Jumat, 27 Maret 2015

Pelajaran Islam: Sunni, Syi’ah, dan Khawarij


Pelajaran Islam: Sunni, Syi’ah, dan Khawarij

Syi'ah di Malaysia

KH Said Aqil Siradj (lahir 3 Juli 1953) saat ini berusia 60 tahun. Beliau menyatakan Syi’ah tidak sesat karena pada kurikulum pendidikan pada almamaternya, Universitas Ummul-Quro di Arab Saudi, Syi’ah saat itu tidak disebut Sesat.  “Wahabi yang keras saja menggolongkan Syi’ah bukan sesat,” begitu kata Aqil Siradj.
Namun banyak anak-anak muda Wahabi yang umurnya paling 30-40 tahun mencerca KH Said Aqil Siradj karena itu. Bahkan sebagian ada yang memfitnahnya sebagai seorang Syi’ah yang “Taqiyyah”.
Padahal apa yang dipelajari KH Said Aqil Siraj, sama dengan yang saya pelajari di bangku pendidikan SD di tahun 1970-an (sekitar tahun 1977). Saya sekolah di SD Negeri. Saat itu buku pendidikan agama dicetak berdasarkan bimbingan ulama NU.

Yang saya pelajari saat di SD Negeri tahun 1970-an sama dgn yg dipelajari dengan KH Said Aqil Siradj. Yaitu hingga zaman Khalifah Ali, Islam itu SATU. Belum ada Sunni, Syi’ah, dsb. Aqidah dan cara ibadah ummat Islam masih satu. Mereka generasi terbaik Islam: GENERASI SAHABAT. TIDAK ADA YANG SESAT. Namun saat pecah perang karena pemberontakan yang dilakukan oleh Mu’awiyyah, Islam terbagi 3: Sunni, Syi’ah, dan Khawarij. Sunni dan Syi’ah masih lurus. Khawarij yang mengkafirkan Muslim lain bahkan membunuh Khalifah Ali dan berusaha membunuh Mu’awiyyah itulah yang sesat. Arti Khawarij adalah orang-orang yang keluar dari Islam. Sunni dan Syi’ah itu lurus. Bagian dari ISLAM.
Syi’ah itu berasal dari Syi’ah Ali yang artinya Pengikut Ali. Khawarij itu adalah pengikut Ali yang membangkang. Sunni adalah selain dari di atas (Pengikut Mu’awiyyah dan yang netral).

Karena Mu’awiyyah menang, maka Syi’ah pun tersingkir selama berabad-abad karena Dinasti Umayyah (Keturunan Mu’awiyyah) berkuasa selama ratusan tahun yang dilanjutkan oleh Dinasti Abbasiyyah.
Saat itu di tahun 1977 masalah perbedaan Sunni dengan Syi’ah tidak sebesar sekarang. Zaman itu penguasa Iran (Syi’ah), Syah Iran Reza Pahlevi dan juga Raja Arab Saudi (Raja Fahad) sama-sama sekutu dekat AS. Jadi sama-sama teman.

Namun saat Revolusi Islam Iran terjadi di tahun 1979 oleh Imam Khomeini, hubungan Iran dengan AS terputus. Mahasiswa Iran menyandera Kedubes AS selama 444 hari untuk kemudian ditutup hingga kini. Iran namanya berubah jadi Republik Islam Iran.
AS pun melalui negara-negara Arab menghasud Saddam Husein, presiden Iraq, untuk menyerang Iran. Perang Iran-Iraq berlangsung selama 8 tahun (1980-1988). 1 juta orang tewas (baik dari Iraq dan Iran) dengan biaya sekitar Rp 10.000 Trilyun.

Ini video dari Dr Habib Rizieq Shihab:

Perang tersebut membuat Iraq jadi bangkrut. Saat ditagih hutangnya (sebagian biaya perang berasal dari hutang dari Eropa dan negara2 Arab) oleh negara-negara Arab, Saddam marah. Iraq segera menyerbu Kuwait dan juga Arab Saudi. Beberapa keluarga kerajaan Kuwait tewas.

Arab Saudi dan Kuwait pun akhirnya meminta bantuan AS untuk melawan Iraq.

Sejak tahun 1980-an, mengalirlah aliran Wahabi dan “Modernis” Islam dari Timur Tengah dengan lebih gencar. 
Aliran ini adalah aliran Takfiri yang mengkafirkan Syi’ah dan menganggap Syi’ah bukan Islam. Berbagai buku tentang kesesatan dan kekafiran Syi’ah dicetak. Kemudian setelah era internet muncul, Website2 yang memuat kesesatan dan kekafiran Syi’ah juga dibuat. Jadi masyarakat awam yang mengandalkan buku2 dan website2 yang dibuat belakangan ini, wajar saja menganggap Syi’ah itu kafir dan bukan Islam. Karena baru belajar Islam kemarin sore.

Saat perseteruan AS dengan Iran semakin keras, saya lihat desakan untuk mengkafirkan Syi’ah makin kuat. Apalagi Wahabi yang mengkafirkan Syi’ah dan halal membunuh Syi’ah menurut mereka menyusup ke lembaga2 Islam seperti MUI.

Di Malaysia, tahun 1984 Mazhab Syiah dari golongan Al – Zaidiyah dan Jaafariah  diterima untuk diamalkan di Malaysia. Syi’ah dianggap tidak sesat di Malaysia saat itu. Namun tahun 1996, Keputusan tersebut dimansukh. Artinya Syi’ah sekarang dianggap sesat/kafir di Malaysia. Aneh bukan?

Di Indonesia pun hingga saat ini MUI belum mengeluarkan Fatwa Sesat tentang Syi’ah. Yang ada adalah REKOMENDASI MUI tentang Syi’ah yang meminta ummat waspada akan Syi’ah karena ada 2 perbedaan: 1. Masalah Imamah dan 2 Nikah Mut’ah:
Tidak ada kata FATWA atau SESAT di situ meski kata Waspada sebetulnya menyuruh kita agar tidak masuk Syi’ah. Namun tidak menyebut Syi’ah sesat atau kafir. Biasanya jika sesat, MUI menyebut aliran tsb “SESAT DAN MENYESATKAN”. Rekomendasi tsb tahun 1984.
Jumhur Ulama pun seperti di Indonesia KH Hasyim Muzadi, KH Said Aqil Siradj, KH Umar Shihab, KH Quraisy Shihab, Prof Dr Din Syamsuddin, Prof Dr. Ahmad Syafi’ie Ma’arif, Hajjah Tuti ‘Alawiyyah, Habib Rizieq Syihab, KH Ali Yafie, dsb tidak menganggap Syi’ah itu sesat.
Bagi yang mengatakan Syi’ah bukan Islam, silahkan lihat Risalah Amman yang ditanda-tangani 542 ulama dari 84 negara bahwa Sunni dan Syi’ah itu lurus. Di antara pendukungnya: Menag Miftah Basuni, Menko Kesra Alwi Syihab, KH Hasyim Muzadi, Prof Dr. Din Syamsuddin, Hj Tuti Alawiyah. Dari Malaysia: Anwar Ibrahim dan PM Abdullah Badawi. Dari Suriah: Syeikh Al Buthi, Taufiq Al Buthi, dan Syeikh Ahmad Hassoun. 

Silahkan lihat:

Firman Allah:
“…Bertanyalah kepada Ahli Zikir (Ulama) jika kamu tidak mengetahui” [An Nahl 43]

Peserta Risalah Amman
Para Ulama Peserta Risalah Amman

Bahkan Yusuf Qaradhawi yang katanya sekarang menyesal ikut Deklarasi Amman tahun 2006 ikut menanda-tangani Risalah Amman pada usia 80 TAHUN. Artinya saat menyatakan SUNNI dan SYI’AH itu lurus dan merupakan bagian dari ISLAM serta dilarang saling MENGKAFIRKAN, Qaradhawi dgn umur 80 tahun harusnya sudah cukup matang baik dari segi usia atau pun keIlmuan. Hingga tahun 2009, Qaradhawi masih mempersatukan Islam. Baru sejak Bughot di Libya tahun 2011 dan Suriah sajalah Qaradhawi mulai jadi takfiri dgn memfatwa mati Qaddafi dan semua pendukung Assad.

Meski demikian, seperti disebut Habib Rizieq Syihab, memang ada aliran Syi’ah yang sesat bahkan kafir seperti Syi’ah Ghulat yang memperTuhankan Ali, Syi’ah Rafidhoh yang menghina istri dan sahabat Nabi, menganggap Al Qur’an mengalami perubahan, dsb. Tapi jika mereka tidak memperTuhankan Ali, tidak menghina istri dan sahabat Nabi, serta menganggap Al Qur’an masih asli, insya Allah masih bagian dari Islam.

Jika Jumhur Ulama yang merupakan pewaris Nabi tidak kita ikuti, siapa lagi?

Sejarah Lahirnya Islam Syi’ah dan Sunni

Kita sering mendengar istilah Islam Syiah, tetapi kadang lupa istilah Islam Sunni. Sunni atau Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah pemeluk Islam mayoritas di dunia. Jumlahnya mencapai 90% sedangkan Syiah hanya 10% dan terfokus di Republik Islam Iran. Sesuai namanya, Sunni berarti “orang-orang yang senantiasa menegakkan Islam sesuai dengan Al-Quran dan hadits, sesuai dengan pemahaman sahabat nabi, tabi’in (sahabat dari sahabat nabi), dan tabi’ut tabi’in (sahabat dari sahabat dari sahabat nabi).
Diskusi tentang Syiah dan Sunni sampai hari ini menjadi diskusi tak berkesudahan, terkait dengan persoalan keyakinan, fikih, bahkan politik. Sering kali perdebatan dan saling tuduh terjadi lantaran sudut pandang yang bias.
 
Agar kita mendapatkan sudut pandang yang jernih tentang hal ini, tentu kita mesti menengok terlebih dahulu sejarah Syiah dan Sunni, terutama pada era kekhalifahan, di mana kedua sekte (aliran) itu lahir, bergesekan dan berdampingan.
 
Berawal dari Pertikaian

Dikotomi Syiah dan Sunni tidak pernah ada sebelum peristiwa tahkim (arbitrase) pada abad ke-1 H, yaitu perundingan damai antara Ali bin Abi Thalib, yang saat itu menjabat sebagai khalifah ketiga, dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang mengklaim sebagai khalifah. Kedua sahabat tersebut bertikai, bahkan berperang, dan menemui titik temu pada peristiwa tahkim itu.
 
Sebagian pengikut Ali tidak sepakat dengan arbitrase ini. Mereka lalu keluar dari barisan pendukung dan membuat kelompok tersendiri yang kemudian dikenal dengan nama Khawarij, yang malah balik menentang Ali. Sedangkan sebagian lagi bersikap sebaliknya: mendukung penuh Ali. Kelompok ini lantas dinamai Syiah, yang artinya “para pengikut.” Adapun umat Islam yang lain, yang tidak masuk dalam kelompok pendukung maupun penentang, disebut kelompok Sunni. Khawarij punah seiring zaman, sementara dua sekte yang lain tetap hidup.

Pada perkembangan selanjutnya, kedua sekte ini mengembangkan perbedaan-perbedaan mereka kepada ranah teologi (keyakinan), fikih, dan sikap politik. Kaum Sunni sepakat bahwa para Khalifah Yang Empat (khulafaur-rasyidin) adalah sah, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Sementara, beberapa kelompok Syiah hanya mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Menurut mereka, penerus sah kepemimpinan Muhammad Saw adalah Ali, lalu diteruskan kepada para imam yang suci dari kalangan Ahlul Bayt (keluarga Nabi Muhammad Saw).
 
Dalam sejarah politik Islam, Syiah menjadi oposan (penentang) utama kekhalifahan Dinasti Umayah (abad ke-1 -2 H) yang Sunni, karena dianggap memusuhi ahlul bayt yang dalam Syiah disucikan dan diagungkan. Ketika Dinasti Umayah runtuh, Syiah sempat mendapatkan kekuasaan ketika turut serta mendirikan kekhalifahan Dinasti Abassiyah pada pertengahan abad ke-2 H. Namun, beberapa lama kemudian, Syiah menjauh lagi dari kekuasaan.
 
Pada masa kekacauan pemerintahan Abassiyah, salah satu sekte Syiah, yaitu Ismailiyah (yang paling banyak dipermasalahkan oleh Sunni akibat keyakinannnya yang menyimpang) menguasai Mesir dan mendirikan kekhalifahan Dinasti Fathimiyah di sana pada 910 M. Dinasti ini sempat mendirikan sebuah universitas yang terkenal hingga kini, yaitu Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Setelah beberapa kurun, Fathimiyah runtuh dan Al-Azhar diambil alih oleh Sunni.
Aliran dan Mazhab dalam Syiah
 
Terkait keyakinan Syiah tentang para “Imam yang suci”, ada beberapa aliran dalam hal ini. Ada yang menetapkan jumlah 12 untuk imam, yaitu aliran Syiah “itsna ‘asyari” (syiah 12 imam), dan ini aliran yang paling populer. Ada juga yang menetapkan lima imam dan tujuh imam. Namun tidak semua aliran menentang keabsahan kekhalifahan Abu Bakar dan Umar seperti yang dituduhkan. Aliran Zaidiyah misalnya, tetap mengakui kekhalifahan sebelum Ali.
 
Dalam bidang fikih (hukum), Syiah dan Sunni memiliki banyak perberbedaan karena metode ushul fikih (kaidah penggalian hukum) yang berbeda, terutama karena Syiah menjadikan pendapat imam sebagai sumber hukum Islam. Sedangkan, Sunni hanya membatasi sumber hukum Islam pada Al-Quran, Hadits, Ijma (kesepakatan), dan qiyas (analogi). Namun, ada satu mazhab fikih Syiah yang diakui oleh golongan Sunni, yaitu mazhab Ja’fari, hingga dikatakan sebagai “mazhab kelima” setelah Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Keempat mazhab ini beraliran Sunni.

Sunni-Syiah Hari Ini

Akibat perbedaan mendasar dalam banyak hal, kedua sekte ini tetap hidup masing-masing hingga kini. Pengikut Sunni meliputi mayoritas umat Islam di seluruh dunia Islam. Sedangkan, penganut Syiah terkonsentrasi di Irak dan Iran. Bahkan di Iran, Syiah mendirikan negara sendiri berdasarkan teologi dan fikih Syiah sejak Revolusi Iran tahun 1979.
Hingga saat ini, kedua sekte mengembangkan pemikiran keagamaannya masing-masing, meski ada beberapa upaya untuk mendekatkan pemikiran Sunni dan Syiah.

Mengapa Sunni muncul?

Sejarah Sunni dimulai ketika ricuhnya perpolitikan yang mengatasnamakan Islam. Nabi Muhammad wafat sebelum menunjuk pengganti. Oleh karena itu, terjadi konflik tentang siapa yang paling pantas menggantikan beliau sebagai khalifah. Setelah ketegangan dan tarik-ulur selama dua hari sehingga menunda pemakaman jasad Nabi Muhammad, ditunjuklah Abu Bakar as-Shiddiq sebagai khalifah. Penunjukan ini tidak memuaskan beberapa kalangan. Bahkan, kalangan yang mengklaim bahwa Ali bin Abi Thalib lebih sah menjadi khalifah kemudian memisahkan diri dan membentuk Syiah.
 
Sementara itu, golongan yang lebih umum, kemudian disebut Sunni. Golongan ini hingga saat ini terbagi dalam empat mahzab berbeda. Yang perlu dicatat, empat mahzab tersebut tidak menandakan perpecahan. Perbedaan empat mahzab hanya terletak pada masalah-masalah yang bersifat “abu-abu”, tidak diterangkan secara jelas oleh Al-Quran atau hadits seiring dengan kemajuan zaman dan kompleksitas hidup muslim.
Empat Imam utama Sunni yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hambal. Mereka sama-sama mengambil ijtihad (upaya) dalam menyelesaikan masalah yang bersifat “abu-abu” tersebut.

Adapun empa mahzab Sunni adalah sebagai berikut.

1. Mahzab Hanafi
Mahzab ini didirikan oleh Imam Abu Hanifah. Mahzab ini diikuti oleh 45% muslim dunia; jumlah yang paling besar di dunia. Penganut mahzab Hanafi kebanyakan terletak di Asia Selatan dan Asia Tengah. India, Libanon, dan Pakistan termasuk negara-negara yang berkiblat pada Imam Abu Hanifah.
2. Mahzab Syafi’i
Mahzab ini didirikan oleh Imam Syafi’i. Jumlah pengikutnya mencapai 28% muslim dunia. Umat Islam negara kita, Indonesia, dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya (Malaysia, Brunei, Thailand, Singapura) berbasis pada mahzab ini.
3. Mahzab Maliki
Mahzab ini didirikan oleh Imam Malik. Penganutnya tersebar luas di daerah Afrika Barat dan Utara. Jumlah pengikutnya mencapai 20% muslim.
4. Mahzab Hambali
Mahzab ini digagas oleh murid Imam Ahmad bin Hambal. Meskipun hanya dianut oleh 5% muslim dunia, mahzab inilah yang dipegang oleh negara Arab Saudi. Yang menarik, Arab Saudi yang didirikan oleh Klan Saud termasuk dalam negara yang juga berpegang teguh pada sikap eksklusif Wahhabiyah, yang kadang dikaitkan dengan “terorisme Islam”.

Syiah Di Malaysia

Muzakarah Khas Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia yang bersidang pada 5 May 1996 telah membincangkan Syiah Di Malaysia. Muzakarah telah memutuskan bahawa:
  1. Bersetuju supaya keputusan Muzakarah Jawatankuasa Fatwa yang telah diadakan pada 24 dan 25 September 1984 [Kertas Bil. 2/8/84, Perkara 4.2. (2)] mengenai aliran Syiah yang menetapkan seperti berikut :” Setelah berbincang dan menimbang kertas kerja ini Jawatankuasa telah mengambil keputusan bahawa hanya Mazhab Syiah dari golongan Al – Zaidiyah dan Jaafariah sahaja yang diterima untuk diamalkan di Malaysia.” Dimansuhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar