Kamis, 19 Maret 2015

Mengapa harus bermadzhab?




Kalaw boleh mengoreksi pertanyaan ini, maka yang lebih tepat adalah mengapa kita harus bermadzhab empat?

Jawab
Al Qur’an jauh.. jauh hari telah menjawab, pertanyaan ini.

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ 

(الأنبياء [21]: 7)

Artinya: “Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 7)
           
Ayat ini, secara spesifik telah menjelaskan tanyalah kepada orang yang ahli, dalam perkara yang kalian tidak mengetahui kebenaran-nya?

Sedangkan orang yang ahli dalam ilmu agama, kalaw dipersempit  adalah para mujtahid, suatu kesalahan yang fatal, jika beranggapan bahwa dia mampu ber-istinbath langsung pada Al Qur’an dan Hadits, tanpa memandang Ulama terdahulu. Atau sebagian kelompok dari golongan tertentu yang mengatakan “kembali ke-Al Qur’an & Hadits..”  pernyataan ini, adalah pertanyaan yang bodoh, seakan mereka menganggap para Ulama terdahulu, salafuna saleh tidak ber-jtihad dengan Al Qur’an & Hadits.

Sementara sejarah berbicara, bahwa pada masa kini sudah tidak ditemukan seorangpun yang mencapai posisi mujtahid. Bahkan Ibnu Hajar menegaskan, bahwa setelah priode asy-Syafi’i tidak pernah ditemukan lagi seorang mujtahid muthlaq atau mujtahid mustaqil.

Sebenarnya, madzhab yang boleh diikuti tidak terbatas pada empat saja. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sayyid Alawi bin Ahmad as-Seggaf dalam Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah:”Sebenarnya yang boleh diikuti itu tidak hanya terbatas pada empat madzhab saja. Bahkan masih banyak madzhab ulama (selain madzhab empat) yang boleh diikuti, seperti madzhab Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin ‘Uyainah, Ishaq bin Rahawaih, Daud azh-Zhahiri dan al-Auza’i [Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah, hlm 59].

Namun mengapa yang diakui serta diamalkan oleh golongan kami, yaitu  “Ahlussunnah wal-jamaah” hanya empat madzhab saja?
Sebenarnya, yang menjadi salah satu faktor adalah tidak lepas dari murid beliau-beliau yang kreatif, yang membukukan pendapat-pendapat imam mereka sehingga semua pendapat imam tersebut dapat terkodifikasi dengan baik, akhirnya validitas dari pendapat-pendapat tersebut tidak diragukan lagi. Di samping itu, madzahibul arba’ah ini telah teruji keshalihannya sepanjang sejarah, sebab memiliki metode istinbat yang jelas dan sistematis, sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Sebagaimana masih ditegaskan oleh Sayyid ‘Alawi bin Ahmad as-Seggaf dalam Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah: “Sekelompok ulama dari kalangan ashhab kita (ashhâbina) mengatakan, bahwa tidak diperbolehkan bertaklid kepada selalin madzhab yang empat, karena selain yang empat itu jalur periwayatannya tidak valid, sebab tidak ada sanad (mata rantai) yang bisa mencegah dari kemungkinan adanya penyisipan dan perubahan. Berbeda dengan madzhab yang empat. Para tokohnya telah mengerahkan kemampuannya untuk meneliti setiap pendapat serta menjelaskan setiap sesuatu yang memang pernah diucapkan oleh mujtahind-nya, atau yang tidak pernah dikatakan, sehingga para pengikutnya merasa aman dari terjadinya perubahan, distorsi pemahaman, serta meraka juga mengetahui pandapat yang shahih dan yang lemah.” [Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah, hlm 59]

Selain pendapat Sayyid ‘Alawi bin Ahmad as-Seggaf dalam Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah diatas, Ulama sebelumnya juga telah membahas tentang perlu-nya, bermadzhab.

۞ Syeh Muhammad Amin Alkurdy Annaqsyabandy, dalam kitab beliau Tanwiru Al Qulub mengatakan;

وَمَنْ لَمْ يُقَلِّدُ وَاحِدًا مِنْهُمْ، وَقَالَ أَنَا أَعْمَلُ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مُدَعِّيًا فَهْمَ الْأَحْكَامِ مِنْهُمَا فَلَا يُسَلِّمُ لَهُ، بَلْ هُوَ مُخْطِئٌ، ضَالٌّ مُضِلٌّ سِيَّمَا فِي هَذَا الزَّمَانِ، اَلَّذِيْ عَمَّ فِيْهِ الْفُسُقُ وَكَثُرَتْ الدَّعْوَى الْبَاطِلَةَ لِأَنَّهُ اسْتَظَهَرَ عَلَى أَئِمَّةِ الدِّيْنِ وَهُوَ دُوْنَهُمْ فِي الْعِلْمِ وَالْعَمَلِ وَالْعَدَالَةِ وَاْلإِطْلَاعِ.

Artinya: "Dan barangsiapa yang tidak mengikuti salah satu dari mereka (Imam madzhab) dan berkata "saya beramal berdasarkan alQuran dan hadits", dan mengaku telah memahami hukum-hukum alquran dan hadits maka orang tersebut tidak dapat diterima, bahkan termasuk orang yang bersalah, sesat dan menyesatkan terutama pada masa sekarang ini dimana kefasikan merajalela dan banyak tersebar dakwah-dakwah yang salah, karena ia ingin mengungguli para pemimpin agama padahal ia di bawah mereka dalam ilmu, amal, keadilan dan analisa". [Tanwiir Al Qulub 74-75]

۞Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatho Ad-Dimyathi As-Syafi'I, dalam kitab-nya I’anatu At Thalibin mengatakan;

كُلٌّ مِنَ الْأَئِمَّةِ اْلأَرْبَعَةِ عَلَى الصَّوَابِ، وَيَجِبُ تَقْلِيْدُ وَاحِدٍ مِنْهُمْ، وَمَنْ قَلَّدَ وَاحِدًا مِنْهُمْ خَرَجَ مِنْ عِهْدَةِ التَّكْلِيْفِ وَعَلَى الْمُقَلِّدِ أَرْجِحِيّةٌ مَذْهَبَهُ أَوْ مُسَاوَاتُهُ. وَلَايَجُوْزُ تَقْلِيْدُ غَيْرِهِمْ فِى إِفْتَاءٍ أَوْ قَضَاءٍ. قَالَ اِبْنُ حَجَرْ وَلَايَجُوْزُ الْعَمَلُ بِالضَّعِيْفِ بِالْمَذْهَبِ وَيَمْتَنِعُ التَّلْفِيْقُ فِى مَسْأَلَةٍ كَأَنْ قَلَّدَ مَالِكًا فِى طَهَارَةِ الْكَلْبِ وَالشَّافِعِىْ فِى مَسْحِ بَعْضِ الرَّأْسِ 

(إعانة الطالبين, الجزء 1 الصفحة 17)

Artinya: "Setiap imam empat itu.. berjalan dijalan yang benar, maka wajiblah bagi umat islam untuk bertaqlid kepada salah satu diantara empat, sebab orang yang sudah bertaqlid kepada salah satu imam madhzhab empat tersebut, maka ia telah terlepas dari tanggungan dalam keagamaan, dan orang yang bertaqlid haruslah yakin bahwqa madzhab yang ia ikuti itu benar dan sama benarnya dengan yang lain serta tidak boleh bertaqlid kepada madzhab lain selain madzhab yang ia ikuti, seperti apa yang dikatakan oleh ibnu hajar alhaitami: tidak boleh seseorang yang menganut suatu madzhab berbuat talfiq (mencampur adukkan madzhab untuk mencari yang ringan-ringan) misalnya mengikuti imam malik yang mensucikan anjing dan juga mengikuti imam syafi'ie dalam membasuh sebagian kepala dalam berwudu''. [I'anatut Tholibin I/17]

Sekiranya cukup, yang kami sampaikan tentang sangat perlunya bermadzhab dalam beragama islam yang benar dan sesuai ajaran rosulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam.

Terkait :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar