jumlah pembenci Maulid Nabi Muhammad semakin berkembang.

Padahal kita diperintah Allah untuk gembira atas turunnya rahmat, dan kelahiran Nabi Muhammad (Maulid Nabi Muhammad Saw) adalah rahmat bagi semesta alam yang sepantasnya disambut dengan bergembira dan besyukur.

Allah berfirman:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan dengan rahmat-Nya, hendaknya dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus : 58)

Sedang dalam ayat lain Allah berfirman :

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (QS. Al Anbiyaa’ : 107)

Maulid Nabi Muhammad Saw dalam Pandangan As Syaikh Syihabuddin Abdur Rohman Ibn Ismail (Abu Syamah):

وَمِنْ أَحْسَنِ مَا اُبْتُدِعَ فِي زَمَانِنَا مِنْ هَذَا الْقَبِيْلِ مَا كَانَ يَفْعَلُ بِمَدِيْنَةِ اِرْبِلَ -جَبَّرَهَا اللهُ تَعَالَى- كُلَّ عَامٍ فِي الْيَوْمِ الْمُوَافِقِ لِيَوْمِ مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الصَّدَقَاتِ وَالْمَعْرُوْفِ وَاِظْهَارِ الزِّيْنَةِ وَالسُّرُوْرِ فَاِنَّ ذَلِكَ مَعَ مَا فِيْهِ مِنَ الْاِحْسَانِ اِلَى الْفُقَرَاءِ مُشْعِرٌ بِمَحَبَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَعْظِيْمِهِ وَجَلَالَتِهِ فِي قَلْبِ فَاعِلِهِ وَشُكْرًا لِلَّهِ تَعَالَى عَلَى مَا مَنَّ بِهِ مِنْ اِيْجَادِ رَسُوْلِهِ الَّذِي أَرْسَلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى جَمِيْعِ الْمُرْسَلِيْنَ

Dan diantara hal-hal terbaik yang dibuat di zaman kita dari sisi ini adalah apa yang dilakukan dikota Irbil (memperingati Maulid Nabi Muhammad) –semoga Allah menutup kekurangannya- di mana dalam setiap tahun pada hari yang bertepatan dengan hari kelahiran Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, berupa (tradisi) sodqoh, melakukan perkara ma’ruf, menampakkan perhiasan dan kebahagiaan (menghias kota) dan juga santunan kepada para faqir, yang kesemuanya menunjukkan kecintaan kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, mengagungkan dan memuliakan beliau, yang ada dalam setiap hati pelakunya, sekaligus sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas anugrah yang telah dikaruniakan berupa diciptakannya rosul-Nya dan diutus sebagai rahmat seluruh alam -shollallohu ‘alaihi wasallam wa ‘alaa jamii’il mursaliin- (Al Baa’its fi Inkaril Bida’ Wal Hawaadits, vol. 1, hal. 23)

Maulid Nabi Muhammad Saw dalam Pandangan Syaikh Ibnu Taimiyah:

فَتَعْظِيْمُ الْمَوْلِدِ وَاتِّخَاذُهُ مُوْسِمًا قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ عَظِيْمٌ لِحُسْنِ قَصْدِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَمَا قَدَّمْتُهُ لَكَ

Jadi, mengagungkan maulid Nabi Muhammad dan menjadikannya sebagai tradisi yang tidak jarang dilakukan oleh sebagian orang, dan ia memperoleh pahala yang sangat besar karena tujuannya yang baik serta sikapnya yang mengagungkan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam sebagaimana telah aku jelaskan sebelumnya padamu. (Iqtidho’us Shirootil Mustaqiim, hal. 297)
Download kitab :
https://archive.org/details/FP158171

Maulid Nabi Muhammad dan Syubhat-syubhat Yang Tertolak

لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ

“Janganlah kalian memujiku sebagimana pujian yang diberikan kaum nashrani kepada ‘Isa ibn Maryam,” (HR. Al Bukhori)

Sebagian kalangan menjadikan hadits di atas sebagai larangan memuji Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam dan mengkategorikan pujian kepada beliau sebagai sanjungan berlebihan yang bisa mengarah pada kemusyrikan, dan memahami bahwa orang yang memuji beliau, melebihkan derajatnya di atas manusia biasa, menyanjung dan mensifati beliau dengan sifat-sifat yang berbeda dari yang lain, telah melakukan praktik bid’ah dalam agama Islam dan melanggar sunnah sayyidil mursalin Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam.

Pemahaman seperti ini bagi kami adalah sebuah kesalah-fahaman, dan justru menunjukkan sikap berlebihan karena beberapa alasan :

Pertama : Dalam hadits tersebut justru kita mendapati batasan yang jelas dalam memuji Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, dan batasan tersebut adalah sebagaimana sanjungan dan atau anggapan orang-orang Nasroni kepada Nabi Isa putra Maryam, dimana orang-orang Nasroni beranggapan bahwa Isa adalah putra Alloh –Subhaanahu ‘Amma Yaquulun- . Dan Alhamdulillah sampai detik ini tak ada dalam keyakinan ummat Islam yang paling awam sekalipun anggapan terhadap Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam sebagaimana kaum Nasroni menganggap Nabi Isa sebagai tuhan.

Kedua : Sebagaimana kita maklumi, bahwa dalil-dalil agama tidaklah berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi untuk memehaminya hendaknya juga memperhatikan dalil-dalil lain yang berkaitan. Dan dalam hal ini bukankah Allah Subhanahu Wa Ta’aala sendiri telah memuji Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam dalam firman-Nya :

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS, Nun/Al Qolam: 4)

Dan Allah juga menyuruh bersikap sopan dalam berbicara dan memberi jawaban kepada beliau:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi” (QS, Al Hujurot : 2)

Allah juga melarang kita bersikap kepada beliau sebagaimana sikap sebagian kita kepada sebagian yang lain, atau memanggil beliau sebagaimana sebagian kita memanggil sebagian yang lain. Allah berfirman :

لَا تَجْعَلُوا دُعَاء الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاء بَعْضِكُم بَعْضاً

Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).(QS, An Nur : 63)

Allah juga mengecam mereka yang menyamakan Nabi dengan orang lain dalam interaksi sosial dan metode :

إِنَّ الَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِن وَرَاء الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya orangorang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu) kebanyakan mereka tidak mengerti. (QS, Al Hujurot : 4)

Bahkan memandang Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam hanya dari sisi basyariyah (kemanusiaan) semata adalah menyerupai sikap kaum kafir jahiliyah di masa nabi-nabi terdahulu, sebagaimana dikisahkan Allah dalam al qur’an. Diantara penilaian hanya dari sisi kemanusiaan semata adalah :

– Ucapan kaum Nabi Nuh terhadap Nabi Nuh ‘alaihis salaam sebagaimana diceritakan Allah :

فَقَالَ الْمَلأُ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قِوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلاَّ بَشَراً مِّثْلَنَا

“Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya : “kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami,” (QS, Hud : 27)

– Ucapan kaum Nabi Musa ‘alaihis salaam dan Isa ‘alaihis salaam terhadap mereka berdua seperti diceritakan Allah :

فَقَالُوا أَنُؤْمِنُ لِبَشَرَيْنِ مِثْلِنَا وَقَوْمُهُمَا لَنَا عَابِدُونَ

“Dan mereka berkata: “Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Isroil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita ?” (QS, Al Mu’minun : 47)

– Ucapan kaum Tsamud terhadap Nabi Sholih ‘alaihis salaam sebagaimana disebutkan Allah :

مَا أَنتَ إِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَا فَأْتِ بِآيَةٍ إِن كُنتَ مِنَ الصَّادِقِينَ

“Kamu tidak lain melainkan seorang manusia seperti kami, maka datangkanlah sesuatu mu’jizat, jika kamu memang termasuk orang-orang yang benar.” (QS, 26 : 154)

– Ucapan Ashabul Aikah terhadap Nabi mereka Syu’aib ‘alaihis salaam sebagaimana dikatakan Allah

قَالُوا إِنَّمَا أَنتَ مِنَ الْمُسَحَّرِينَ{}وَمَا أَنتَ إِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَا وَإِن نَّظُنُّكَ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ

“Mereka berkata: “Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari orang-orang yang kena sihir, dan kamu tidak lain melainkan seorang manusia seperti kami, dan sesungguhnya kami yakin bahwa kamu benar-benar termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS, 26 : 185-186)

– Ucapan kaum musyrikin terhadap Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam yang memandang Nabi dari aspek kemanusiaan semata, seperti diceritakan Allah :

وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ

“Dan mereka berkata: “Mengapa rasul ini memakan makanan-makanan dan berjalan di pasar-pasar?.” (QS, Al Furqon : 7)

Ketiga : Rasulullah Saw juga memuji dirinya sendiri. Beliau berkata :

أَنَا خَيْرُ أَصْحَابِ الْيَمِيْنِ ….أَنَا خَيْرُ السَّابِقِيْنَ ….أَنَا أَتْقَى وَلَدِ آدَمَ وَأَكْرَمُهُمْ عَلَى اللهِ وَلَا فَخْرَ ….

“Saya adalah sebaik-baik kelompok kanan (Ashabul Yamin)”

“Saya adalah sebaik-baik orang dahulu.”

“Saya adalah anak cucu Adam yang paling bertaqwa dan paling mulia di sisi Allah, namun tiada keangkuhan.” (HR. At Tirmidzi dan Al Baihaqi dalam Ad Dalaail)

أَنَا أَكْرَمُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْآخِرِيْنَ وَلَا فَخْرَ…

“Saya adalah orang paling mulia dari generasi awal dan akhir, namun tiada keangkuhan.” (HR. At Tirmidzi dan Ad Darimi.)

((لَمْ يَلْتَقِ أَبَوَايَ عَلَى سِفَاحٍ قَطُّ))..

“Kedua orang tuaku sama sekali tidak pernah melakukan perzinahan.” (HR Ibnu ‘Umar Al ‘Adani dalam Musnadnya.)

وَيَقُوْلُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ: قَلَبْتُ مَشَارِقَ الْأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا فَلَمْ أَرَ رَجُلاً أَفْضَلَ مِنْ مُحَمَّدٍ وَلَمْ أَرَ بَنِي أَبٍ أَفْضَلَ مِنْ بَنِي هَاشِمٍ ….

Jibril berkata, “Saya telah menelusuri wilayah timur dan barat bumi. Saya tidak melihat seorang lelaki yang lebih utama melebihi Muhammad dan tidak melihat anak cucu seorang ayah yang lebih utama melebihi anak cucu Hasyim.” (HR. Al Baihaqi, Abu Nu’aim dan At Thobaroni dari ‘Aisyah)

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِالْبُرَاقِ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ فَاسْتَصْعَبَ عَلَيْهِ فَقَالَ لَهُ جِبْرِيلُ أَبِمُحَمَّدٍ تَفْعَلُ هَذَا فَمَا رَكِبَكَ أَحَدٌ أَكْرَمُ عَلَى اللهِ مِنْهُ قَالَ فَارْفَضَّ عَرَقًا

Dari Anas : bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam didatangi buraq pada malam beliau diisra’kan. Buraq itu sulit untuk dinaiki Nabi. “Kepada Muhammad kamu bersikap demikian?” tanya Jibril, “Tidak ada yang menaiki kamu seseorang yang lebih mulia di sisi Allah daripada Muhammad.” Akhirnya keringat Buraq itu keluar dengan deras. (HR. Al Bukhori dan Muslim.)

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا فَخْرَ ، وَبِيَدِي لِوَاءُ الْحَمْدِ وَلَا فَخْرَ ،وَمَا مِنْ نَبِيٍّ يَوْمَئِذٍ – آدَمَ فَمَنْ سِوَاهُ – إِلَّا تَحْتَ لِوَائِي، وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ تُنْشَقُّ عَنْهُ الْأَرْضُ وَلَا فَخْرَ

Dalam hadits Abi Sa’id, ia berkata, “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Saya adalah junjungan anak Adam pada hari kiamat namun aku tidak merasa angkuh. Di tanganku ada panji pujian (liwaa’ul hamdi) namun aku tidak merasa angkuh. Tidak ada seorang Nabi pun pada hari itu – Nabi Adam dan Nabi lain – kecuali di bawah panjiku. Saya adalah orang pertama yang bumi terbelah karenanya namun aku tidak merasa angkuh.” (HR At Tirmidzi yang menilainya sebagai hadits hasan shohih.)

وَعَنْ أَنَسٍ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (أَنَا أَوَّلُ النَّاسِ خُرُوْجاً إِذَا بُعِثُوا ، وَأَنَا قَائِدُهُمْ إِذَا وَفَدُوا ، وَأَنَا خَطِيْبُهُمْ إِذَا أَنْصَتُوا ، وَأَنَا شَفِيْعُهُمْ إِذَا حُبِسُوا ، وَأَنَا مُبَشِّرُهُمْ إِذَا يَئِسُوا ، اَلْكَرَامَةُ وَالْمَفَاتِيْحُ يَوْمَئِذٍ بِيَدِي وَلِوَاءُ الْحَمْدِ يَوْمَئِذٍ)) ..(( وَأَنَا أَكْرَمُ وَلَدِ آدَمَ عَلَى رَبِّي يَطُوْفُ عَلَيَّ أَلْفُ خَادِمٍ كَأَنَّهُمْ بِيْضٌ مَكْنُوْنٌ أَوْ لُؤْلُؤٌ مَنْثُوْرٌ)) ..

Dari Anas, ia berkata, “Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam berkata, (“Saya adalah orang pertama yang keluar ketika manusia dibangkitkan. Saya adalah penuntun mereka ketika mereka menghadap Allah. Saya adalah yang berbicara ketika mereka bungkam. Saya adalah orang yang memberi syafaat ketika mereka ditahan. Saya adalah pemberi kabar gembira tatkala mereka merasa putus asa. Kemuliaan dan kunci-kunci di hari itu ada ditanganku juga panji pujian.”) (“Saya adalah anak cucu Adam paling mulia di sisi Tuhanku. Seribu khadim laksana permata terpendam atau intan yang bertaburan mengelilingiku.”) HR. At Tirmidzi dan Ad Darimi.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :أَنَا أَوَّلُ مَنْ تُنْشَقُّ عَنْهُ الْأَرْضُ فَأَكْسِى حُلَّةً مِنْ حُلَلِ الْجَنَّةِ ثُمَّ أَقُوْمُ عَلَى يَمِيْنِ الْعَرْشِ لَيْسَ أَحَدٌ مِنَ الْخَلآئِقِ يَقُوْمُ ذَلِكَ الْمَقَامَ غَيْرِي).. (رواه الترمذي وقال : حسن صحيح)

Dari Abu Huroiroh, dari Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, beliau berkata, “Saya adalah orang pertama yang bumi terbelah karenanya. Aku diberi busana sorga kemudian aku berdiri di sebelah kanan ‘arsy. Tidak ada makhluk lain yang berdiri di tempat itu kecuali aku.” (HR. At Tirmidzi. “Hadits ini hasan sekaligus shohih.”)

Oleh karenanya tepat kiranya apa yang disampaikan oleh Imam Al Bushiri dalam qoshidah Burdah-nya :

دَعْ مَا ادَّعَتْهُ النَّصَارَى فِي نَبِيِّهِمِ وَاحْكُمْ بِمَا شِئْتَ مَدْحاً فِيْهِ وَاحْتَكِمِ
فَإِنَّ فَضْـلَ رَسُوْلِ اللهِ لَيْسَ لَهُ حَدٌّ فَيُعْـرِبَ عَنْـهُ نَاطِـقٌ بِفَـمِ
فَمَبْلَـغُ الْعِلْـمِ فِيـْهِ أَنَّهُ بَشَرٌ وَأَنَّـهُ خَيْرُ خَلْـقِ اللهِ كُلِّهِـمِ

Tinggalkan dakwaan ummat nashrani terhadap Nabi mereka…

Berilah pujian sesukamu padanya dan berbuatlah sepatutnya…

Sesungguhnya keutamaan Rasulullah tidaklah berbatas….

Hingga tak dapat diungkapkan oleh seorang pun dengan kata-kata…

Batas pengetahuan tentang Nabi bahwa beliau adalah manusia…

Dan ia adalah sebaik-baik makhluk Allah secara keseluruhan…..

Alhamdulillah itulah keyakinan umat Islam Ahlus Sunnah, bahwa Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bagi kita adalah manusia, akan tetapi tidak seperti manusia yang lain sebagaimana para nabi dan rosul yang lain, dan bahkan beliau adalah Sayyidul Anbiyaa’ Wal Mursaliin (penghulu para Nabi dan Rasul). Beliau adalah hamba sekaligus utusan Allah, beliau adalah manusia yang dikaruniai Al Maqoomul Mahmuud, kita memujinya bukan mengkultuskannya, kita mengagungkannya bukan menyembahnya. Tak sedikit pun dalam keyakinan kita menganggap beliau sebagaimana ummat Nasrani menuduh Nabi Isa sebagai anak Allah. Kita berharap syafaat dari Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam karena memang beliau adalah manusia pertama yang diizinkan Allah untuk memberikan syafaat.

Wallohu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar