Kamis, 26 Maret 2015

Hanya 1 Periode Imam Abu Hasan Al Asy'ari



Lima belas hari bersunyi diri untuk beribadah dan berdoa agar diberi petunjuk oleh Allah subhânahu wa ta‘âlâ. Pada hari yang ke enam belas ia beranjak menuju masjid guna mengumumkan apa yang ia alami. Di dalam masjid, Imam Abul Hasan Al Asy'ari naik mimbar, lalu berkata;

"Jama‘ah sekalian, sesungguhnya aku “menghilang” dari kalian beberapa waktu karena aku berpikir; aku dapati banyak dalil yang balancing (sehingga menjadi samar) dan aku tidak bisa mentarjih mana yang benar dari yang salah, begitu sebaliknya. Maka aku meminta petunjuk kepada Allah tabaraka wa ta‘ala, lalu Dia memberiku petunjuk kepada akidah yang aku tuangkan dalam kitab-kitabku ini, dan aku tanggalkan semua yang pernah aku yakini sebagaimana aku menanggalkan baju jubahku ini”.

Ia menanggalkanlah jubahnya itu, kemudian dilemparkan, dan ia berikan beberapa kitab kepada jama‘ah yang di antaranya adalah kitab al-Luma‘ (al-Luma‘ fî al-Radd ‘alâ Ahl al-Zaygh wa al-Bida‘) dan kitab yang mengungkap kecacatan (akidah) mu‘tazilah yang dinamakan dengan Kasyf al-Astâr wa Hatk al-Astâr, dll. Manakala kitab-kitab itu telah dibaca oleh ahli hadis dan ahli fikih dari kalangan Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ‘ah, mereka “mengambil” dan mengikuti isi kitab-kitab itu, mereka meyakini keunggulannya dan menjadikannya sebagai Imam, sehingga madzhab mereka dinisbatkan kepadanya, (al-Asy‘ariyyah/al-Asyâ‘irah)".

Prosesi ini (menurut riwayat shahih terjadi pada tahun 300H, penghujung periode salaf) disaksikan para Ulama dari kalangan ahli hadis dan ahli fiqh.

Jika akidah Imam al-Asy‘ari masih cenderung kepada mu‘tazilah tentunya para ulama Ahl al-Sunnah saat itu tidak akan memberi nilai plus untuk Imam al-Asy‘ari seperti menjadikannya sebagai Imam, dll.

Jika Imam al-Asy‘ari masih cenderung kepada mu‘tazilah, atau meyakini Allah bertempat sebagaimana syubhat yang dilontarkan oleh Musyabbihah -berdasarkan sisipan dalam al-Ibanah-, mengapa kalangan al-Asy‘ariyyah al-Kibâr seperti Abu al-Hasan al-Bahili, al-Qâdhi al-Baqillani, Ibn fawrak, al-Hakim, Abu Manshur al-Baghdadi, al-Baihaqi, Ustadz Isfarayaini, al-Juwayni,dll tidak meyakini hal itu? Bukankah mereka muttashil sanad kepada Imam al-Asy‘ari? Wa al-‘Iyâdzu billahi, dari Iftirâ’ dan Takdzîb terhadap pewaris Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Juga, seandainya Imam al-Asy‘ari masih cenderung kepada mu‘tazilah, bagaimana mungkin ia menulis karya sanggahan terhadap mu‘tazilah namun masih menganut paham mu‘tazilah. Dalam beberapa riwayat, selain kitab al-Luma‘ dan Kasyf al-Astâr, Imam al-Asy‘ari juga memberikan kitab al-Ibânah kepada jama‘ah. Maka untuk menjaga dari syubhat-syubhat yang dinisbatkan kepada kitab Imam al-Asy‘ari seperti penyisipan atau pengurangan isi kitab al-Ibanah, harus disandingkan dengan kitab al-Luma‘.

Al-Hafizh Ibn ‘Asakir (w.571H) meriwayatkan beberapa sya‘ir dari gurunya;

لو لم يصنف عمره # غير الإبانة واللمع لكفى

"Jikalau sepanjang umurnya tidak menulis, melainkan hanya al-Ibanah dan al-Luma‘, itu sudah mencukupi -sebagai pegangan-” (al-Tabyiin, Kairo: al-Maktabah al-Azhariyyah, cet.1, 1420H, hal.134)



Hanya Satu Periode (dari Mu'tazilah kepada Ahlussunnah wal Jama'ah)
Oleh : Ustadz 'Ashfi Raihan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar